Pengaruh Kebijakan Amerika Serikat Terhadap Impor Kedelai Indonesia
Pemerintah AS memberikan berbagai jenis pembiayaan pada sektor pertanian. Selain untuk melindungi pertanian dalam negeri AS dari berbagai kegagalan yang mungkin terjadi, bantuan pemerintah tersebut juga mengakibatkan produktivitas beberapa komoditas pertanian AS menjadi sangat banyak sehingga harga berbagai kebutuhan pangan masyarakat AS menjadi lebih murah dan mudah didapat, salah satunya kebutuhan akan kedelai. Banyaknya produksi nasional AS akan kedelai pada akhirnya mendorong negara tersebut untuk secara konsisten mengekspornya ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Bahkan, AS merupakan eksportir kedelai terbesar bagi Indonesia.
Bab III dalam peneltian ini secara rinci akan membahas mengenai penyebab dominasi kedelai impor AS di pasar Indonesia, dimulai dengan penjelasan terkait pembiayaan-pembiayaan pertanian yang dilakukan oleh Pemerintah AS seperti direct payments, counter-cycling payments, dan marketing loans. Adanya kebijakan pertanian tersebut secara tidak langsung kemudian mengakibatkan terjadinya berbagai kemudahan bagi komoditas-komoditas pertanian AS, seperti keuntungan bagi petani, akses untuk masuk pasar internasional, hingga pengaruhnya terhadap kondisi pasar luar negeri, termasuk Indonesia.
Peran Pemerintah AS dalam Sektor Pertanian Negara
Pemerintah AS melindungi dan mengatur seluruh kebijakan sektor pertanian dengan menyediakan berbagai program pembayaran, hingga berperan sebagai penyedia pasar hasil produksi pertanian, baik domestik maupun internasional. Safety net disediakan bagi para produsen pertanian untuk melindungi produksi pertanian dan profitabilitas dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan adanya berbagai masalah yang muncul akibat perbedaan cuaca maupun harga pasar, serta memastikan pasokan pangan nasional tetap stabil. Dukungan tersebut pada skala domestik lebih condong kepada lima besar komoditas pertanian AS, seperti jagung, kedelai, gandum, kapas dan beras. Kelima komoditas tersebut merupakan hasil panen utama dan paling berpengaruh di AS.
Dukungan pemerintah AS yang antara lain berupa pemberian subsidi atas lahan pertanian, nilai tanaman dan keuntungan produsen pertanian, secara ekonomi, merupakan proteksi akibat sistem pasar yang ada tidak mampu menyeimbangkan antara pasokan komoditas dengan permintaan. Konsumen hanya memperhatikan permintaan dan membeli jumlah komoditas lebih kecil atau besar, dengan tidak merespon perubahan harga. Sementara itu, para petani juga tidak merespon perubahan harga karena terkonsentrasi pada pasokan atau hasil yang dimilikinya, dengan meningkatkan atau mengurangi produksi. Ketidakseimbangan tersebut dapat mengakibatkan adanya pasokan yang tidak memadai, atau sebaliknya, di mana terjadi kelebihan hasil pertanian. Sehingga, jika hasil pertanian terlalu besar dan konsumen hanya sedikit yang membutuhkan, misalnya, maka bisa dipastikan bahwa harga komoditas menjadi rendah.
Atas dasar ekonomi di atas kemudian dibuatlah program untuk mendukung komoditas pertanian AS. Program pemerintah tersebut bertujuan untuk menstabilkan dan melindungi pendapatan produsen pertanian dengan menggeser beberapa resiko kepada pemerintah. Resiko yang ada, secara jangka pendek, adalah ketidakstabilan harga pasar dan penyesuaian produktivitas untuk jangka panjang. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga kondisi ekonomi AS pada sektor pertanian sehingga dapat memanfaatkan keunggulan komparatif, agar dapat terjamin produksi bahan pangan dan juga mampu bersaing secara global.
Pemerintah AS melalui Departemen Pertaniannya (United State Department of Agriculture - USDA) memberikan subsidi pertanian setiap tahun rata-rata mencapai hingga 20 miliar dolar AS kepada para petani dan pemilik lahan pertanian. Tabel III.1 di bawah menunjukkan bahwa selama lima tahun USDA telah melakukan pembayaran atas subsidi pertanian kepada lebih dari 3,6 juta penerima. Para penerima, menurut Environmental Working Groups (EWG) adalah para petani, baik secara individu maupun kelompok, pemilik tanah dan perusahaan-perusahaan pertanian.
