Transaksi E-Commerce Dalam Tinjauan Hukum Islam
Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek Mu'âmalah dari sistem Islam, sehingga kaidah fiqih yang digunakan dalam mengidentifikasi transaksitransaksi ekonomi juga menggunakan kaidah fiqih Mu'âmalah. Kaidah fiqih Mu'âmalah adalah “al-ashlu fî al-muâ’malati al-ibâhah hattâ yadullu ad-dalîilu 'ala tahrîmiha” (hukum asal dalam urusan Mu'âmalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan dengan Mu'âmalah yang tidak ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam (al-Qur`an maupun al-Hadîst), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.
Kaidah fiqih dalam Mu'âmalah di atas memberikan arti bahwa dalam kegiatan Mu'âmalah yang notabene urusan ke-dunia-an, manusia diberikan kebebasan sebebasbebasnya untuk melakukan apa saja yang bisa memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, sesamanya dan lingkungannya, selama hal tersebut tidak ada ketentuan yang melarangnya. Kaidah ini didasarkan pada Hadîst Rasulullah yang berbunyi: “antum a’lamu bi ‘umurid dunyâkum” (kamu lebih tahu atas urusan duniamu). Bahwa dalam urusan kehidupan dunia yang penuh dengan perubahan atas ruang dan waktu, Islam memberikan kebebasan mutlak kepada manusia untuk menentukan jalan hidupnya, tanpa memberikan aturan-aturan kaku yang bersifat dogmatis. Hal ini memberikan dampak bahwa Islam menjunjung tinggi asas kreativitas pada umatnya untuk bisa mengembangkan potensinya dalam mengelola kehidupan ini, khususnya berkenaan dengan fungsi manusia sebagai khalifah Allah di bumi.
Efek yang timbul dari kaidah fiqih Mu'âmalah di atas adalah adanya ruang lingkup yang sangat luas dalam penetapan hukum-hukum Mu'âmalah, termasuk juga hukum ekonomi. Ini berarti suatu transaksi baru yang muncul dalam fenomena kontemporer yang dalam sejarah Islam belum ada/dikenal, maka transaksi tersebut “dianggap” diperbolehkan, selama transaksi tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip yang dilarang dalam Islam.
Salah satu fenomena mu'amalah dalam bidang ekonomi adalah transaksi jual beli yang menggunakan media elektronik. Aktivitas perdagangan melalui media internet ini populer disebut dengan electronic commerce (e-commerce). E-commerce tersebut terbagi atas dua segmen yaitu business to business e-commerce (perdagangan antar pelaku usaha) dan business to consumer ecommerce. (perdagangan antar pelaku usaha dengan konsumen).
Di Indonesia, fenomena e-commerce ini sudah dikenal sejak tahun 1996 dengan munculmya situs http://www.sanur.com/ sebagai toko buku on-line pertama.
Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 tersebut mulai bermunculan berbagai situs yang melakukan e-commerce. Sepanjang tahun 1997-1998 eksistensi ecommerce di Indonesia sedikit terabaikan karena krisis ekonomi namun di tahun 1999 hingga saat ini kembali menjadi fenomena yang menarik perhatian meski tetap terbatas pada minoritas masyarakat Indonesia yang mengenal teknologi.
Salah seorang pakar internet Indonesia, Budi Raharjo, menilai bahwa Indonesia memiliki potensi dan prospek yang cukup menjanjikan untuk pengembangan e-commerce. Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan ecommerce ini seperti keterbatasan infrastruktur, ketiadaan undang-undang, jaminan keamanan transaksi dan terutama sumber daya manusia bisa diupayakan sekaligus dengan upaya pengembangan pranata e-commerce itu (Info Komputer edisi Oktober 1999: 7).
Dalam bidang hukum misalnya, hingga saat ini Indonesia belum memiliki perangkat hukum yang mengakomodasi perkembangan e-commerce. Padahal pranata hukum merupakan salah satu ornamen utama dalam bisnis. Dengan tiadanya regulasi khusus yang mengatur mengatur perjanjian virtual, maka secara otomatis perjanjianperjanjian di internet tersebut akan diatur oleh hukum perjanjian non elektronik yang berlaku. Hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak berdasarkan pasal 1338 KUHPerd. Asas ini memberi kebebasan kepada para pihak yang sepakat untuk membentuk suatu perjanjian untuk menentukan sendiri bentuk serta isi suatu perjanjian. Dengan demikian para pihak yang membuat perjanjian dapat mengatur sendiri hubungan hukum diantara mereka.
