Pengertian dan Peranan Pengendalian Persediaan
Handoko (1984, hal: 333) menyatakan bahwa pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting. Karena persediaan phisik, banyak perusahaan melibatkan investasi rupiah terbesar dalam pos aktiva lancar. Bila perusahaan menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan dan mungkin mempunyai “opportunity cost” (dana dapat ditanamkan dalam investasi yang lebih menguntungkan). Demikian pula, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang mencukupi dapat mengakibatkan pembelian meningkat dari terjadinya kekurangan bahan.
Persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendaliaan bahan baku maupun barang jadi dalam suatu aktifitas perusahaan. Secara teknis, inventory atau persediaan adalah suatu teknik yang berkaitan dengan penetapan terhadap besarnya persediaan bahan yang harus diadakan untuk menjamin kelancaran dalam kegiatan operasi produksi, serta menetapkan jadwal pengadaan dan jumlah pemesanan barang yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan. Ciri khas dari model persediaan sendiri adalah solusi optimalnya selalu difokuskan untuk menjamin persediaan dengan harga serendah rendahnya. Masalah yang dianalisa oleh sistem persediaan meliputi dua hal berikut:
1. Berapa banyak suatu item yang dipesan.
2. Kapan pesanan (produksi) dari suatu item harus dilakukan.
Adapun beberapa pengertian persediaan menurut para ahli adalah sebagai
berikut :
a. Persediaan adalah suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari part atau bagian, bahan baku dan barang hasil produksi, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien.
b. Persediaan adalah serangkaian kebijakan dengan sistem pengendalian yang memonitor tingkat persediaan yang harus dijaga kapan persediaan harus diisi dan berapa pesanan yang harus dilakukan.
Ada beberapa terminologi di dalam sistem persediaan :
1. Permintaan (demand) keputusan dalam persediaan mengenai jumlah pesanan dapat bersifat deterministik maupun probabilistik.
2. Waktu antara pemesanan (lead time) dilakukan dengan saat kedatangan pemesanan. 3. Tingkat penambahan (repleshinment) atau tingkat pengantian persediaan.
4. Tingkat persediaan saat pemesanan (reorder level) harus dilakukan untuk menggantikan persediaan yang berkurang. Artinya persediaan saat pemesanan sering disebut fungsi dari permintaan dan waktu antara pemesanan.
5. Keamanan persediaan (safety stock) yang harus ditinggalkan dalam gudang untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan.
Persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendalian bahan baku maupun barang jadi dalam suatu aktifitas perusahaan. Ciri khas dari model persediaan adalah solusi optimalnya difokuskan untuk menjamin persediaan dengan biaya yang serendahrendahnya (Ristono, 2009,).
Jenis-Jenis Persediaan
Handoko (1984) menjelaskan bahwa setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik khusus tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas:
a. Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumbersumber alam atau dibeli dari supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.
b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barangbarang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.
d. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barangbarang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
e. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.
Tujuan Persediaan
Pengendalian persediaan sangatlah penting karena yang menentukan kelancaran produksi. Pengendalian persediaan yang dijalankan memiliki tujuan-tujuan tertentu, yaitu untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat yang optimal sehingga diperoleh penghematan-penghematan untuk persediaan tersebut. Pengelolaan persediaan adalah kegiatan dalam memperkirakan jumlah persediaan (bahan baku/penolong) yang tepat, dengan jumlah yang tidak terlalu besar dan tidak pula kurang atau sedikit dibandingkan dengan kebutuhan atau permintaan. Tujuan dari pengelolaan persediaan yaitu
1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat.
2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi.
3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.
4. Menjaga agar pembeli secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat mengakibatkan ongkos menjadi besar.
5. Menjaga supaya penyimpanan dalam emplacement tidak besar-besaran, karena akan mengakibatkan biaya menjadi besar.
Fungsi Persediaan
Manajemen persediaan pada hakekatnya mencakup dua fungsi yang berhubungan dengan erat sekali yaitu perencanaan persediaan dan pengawasan persediaan (P.Siagian,1987). Secara khususnya persediaan dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya ke dalam empat jenis sebagai berikut (Herjanto, 2004):
1. Fluctuation stock
Merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya dan untuk mengatasi jika terjadi kesalahan/penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi, atau pengiriman barang.