Tabel Subsidi Pertanian Tahun 1998-2002 (Dolar AS)
Sumber: Diolah dari http://farm.ewg.org/region.php?fips=00000&progcode=total&yr=2008, (diakses pada 4 September 2012).
Dari total keseluruhan subsidi tersebut, sekitar 8,8 miliar dolar AS atau 13 persen untuk conservation subsidies, 7,5 miliar dolar AS atau 8 persen untuk disaster subsidies, 75,9 miliar dolar AS atau 62 persen untuk commodity subsidies, dan sisanya sebesar 7,2 miliar dolar AS atau sekitar 17 persen untuk crop insurance premium subsidies. Perbandingan besarnya setiap subsidi dari tahun 1998 hingga 2002 dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Tabel Pembayaran Conservation Subsidies, Disaster Subsidies, Commodity Subsidies dan Crop Insurance Premium Subsidies, 1995-2002. (Dolar AS)
Sumber: Diolah dari “USDA subsidies for farms,” Environmental Working Group Online, http://farm.ewg.org/regiondetail.php?fips=00000&summlevel=2&statename=theUnitedStates (diakses pada 4 september 2012).
Commodity subsidies merupakan subsidi yang sangat penting bagi para petani dan pelaku pertanian di AS. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pendapatan para petani AS, dengan direct payments sebagai instrument vital dalam menjamin tujuan tersebut. Dalam kurun 1998 hingga 2002, USDA telah memberikan pembayaran subsidi kepada 2,9 juta penerima dengan total pembayaran hingga sebesar 75,8 miliar dolar AS. Commodity subsidies sendiri dibagi menjadi tiga jenis yaitu direct payment, counter-cyclical payment dan marketing loan.
Direct payments, atau pembayaran tunai, diberikan kepada petani dan atau pemilik tanah atas komoditas pilihan. Selain itu, direct payments tidak bergantung pada harga pasar, serta berdasarkan payment rateyang telah ditetapkan.
Tabel Standar Nilai Direct Payments Beberapa Komoditas Pilihan 1999-2002 (dolar AS)
Sumber: Jim Monke, “Farm Commodity Programs: Direct Payment, Counter-Cyclical Payment, and Marketing Loans” CSR Report for Congress (2009): 7. http://www.nationalaglawcenter.org/assets/crs/RL33271.pdf (diakses pada 3 September 2012).
Besarnya direct payment yang diterima para petani dari setiap tanaman yang ditanamnya dapat dihitung berdasarkan pada 85 persen dari ‘base acre’ dikalikan dengan ‘direct paymet yield’ untuk setiap lahan (ladang usaha) dan ‘payment rate' per satuan komoditas tertentu. MenurutEconomic Research Services USDA, direct payment adalah:
“…is based on 85% of the eligible “base acres” multiplied by the “direct payment yield” for each farm and the “payment rate” per unit. The direct payment yield is a historical average yield for the farm, recorded similarly to the base acreage. The adjustment factor of 85% reduces the number of acres eligible for payments and was instituted under previous farm bills toreduce Federal expenditures.”
Salah satu contoh direct paymet dapat dilihat dari kasus sebuah ladang seluas 1.000 acre di Montgomery County, Illinois, yang memiliki base acre jagung sebesar 400 acre dan kedelai sebesar 600 acre. Direct payment yield adalah 110 bushel/acre untuk jagung dan 35 bushel/acre untuk kedelai. Dan dengan payment rate yang telah ditentukan, penghitungannya adalah seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
Tabel Contoh Direct Payments
Sumber: Jim Monke, “Farm Commodity Programs: Direct Payment, Counter-Cyclical Payment, and Marketing Loans” CSR Report for Congress (2009): 7. http://www.nationalaglawcenter.org/assets/crs/RL33271.pdf (diakses pada 3 September 2012).
Tabel menunjukkan bahwa pada tahun tanam 1999, USDA memberikan pembayaran komoditas (direct payment) sebesar 10.472 dolar AS untuk jagung dan 7.854 dolar AS untuk kedelai kepada pemilik lahan 1.000 acre tersebut.