Sebagaimana dalam konsep perdagangan, e-commerce menimbulkan perikatan antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi. Implikasi dari perikatan itu adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat. Di dalam hukum perikatan Indonesia dikenal apa yang disebut ketentuan hukum pelengkap. Ketentuan tersebut tersedia untuk dipergunakan oleh para pihak yang membuat perjanjian apabila ternyata perjanjian yang dibuat mengenai sesuatu hal ternyata kurang lengkap atau belum mengatur sesutu hal. Ketentuan hukum pelengkap itu terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan khusus untuk jenis perjanjian tertentu.
Sekarang bagaimana dengan pandangan Islam tentang hal ini. Jual-beli merupakan salah satu jenis mu'amalah yang diatur dalam Islam. Melihat bentuknya ecommerce pada dasarnya merupakan model transaksi jual-beli juga, cuma dikategorikan sebagai jual beli modern karena mengimplikasikan inovasi teknologi Secara umum perdagangan secara Islam menjelaskan adanya transaksi yang bersifat fisik, dengan menghadirkan benda tersebut sewaktu transaksi, sedangkan e-commerce tidak seperti itu. Dan permasalahannya juga tidaklah sesederhana itu. E-commerce merupakan model perjanjian jual-beli dengan karakteristik dan aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual-beli biasa, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Adaptasi secara langsung ketentuan jualbeli biasa akan kurang tepat dan tidak sesuai dengan konteks e-commerce. Oleh karena itu perlu analisis apakah ketentuan hukum yang ada dalam hukum Islam sudah cukup relevan dan akomodatif dengan hakekat e-commerce atau perlu pemahaman khusus tentang hukum bertransaksi e-commerce. Beberapa permasalahan yang muncul dalam aktivitas e-commerce, antara lain:
1. otentikasi subyek yang membuat transaksi melalui internet;
2. obyek transaksi yang diperjualbelikan;
3. mekanisme peralihan hak;
4. hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam transaksi baik penjual, pembeli, maupun para pendukung seperti perbankan, internet service provider (ISP), dan lain-lain;
5. legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tanan digital sebagai alat bukti.
6. mekanisme penyelesaian sengketa;
7. pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian sengketa.
Diperlukan analisa khusus dengan metode istinbath hukum kontemporer untuk bisa menentukan jawaban atas masalah-masalah di atas. Sekilas transaski e-commerce sama dengan transaksi as-salâm, pada saat akad tanpa menghadirkan benda yang dipesan, tetapi dengan ketentuan harus dinyatakan sifat benda secara kongkret, dan diserahkan kemudian sampai batas waktu tertentu. Tapi apakah memang sama demikian.
Maka untuk menjawab hal-hal berkaitan dengan masalah itu penulis menjadikannya sebagai obyek penelitian dengan judul " Transaksi E-Commerce dalam Tinjauan Hukum Islam".
BAB II
PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, permasalahan utama yang akan di jawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan hukum Islam tentang transaksi e-commerce.
Permasalahan lain yang akan turut di jawab dalam penelitian ini dirumuskan dan dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Kaidah Fiqh apakah yang digunakan untuk memahami substansi hukum bertransasi e-commerce?
2. Apakah secara konseptual e-commerce sama dengan transaksi as-salâm?
BAB III
TUJUAN PENELITIAN
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui banaimanakah pandangan hukum Islam tentang transaksi e-commerce. . Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kaidah Fiqh apakah yang digunakan untuk memahami substansi hukum bertransaksi e-commerce?