2. Anticipation stock
Merupakan jenis persediaan untuk menghadapi permintaan yang dapat diramalkan, seperti pada musim permintaan tinggi tetapi kapasitas produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan ini juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya produksi. Baroto (2002), menjelaskan bahwa seringkali perusahaan mengalami kenaikan permintaan dilakukan program promosi. Untuk memenuhi hal itu, maka diperlukan sediaan produk jadi agar tak terjadi stockout. Keadaan yang lain adalah bila suatu ketika diperkirakan pasokan bahan baku akan terjadi kekurangan. Jadi, tindakan menimbun persediaan bahan baku terlebih dahulu adalah merupakan tindakan rasioanal. Disamping itu, Handoko (1984) menyatakan bahwa perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang selama periode pemesanan kembali sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra atau safety inventories.
3. Lot-size inventory
Merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar daripada kebutuhan pada saat itu. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari harga barang (potongan harga) karena pembelian dalam jumlah (lot-size) yang besar atau untuk mendapatkan penghematan dari biaya pengangkutan per unit yang lebih rendah.
4. Pipeline inventory
Merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat asal ke tempat dimana barang itu digunakan. Misalnya: barang yang dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan yang dapat memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu.
Persediaan timbul akibat oleh tidak sinkronya permintaan dengan penyediaan dan waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan adanya sistem persediaan. Oleh karena itu terdapat empat faktor yang dijadikan sebagai fungsi persediaan (Zulian Yamit, 1999),yaitu :
1. Faktor waktu
Menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai ketangan konsumen. Waktu diperlukan untuk membuat jadwal produksi, memotong bahan baku, pengiriman bahan baku, dan pengiriman barang jadi ke konsumen. Persediaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu (lead time).
2. Faktor ketidakpastian waktu
Datang dari suplier menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan, agar tidak menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman terhadap konsumen. Ketidakpastian waktu datang mengharuskan perusahaan membuat jadwal operasi lebih teliti pada setiap level.
3. Faktor ketidakpastian pengguna
Berasal dari dalam perusahaan disebabkan oleh kesalahaan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan operasi, bahan cacat dan berbagai kondisi lain.
4. Faktor Ekonomis
Terjadi akibat adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli item dengan menentukan jumlah yang paling ekonomis. Pembelian dalam jumlah besar memungkinkan perusahaan mendapatkan potongan harga. Selain itu pengiriman dalam jumlah besar menyebabkan biaya transportasi lebih rendah sehingga sehingga menurunkan biaya. Persediaan diperlukan untuk menjaga stabilitas produksi dan fluktuasi bisnis.
Komponen-Komponen Biaya Persediaan
Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya sistem persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Tanpa memperhatikan bagaimana sifat kebutuhan, waktu tenggang dan lain-lain, umumnya terdapat empat komponen biaya persediaan. Adapun komponen-komponen biaya persediaan adalah sebagai berikut (Nasution et al, 2008):
1. Biaya Pembelian (Purchasing Cost)
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan membeli barang.
Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli tergantung pada ukuran pembelian. Situasi ini akan diistilahkan sebagai quantity discount atau price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli meningkat.
Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan ke dalam biaya total sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga barang per unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen biaya pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya satu tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban optimal tentang berapa banyak barang yang harus dipesan.