Counter-cyclical payments (CC payment) merupakan program pembayaran yang mencakup komoditas tertentu ketika effective market price lebih rendah dari target harga yang telah ditentukan. Menurut Jim Monke, CC payment adalah:
“counter-cyclical payments compensate for the difference between a crop’s target price and a lower effective market price. The target price is a statutory benchmark defined in the farm bill. The effective price is the direct payment rate plus the higher of the national season-average market price or the national loan rate. When effective market prices exceed the target price, no payment is made.”
Sama halnya dengan direct payment, CC payment juga bergantung pada luas areal pertanian (base acres), counter-cyclical payment yield, serta tidak tergantung pada hasil produktifitas komoditas yang ditanam. Akan tetapi, sistem pembayaran ini tidak bergantung pada harga pasar, sehingga menyebabkan besarnya pembayaran berbeda-beda setiap tahunnya.
Tabel Contoh CC Payments
Sumber: Jim Monke, “Farm Commodity Programs: Direct Payment, Counter-Cyclical Payment, and Marketing Loans” CSR Report for Congress (2009): 7. http://www.nationalaglawcenter.org/assets/crs/RL33271.pdf (diakses pada 3 September 2012).
Tabel merupakan contoh dari CC Payment. Menggunakan beberapa data dari contoh direct payment sebelumnya, misalkan pembayaran untuk counter-cyclical yield pertanian adalah 125 bushel/acre untuk jagung dan 40 bushel/acre untuk kedelai. Harga pasar rata-rata pada tahun 1999 adalah sebesar 2.63 dolar/bushel untuk jagung dan 5.80 dolar/bushel untuk kedelai. Setelah menambahkan harga pasar (the season-average market price) dengan tingkat pembayaran langsung (direct payment rate) untuk menghitung harga efektif pasar (the effective price), tingkat CC Payment (counter-cyclical payment rate) yang dihasilkan adalah 0.15 dolar/bushel untuk jagung dan 0 dolar AS untuk kedelai. Jagung menerima pembayaran CC Payment karena harga yang efektif kurang dari target harga, namun kedelai tidak menerima pembayaran karena harga yang efektif melebihi target harga. Sehingga, besarnya CC Payment untuk jagung adalah 6.375 dolar AS.
Sementara itu, berbeda dengan kedua program sebelumnya, marketing loan dapat digunakan hampir semua tanaman yang disahkan USDA. Sistem pembayaran marketing loan ini memungkinkan penghasil komoditas tertentu untuk menerima pinjaman dari USDA dalam bentuk commodity-specific loan rate per unit, dengan menjaminkan hasil produksi sebagai jaminan kredit. Para petani, dengan program ini, akan mendapatkan pinjaman untuk seluruh atau sebagian untuk memproduksi komoditas yang akan ditanam dengan menjaminkan hasil panen komoditas terlebih dahulu.
Perbedaan sistem pembayaran marketing loan dengan dua sebelumnya adalah tidak adanya formula untuk menghitung pinjaman yang akan diberikan. Hal ini dikarenakan marketing loan menggunakan sistem negosiasi dan USDA pengaturannya berdasar pada tingkat lokal loan rate, sebagai adanya perbedaan spasial antara pasar dan transportasi daripada distribusi.
Tujuan utama loan program ini adalah untuk memberikan petani pinjaman jangka pendek untuk membayar biaya produksi sampai komoditas terjual. Tanpa sistem tersebut, akan menyebabkan banyak petani merugi akibat terpaksa menjual hasil pertaniannya ketika market price rendah. Marketing loan mendorong para petani untuk mampu menjual hasil panennya tanpa mengalami kerugian akibat ketidakpastian market price. Selain itu, program ini tidak selalu berorientasi pada keadaan pasat yang tidak stabil, namun juga berusaha untuk memberikan keuntungan dalam bentuk pendapatan yang tinggi atas hasil panen yang terjual habis di pasaran.
Terdapat empat mekanisme program marketing loan yang berguna untuk memberikan keuntungan apabila market price berada dibawah loan rate ketika proses pemberian pinjaman, antara lain (1) loan deficiency payment (LDP), yakni merupakan pembayaran tunai langsung (direct payment) atas keuntungan yang didapat untuk membayar pinjaman berapa pun keuntungannya sesuai dengan LDP rates yang ditentukan; (2) marketing loan gain (MLG), yakni setelah mendapatkan pinjaman, petani yang menggunakan mekanisme ini akan membayar dengan harga terendah daripada nilai pinjaman asli, dan menjadikan perbedaan yang ada sebagai keuntungan pinjaman; (3) certificate gain, yang hampir sama dengan MLG namun tanpa batas pembayaran tertentu karena petani dapat membayar pinjaman dengan menggunakan sertifikat tanaman sebagai pengganti pembayaran tunai; dan (4) forfeiting the collateral, merupakan pembiayaan terburuk dengan cara penyerahan jaminan (komoditas) dan mengambil uang pinjamannya.