2. Biaya Pengadaaan (Procurement Cost)
Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai sumber barang, yaitu biaya pemesanan (Ordering Cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (Setup Cost) bila barang yang diperoleh dengan memproduksi sendiri.
a. Biaya Pemesanan (Ordering Cost)
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan.
b. Biaya Pembuatan (Setup Cost)
Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya Karena kedua biaya tersebut mempunyai peran yang sama, yaitu pengadaan barang, maka kedua biaya tersebut disebut sebagai biaya pengadaan (procurement cost).3. Biaya Penyimpanan (Holding Cost/ Carrying Cost)
Biaya penyimpanan terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biasanya biaya ini sebanding dengan jumlah persediaan di dalam stok. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya-biaya ini meliputi:a. Biaya Memiliki Persediaan (Biaya Modal)
Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat di ukur dengan suku bunga bank. Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.
b. Biaya Gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga muncul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya di sewa, maka biaya gudangnya merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri, maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.
c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya.d. Biaya Kadaluarsa (Absolence)
Barang yang disimpan akan mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
e. Biaya Asuransi
Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung pada jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
f. Biaya Administrasi dan Pemindahan
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan peralatan handling.
4. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu dibutuhkan. Biaya ini pada dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan, dimana jika terjadi kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu, tertundanya kesempatan mendapatkan keuntungan, serta kehilangan konsumen karena kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari:a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhiBiasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuan, misalnya: Rp/unit.
b. Waktu Pemenuhan : Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga waktu yang menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang dengan satuan, misalnya: Rp/satuan waktu.
c. Biaya pengadaan darurat : Agar konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan
darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan, misalnya: Rp/setiap kali kekurangan.
Biaya persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan kebijaksanaan persediaan hanyalah biaya-biaya yang bersifat variabel (incremental cost), sedangkan biaya yang bersifat fixed seperti biaya pembelian tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang diperoleh sehngga tidak perlu diperhitungkan.
Model-Model Persediaan
Model persediaan akan sangat tergantung kepada sifat bahan atau barang, apakah barang tersebut bersifat permintaan bebas (independent) atau sebagai permintaan terikat (dependent).Permintaan independen atas produk atau barang merupakan permintaan yang bebas, dengan pengertian tidak ada keharusan untuk membelinya sebagai kepentingan proses konversi. Sebagai contoh orang yang akan membeli mobil adalah bebas untuk membeli atau tidak, sama dengan orang akan membeli sepeda motor. Permintaan dependen adalah permintaan terikat, disebabkan jika bahan atau barang tersebut tidak ada, maka proses konversi suatu perusahaan tidak akan dapat berjalan. Sebagai contoh, manufaktur mobil membeli plat besi dan komponen untuk merakit mobil, apabila plat besi atau komponen tidak ada, maka proses konversi tidak dapat dilaksanakan sehingga dikatakan plat besi dan komponen merupakan permintaan dependen dari manufaktur mobil.
Model persediaan dibagi menjadi dua macam, yaitu model persediaandeterministik dan model persediaan probabilistik (Taha, 1982)
Gambar Model-Model Persediaan
1. Model Persediaan DeterministikModel persediaan deterministik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan pesanan yang dapat diketahui secara pasti sebelumnya. Model ini terdiri atas dua, yaitu:a. Deterministik Statis
Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode diketahui secara pasti dan bersifat konstan.
b. Deterministik Dinamik
Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode diketahui secara pasti, tetapi bervariasi satu periode ke periode lainnya.
Perkembangan model-model persediaan deterministik diawali dengan pengembangan model EOQ (Economic Order Quantity). Model ini dapat menentukan jumlah pesanan yang ekonomis, yaitu jumlah pesanan yang memenuhi biaya total persediaan minimum dengan mempertimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, sehingga diharapkan tidak akan ada kekurangan persediaan. Demikian halnya dengan model IDQ dan DWP termasuk pada jenis model persediaan deterministik yang berasumsi pada data permintaan, rata-rata produksi serta biaya setup pada perusahaan juga biaya order pada distributor diketahui secara pasti dan konstan.
2. Model Persediaan Probabilistik
Model persediaan probabilistik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan pesanan yang tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya sehingga perlu didekati dengan distribusi probabilitas. Model ini terdiri atas dua, yaitu:´
a. Probabilistik Stationary
Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, dimana probability density function dari permintaan tidak di pengaruhi oleh waktu setiap periode.
b. Probabilistik Nonstationary
Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, dimana probability density function dari permintaan bervariasi dari satu periode ke periode lainnya
Model Persediaan Terintegrasi
IDQ ( Identical Delivery Quantity)
Model atau strategi IDQ adalah dimana jumlah produk sama pada setiap pengirimannya. Asumsi penting dalam mengembangkan model ini adalah perusahaan harus mengetahui jumlah permintaan dalam suatu periode tertentu, serta biaya pesan dan biaya simpan dari distributor. Model dari nilai optimal total biaya gabungan untuk strategi IDQ adalah :
Keterangan :
D : Jumlah permintaan dari distributor pertahun.
S : Biaya produksi pada perusahaan per set up (Rp/unit).
Hv: Biaya penyimpanan persediaan per unit produk pada perusahaan per
tahun (Rp/unit).
α : Perbandingan antara permintaan dan rata-rata produksi.
k : Jumlah pengiriman dari distributor dalam sekali produks.
β : Perbandingan biaya penyimpanan persediaan.
DWP (Delivery What Produced)
Strategi DWP adalah dimana jumlah pengiriman kepada distributor adalah tidak sama pada setiap pengiriman. Pada setiap pengiriman, semua persediaan yang tersedia pada perusahaan dikirim langsung ke distributor. ( Nyoman Pujawan,2005).
Model dari nilai optimal dari total biaya gabungan untuk strategi DWP sebagai berikut ;
Keterangan :
D : Jumlah permintaan dari distributor pertahun.
S : Biaya produksi pada perusahaan per set up (Rp/unit).
Hv: Biaya penyimpanan persediaan per unit produk pada perusahaan per tahun (Rp/unit).
α : Perbandingan antara permintaan dan rata-rata produksi.
k : Jumlah pengiriman dari distributor dalam sekali produks.
β : Perbandingan biaya penyimpanan persediaan.γ : Perbandingan antara permintaan dan rata-rata produksi.
Rasio Perbandingan Biaya antara Model Matematis IDQ dan DWP
Untuk dapat menentukan strategi mana yang terbaik maka dilakukan perhitungan rasio biaya yang dirumuskan sebaggai berikut:
Apabila nilai R lebih besar dari 100% maka kebijakan persediaan terintegrasi yang dimodelkan dengan model DWP adalah strategi yang lebih baik. Sebaliknya, apabila nilai R kurang dari 100% maka kebijakan yang dimodelkan dengan IDQ merupakan strategi yang lebih baik.
Manajemen Distribusi
Distribusi barang sering dikenal dengan istilah logistik. Dalam kamus APICS, logistic didefisinikan sebagai ilmu dan seni dari perolehan produksi dan distribusi material dan produk dalam kuantitas dan tempat yang tepat. Jaringan distribusi ini memungkinkan produk pindah dari perusahaan ke konsumen yang terpisah oleh jarak yang jauh. Distribusi dari barang mengacu pada hubungan yang ada di antara titik produksi dan pelanggan akhir, yang sering terdiri dari beberapa inventory yang harus dikelola. Tujuan utama dari manajemen distribusi inventory adalah memperoleh inventory tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, spesifikasi kualitas yang tepat serta pada ongkos yang memadai. Tujuan ini untuk mencapai tingkat pelayanan pelanggan (customer service level) yang diingkan pada atau dibawah tingkat ongkos yang telah ditetapkan (Gaspersz,2005).