Setiap mekanisme marketing loans diatas pada dasarnya tidak terbatas pembayarannya. Meskipun USDA telah membatasi setiap petani sebesar 75 ribu dolar AS, namun pada nyatanya jumlahnya bisa lebih besar merujuk pada beberapa aturan yang berlaku. Terlebih lagi, penggunaan mekanisme certificate gain dan forfeiting commodities telah ditetapkan tidak ada batas peminjaman yang akan didapatkan petani.
Keseluruhan penjelasan mengenai program komoditas pertanian yang telah dijelaskan diatas pada dasarnya merupakan program wajib yang berlandaskan pada undang-undang pertanian AS. Dan bukan merupakan deskresi yang bergantung pada alokasi tahunan. Seluruh kebijakan pembayaran safety net dilakukan pada kondisi yang berlaku dan yang telah ditetapkan, terlepas dari proyeksi anggaran pertanian keseluruhan. Hasil dari penggunaan program tersebut akan tersaji pada tabel di bawah ini:
Tabel Tipe Dan Subsidi Komoditas Pertanian (Miliar Dolar AS)
Sumber: CRS dalam Jim Monke, “Farm Commodity Programs: Direct Payment, Counter-Cyclical Payment, and Marketing Loans” CSR Report for Congress (2006). http://www.nationalaglawcenter.org/assets/crs/RL33271.pdf (diakses pada 3 September 2012), hlm 25.
Keterangan: * termasuk didalamnya certificate gains and forfeiting commodities.
Data pada Tabel menunjukkan besarnya pembayaran (subsidi) per tahun, dimulai tahun 2003 hingga 2008, untuk komoditas pertanian melalui direct payments, CC payments dan marketing loans. Dapat diketahui bahwa jumlah pembayaran untuk tahun 2003 yang sebesar 6,7 miliar dolar AS, menjadi sebesar 14,4 miliar dolar AS pada tahun 2006. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan pembiayaan commodity subsidies yang dilakukan USDA. Meski pada tahun selanjutnya mengalami penurunan, 13,9 miliar dolar AS tahun 2007 dan 11,8 miliar dolar AS tahun 2008, menurut laporan USDA, jumlah tersebut tidak termasuk subsidi bencana, darurat dan alokasi tambahan lainnya.
Pada bagian type of payment, tipe direct payments yang terjadi setiap tahun tanam hampir konstan sekitar 5,2 miliar dolar AS per tahun. Namun, pembayaran tahun fiskal 2006-2007 turun menjadi sekitar 4,5 miliar dolar AS, sebagai akibat dari adanya pemotongan rasio uang muka yang harus dikeluarkan USDA pada tahun tersebut dan disesuaikan dengan aturan perundangan The Deficit Reduction Act of 2005.
Pada bagian CC payments dan marketing loans jumlah yang harus dikeluarkan untuk pembayaran komoditas bersifat fluktuatif, dapat bervariasi dari waktu ke waktu. Hal ini dikarenakan kedua tipe pembayaran subsidi tersebut tergantung pada market price. Nilai CC payments berkisar dari kurang 1 miliar dolar AS pada tahun 2004 menjadi sekitar 5,1 miliar di tahun 2007, bervariasi di tahun-tahun lainnya. Sementara itu, pada marketing loans, sebagian besar keuntungan adanya program ini terjadi pada mekanisme LDP daripada marketing loan gains maupun certificate loans dan forfeiting commodities. Akan tetapi, keduanya dapat dipahami bahwa, jika nilai pembayaran program tersebut rendah menandakan bahwa nilai atau harga hasil panen lebih baik dari target price untuk CC payments maupun loan rate pada marketing loans, begitu juga sebaliknya.