Secara tradisional, jaringan distribusi diaanggap sebagai serangkaian fasilitas fisik seperti gudang dan fasilitas pengangkutan dan operasi masing-masing fasilitas ini cenderung terpisah antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya kemajuankemajuan dan terdapat kenaikan kebutuhan pelanggan serta kompetisi yang makin ketat maka perusahaan-perusahaan saat ini telah melakukan perbaikan-perbaikan dalam sistem distribusi. Saat ini jaringan distribusi tidak hanya dipandang sebagai serangkaian fasilitas yang mengerjakan fungsi-fungsi fisik yaitu pengangkutan dan penyimpanan, tetapi merupakan bagian integral dari kegiatan supply chain dan memiliki peran strategis sebagai titik penyalur produk maupun informasi dan juga sebagai wahana untuk menciptakan nilai tambah. (Nyoman Pujawan,2005) Perkembangan teknologi dalam sistem distribusi saat ini telah berkembang pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dengan adanya perkembangan teknologi ini memungkinkan perusahaan dalam mengirimkan barang lebih tepat waktu dan efisien. Teknologi yang mempermudah dalam sistem pendistribusian yang digunakan saat ini diantaranya teknologi penyimpanan, barcoding, ASRS (automatic storage and retrieval system) dan RFID (radio frequency identification). Sedangkan untuk teknik-teknik yang digunakan dalam manajemn distribusi seperti crossdocking, flow through distribution, dan 3PL (jasa logistic pihak ketiga).
Tujuan Sistem Distribusi
Adapun tujuan sistem distribusi menurut Gaspersz (2005), adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan Pelanggan
- Waktu tunggu penyerahaan menjadi tepat (timely delivery lead time)
- Pengamanan terhadap ketidakpastian permintaan
- Memberikan bermacam barang yang diperlukan
2. Efisiensi
- Ongkos transportasi minimum
- Tingkat produksi dari pengisisan pesanan
- Ukuran dan lokasi penyimpanan
- Akurasi data inventory
3. Investasi inventory minimum
- Stok pengaman yang diperlukan minimum
- Kuantitas pesanan untuk mengendalikan cycle stock menjadi optimum
Fungsi Manajemen Distribusi
Manajemen dari distribusi dan transportasi mencakup aktivitas baik yang secara fisik yang dapat dilihat oleh mata seperti menyimpan dan mengirim produk maupun fungsi non-fisik yang berupa aktivitas pengolahan informasi dan pelayanan pelanggan.
Fungsi dasar yang dilakukan manajemen distribusi dan transportasi pada umunya sebagai berikut :
1. Melakukan segmentasi dan menentukan target service level.
Segmentasi pelanggan perlu dilakukan karena kontribusi mereka pada revenue perusahaan bisa sangat bervariasi dan karakteristik pelanggan bisa berbeda satu dengan yang lainya. Dengan memahami perbedaaan karekterisrik dan kontribusi tiap pelanggan atau area distribusi, perusahaan dapat mengoptimalkan alokasi persediaan maupun kecepatan pelanggan.
2. Menentukan mode transportasi yang akan digunakan.
Tiap mode transportasi memiliki karekteristik yang berbeda dan mempunyai keunggulan serta kelemahan berbeda juga. Manajemen transportasi harus bisa menentukan mode apa yang akan digunakan dalam mengirimkan atau mendistribusikan produk mereka ke pelanggan. Kombinasi dua atau lebih mode transportasi tentu bisa atau bahkan harus dilakukan tergantung situasi yang dihadapi.
3. Melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman.
Tekanan untuk melakukan pengiriman cepat namun murah menjadi pendorong utama perlunya melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman. Salah satu contoh konsolidasi informasi adalah konsolidasi data permintaan dari berbagai regional distribution center oleh central gudang untuk keperluan pembuatan jadwal pengiriman. Sedangkan contoh ; konsolidasi pengiriman adalah dengan menyatukan toko atau ritel yang berbeda dalam sebuah truk.
4. Melakukan penjadwalan dan penetuan rute pengiriman.
Salah satu kegiatan operasional yang dilakukan oleh gudang atau distributor adalah menentukan kapan sebuah truk harus berangkat dan rute mana yang harus dilalui untuk memenuhi permintaan dari sejumlah pelanggan.
5. Memberikan pelayanan nilai tambah
Saat ini jaringan distributor semakin dipercaya melakukan nilai tambah. Beberapa proses nilai tambah yang dapat dilakukan oleh distributor adalah pengepakan, pelabelan harga, pemberian barcode, dan sebagainya.