Pada bagian commodity dalam Tabel, biji-bijian yang termasuk kelompok feed grains (terutama jagung) lebih banyak mendapatkan keuntungan atas adanya dukungan pembayaran (subsidi), diikuti oleh kapas, gandum, dan minyak sayur (terutama kedelai) dan beras pada Gambar. Peringkat yang berdasar pada pembayaran yang telah dikeluarkan tersebut tergantung pada alokasi lahan, relatifitas market price terhadap target harga yang ditetapkan, dan subsidi per acre. Selain itu, perbedaan peringkat juga dapat disebabkan oleh penggunaan kriteria subsidi per satuan tertentu, seperti satuan acre atau satuan lahan dalam hektar.
Jaminan Kredit Ekspor AS: Commodity Credit Corporation Export Credit Guarantee Program General Sales Marketing 102 atau GSM-102
Produktivitas pertanian AS yang tumbuh lebih cepat dari pangan domestik membuat petani AS dan perusahaan-perusahaan pertanian sangat bergantung pada pasar ekspor untuk mempertahankan harga dan pendapatannya. Dengan keunggulan komparatif dalam banyak produk, perdagangan pertanian merupakan kontributor yang signifikan bagi perekonomian AS secara keseluruhan serta seluruh ekonomi dunia. Meskipun pangsa ekspor berbagai macam produk-produk pertanian dunia telah jatuh dari waktu ke waktu, yakni dari 17 persen pada tahun 1980 menjadi 10 persen pada tahun 2007, AS tetap menjadi eksportir terkemuka dan importir tunggal terbesar beberapa produk pertanian di dunia.
Tingginya ekspor komoditas pertanian AS merupakan salah satu peran Pemerintah AS yang menggunakan subsidi ekspor, selain adanya subsidi tunai, untuk membantu para petani untuk memasarkan hasil-hasil pertaniannya. Merujuk pada undang-undang Federal Agriculture Improvement and Reform Act of Public Law 104-127 1996, pemerintah AS melalui USDA kembali mengesahkan penggunaan program Export Credit Guarantees (ECG), umumnya sering diistilahkan dengan GSM-102 (Commodity Credit Corporation Export Credit Guarantee Program General Sales Marketing 102 atau GSM-102). Program tersebut pertama kali diberlakukan atas dasar Undang-Undang the Agricultural Trade Act pada tahun 1978.
“An Export Credit Guarantee Program that covers credit terms up to 3 years. The program underwrites credit extended by the private banking sector to approved foreign banks using dollar-denominated, irrevocable letters of credit to pay for U.S.-grown food and agricultural products sold to foreign buyers. The CCC guarantee typically covers 98% of principal and a portion of interest.”
GSM-102 sebagai program penjaminan kredit ekspor, sangat dibutuhkan oleh para importer. Tujuan dibuatnya program ini jika merujuk pada undang-undang federal AS nomor tujuh tentang pertanian adalah untuk meningkatkan ekspor berbagai komoditas pertanian, untuk bersaing dengan ekspor pertanian negara lainnya dan untuk membantu negara- negara yang membutuhkan produk-produk pertanian AS, khususnya negara berkembang, dalam memenuhi konsumsi makanan dalam negerinya. Polis kredit dari program ini diberikan oleh sektor perbankan swasta di AS kepada bank-bank asing yang disetujui menggunakan denominasi dolar untuk membayar produk pertanian AS yang dijual ke pembeli asing. Jaminan GSM 102 bisa mencakup hingga 98 persen dari harga pokok dan sebagian bunga.
Sejak pertama berdiri tahun 1978 hingga sekarang, USDA telah memberikan penjaminan kredit hampir di seluruh penjuru dunia, terutama negara berkembang. Program ini memberikan alokasi hingga 5,5 miliar dolar AS per tahun. Hal ini menyebabkan banyak konsumen produk-produk pertanian memilih menggunakan produk-produk pertanian utama AS seperti gandum, jagung dan kedelai, bahkan bungkilnya pun tetep manarik pembeli untuk kebutuhan tertentu. Negara-negara yang kurang cukup modal untuk mendapatkan produk-produk pertanian AS seperti negara-negara di Afrika, Timur Tengah, Karibia, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia Tenggara, Korea Selatan, Meksiko dan Turki banyak memilih menggunakan program tersebut.
Pengaruh Kebijakan GSM 102 Bagi Perdagangan Kedelai di Indonesia
Seperti yang telah dijelaskan di atas, program penjaminan kredit ekspor GSM-102 merupakan salah satu kebijakan perdagangan pertanian untuk mendukung pembiayaan ekspor komersial produk-produk pertanian AS ke pasar-pasar internasional. Indonesia merupakan salah satu negara pengguna program penjaminan kredit tersebut. Indonesia dengan penduduk yang mencapai 216 juta jiwa dengan angka pertumbuhan 1,7% per tahun mengindikasikan besarnya bahan pangan yang harus tersedia, salah satunya kebutuhan akan kedelai yang meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di negara tersebut.
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 menjadikan Pemerintah Indonesia kesulitan untuk mendapatkan modal yang digunakan untuk mendatangkan kedelai dari luar negeri. Terlebih lagi, dengan harga dolar AS yang naik lebih dari 250%, yakni menjadi 11 ribu per rupiah, sangat kecil kemampuan importir untuk mendatangkan kedelai impor dari pasar internasional. Pemerintah Indonesia ketika itu harus membuka impor kedelai, di mana pasar kedelai harus diberikan kepada sektor swasta. Hal ini sesuai dengan kesepakatan liberalisasi perdagangan secara menyeluruh antara IMF dengan Pemerintah Indonesia, dengan ditandai dengan adanya Letter of Intens antara keduanya.
Liberalisasi perdagangan tersebut menjadikan kedelai impor mudah masuk ke pasar Indonesia, dan dengan pajak bea masuk yang mencapai hingga 0%, serta pemerintah diharuskan menyerahkan segala urusan tentang kedelai kepada pasar. Di sisi lain, Pemerintah AS memberikan kebijakan GSM-102 kepada para importir komoditas pertanian AS, mengingat saat itu para petani AS memiliki hasil panen yang melimpah sedangkan hanya sedikit yang dibutuhkan pasar, yang pada waktu itu dilanda krisis, khususnya negara-negara di Benua Asia. Untuk volume ekspor kedelai AS ke Indonesia itu sendiri dapat dilihat pada Grafik berikut.
Grafik Volume Ekspor Kedelai AS ke Indonesia
Sumber: Diolah dari http://www.soystats.com (diakses pada 3 September 2012).
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah ekspor kedelai dari AS ke Indonesia. Meski jumlah tersebut mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya, jumlah tersebut masih jauh lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah yang diekspor sebelum tahun 1999. Tingginya ekspor komoditas pertanian AS merupakan salah satu bentuk peran PemerintahAS dalam menggunakan program subsidi ekspor, yang bertujuan untuk menjamin keuntungan para petani kedelai AS.
USDA telah memberikan jaminan kredit ekspor sebesar 98,5 juta dolar kepada PT Cargil Indonesia untuk mendatangkan kedelai AS pada tahun 1999. Sehingga pada tahun tersebut, program GSM-102 telah memberikan bantuan kepada importir sebesar 48,7% dari seluruh biaya yang harus dikeluarkan. Data dari soystat.com menunjukkan bahwa total yang harus dibayarkan importir kedelai Indonesia adalah 202 juta dolar AS. Dapat dikatakan bahwa dengan adanya program tersebut perusahaan importir tidak perlu untuk membayarkan total pembayaran dengan dana mereka sendiri, karena sebagian pembayarannya telah dibantu oleh USDA.
Kebijakan AS pada akhirnya juga memberikan pengaruh yang besar pada harga kedelai di Indonesia. Di pasar Indonesia, harga kedelai impor asal AS seharga Rp. 250 – Rp. 300 per kilogram. Sementara itu, harga kedelai lokal yang mencapai Rp. 350 – Rp. 400 per kilogram. Selain meningkatnya kedelai impor asal AS di perdagangan kedelai Indonesia dengan harga yang cukup terjangkau, program GSM-102 juga membuat kedelai impor asal AS semakin dominan dalam menguasai perdagangan komoditas pertanian di Indonesia setelah tahun 1999. Jika pada tahun 1997 dan 1998 kedelai impor asal AS hanya berjumlah sekitar 385 ribu ton dan 320 ribu ton, terjadi kenaikan yang cukup bertolak belakang dengan kenaikan pada tahun 1999 yang total impornya mencapai 700 ribu ton.
Fenomena di atas kemudian seakan menyebabkan peralihan konsumsi dari kedelai lokal kepada kedelai impor. Kedelai impor AS mampu menguasai dan mendominasi pasar Indonesia dengan kelebihan harganya yang cukup terjangkau dibandingkan dengan kedelai lokal, menjadikan masyarakat Indonesia bergantung pada pasokan kedelai impor asal AS.