6. Menyimpan persediaan
Jaringan distribusi selalu melibatkan proses penympanan produk baik di suatu gudang pusat atau gudang regional maupun toko dimana produk tersebut dipajang untuk dijual. Oleh karena itu manajemen distribusi tidak bisa dilepaskan dari manajmen pergudangan.
7. Menanggani pengembalian (return)
Manajemen distribusi juga punya tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengembalian produk dari hilir ke hulu dalam supply chain.
Pengembalian ini dapat berupa karena produk rusak atau tidak terjual sampai batas waktu penjualan habis. Kegiatan pengembalian juga dapat berupa pengembalian kemasan. Proses pengembalian produk atau kemasan ini sering disebut dengan sebutan reverse logistic.
Lokasi Distribusi
Lokasi dari berbagai tingkat distribusi di kelompokkan menjadi :
1. Titik distribusi paling rendah (tingkat pengecer) Biasanya mengambil lokasi yang dekat dengan pelanggan, karena lokasi itu memberikan ongkos transportasi yang memadai dan tingkat pelayanan pelanggan (customer service level) yang tinggi.
2. Titik distribusi area (area distribution plant) Grosir (wholesalers) atau distributor area (area distributors) secara langsung memasok titik distribusi paling rendah (pengecer). Lokasi yang dipilih mungkin pada area yang kurang memiliki akses seperti pada tingkat pengecr tetapi fasilitas transportasi menjadi factor penting untuk dipertimbangkan.
3. Titik distribusi regional (regional diatribution points) Fasilitas penyimpanan distribusi regional diperlukan untuk memasokpusat-pusat area, seperti mengambil lokasi di luar wilayah
Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Biaya Total
Pada pengendalian persediaan, persoalan utama yang ingin dicapai adalah meminimumkan biaya total operasi perusahaan. Hal ini berkaitan dengan berapa jumlah barang yang harus dipesan dan kapan pemesanan itu harus dilakukan.
Keputusan mengenai besarnya jumlah persediaan menyangkut dua kepentingan yaitu kepentingan pihak yang menyimpan dengan pihak yang memerlukan barang. Keputusan itu bisa dikategorikan menjadi dua yaitu:a. Jumlah barang yang dipesan harus ditentukan dan waktu pada saat pemesanan barang masuk konstan.b. Jumlah barang yang dipesan dan waktu pesanan harus ditentukan.
Sebagai ilustrasi, gambar dapat memperlihatkan hubungan antara tingkat persediaan dan biaya total (Siagian, 1987).
Gambar Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Biaya TotalPada gambar 2.3 terlihat bahwa jika Q semakin besar, berarti pemesanan biaya pemesanan (ordering cost) akan semakin kecil. Sebaliknya jika Q semakin kecil, berarti pemesanan akan semakin sering dilakukan, sehingga biaya pemesanan yang dikeluarkan akan semakin besar. Akibatnya jika Q semakin besar (bergeser ke kanan), maka kurva ordering cost semakin menurun.
Biaya penyimpanan (holding cost) digambarkan sebagai sebuah garis lurus yang dimulai pada tingkat persediaan nol Q = 0 . Hal ini disebabkan karena komponen biaya ini secara langsung tergantung pada tingkat persediaan rata-rata.
Semakin besar jumlah barang yang dipesan akan mengakibatkan semakin besar tingkat persediaan rata-rata, sehingga biaya penyimpanan akan semakin besar, yang mengakibatkan kurva holding cost semakin meningkat.Dari gambar 2.3 terlihat bahwa antara holding cost dan ordering cost berhubungan terbalik dimana jumlah keduanya akan menghasilkan kurva total inventory cost yang convex (Mulyono, 2004). Jadi tinggi (jarak) kurva total inventory cost pada setiap titik Q merupakan hasil penjumlahan tinggi (jarak) kedua kurva komponen biaya tersebut secara tegak lurus. Solusi optimal dari fungsi tujuan akan ditemukan pada saat total inventory cost minimum (Subagyo et al, 2000).