2. Mengetahui apakah secara konseptual e-commerce sama dengan transaksi assalâm?
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Konsepsi Hukum Islam
Pengertian hukum Islam oleh beberapa tokoh Islam (ulama) berbeda dengan syari'ah dan fiqh. Kedua istilah terakhir sering digunakan dalam literatur bahasa Arab, dan sering kali berbeda ketika diterjemahkan dalam bahasa lain. Secara terminologi misalnya, syari'ah menurut Syekh Mahmud Syaltut, mengandung arti hukum-hukum dan tata aturan dari Allah bagi hamba-hambaNya (Hasbi, 1993:21). Dan ditambahkan oleh Manna' al-Qathan menyangkut aqidah , ibadah, akhlak dan mu'amalah (Djamil, 1997:7).
Adapun fiqh secara terminologis, menurut Abu Zahrah adalah mengetahui hokum-hukum syara' yang bersifat 'amaliyah yang dikaji dari dalil-dalilnya secara terperinci (Zahrah, 1958:56).
Adapun Hukum Islam merupakan istilah khas Indonesia yang diterjemahkan secara harfiyah dari term Islamic Law dari litertur Barat. Hasby Ash-Shieddieqy dalam bukunya Falsafah Hukum Islam memberikan definisi hukum Islam dengan "koleksi daya upaya fuqaha dalam menerapkan syari'at Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat" (Barkatullah, 2006:3).
4.2. Prinsip-prinsip dalam bidang Mu'amalah
Imtihan Asy-Syafi'i menjelaskan bahawa prinsip-prinsip Mu'âmalah berbeda dengan prinsip-prinsip akidah ataupun ibadah. Dr. Muhammad 'Utsman Syabir dalam alMu'âmalah al-Mâliyah al-Muâashirah fî al-Fiqh al-Islâmi menyebutkan prinsipprinsip itu, yaitu:
1. Fiqh Mu'âmalah dibangun di atas dasar-dasar umum yang dikandung oleh beberapa nash berikut :
a. Firman Allah,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil; kecuali dengan cara perdagangan atas dasar kerelaan di antara kalian." (QS. An-Nisa`: 29)
"Janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil dan janganlah kalian menyuap dengan harta itu, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 188)
b. Firman Allah,
"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)
c. Ibnu 'Umar ra menyatakan bahwa Rasulullah saw. melarang jual beli gharar (mengandung ketidakjelasan). (HR. Muslim, 10/157 dan al-Baihaqiy di dalam as-Sunanul Kubra, 5/338).
Abdul Ghafur Anshari, menyimpulkan bahwa dalam setiap transaksi yang dilakukan tidak boleh mengandung unsur perjudian (maisyir), unsur ketidakjelasan (gharar), unsur riba, dan unsur bathil (Anshari, 2007:3)
2. Pada asalnya, hukum segala jenis Mu'âmalah adalah boleh. Tidak ada satu model/jenis Mu'âmalah pun yang tidak diperbolehkan, kecuali jika didapati adanya nash shahih yang melarangnya, atau model/jenis mu'amalah itu bertentangan dengan prinsip mu'amalah Islam. Dasarnya adalah firman Allah,
"Katakanlah, 'Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal.'
Katakanlah, 'Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini), ataukah kamu mengada-ada atas nama Allah." (QS. Yunus: 59)
3. Fiqh mu'amalah mengompromikan karakter tsubût dan murûnah. Tsubût artinya tetap, konsisten, dan tidak berubah-ubah. Maknanya, prinsip-prinsip Islam baik dalam hal akidah, ibadah, maupun mu'amalah, bersifat tetap, konsisten, dan tidak berubah-ubah sampai kapan pun. Namun demikian, dalam tataran praktis, Islam; khususnya dalam mu'amalah; bersifat murûnah. Murûnah artinya lentur, menerima perubahan dan adaptasi sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang tersebut.
4. Fiqh Mu'âmalah dibangun di atas prinsip menjaga kemaslahatan dan 'illah (alasan disyariatkannya suatu hukum).
Tujuan dari disyariatkannya Mu'âmalah adalah menjaga dharûriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. Prinsip-prinsip Mu'âmalah kembali kepada hifzh al-lmâl (penjagaan terhadap harta), dan itu salah satu dharûriyatul khamsah (dharurat yang lima).
Sedangkan berbagai akad; seperti jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain; disyariatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan menyingkirkan kesulitan dari mereka. Bertolak dari sini, banyak hukum Mu'âmalah yang berjalan seiring dengan maslahat yang dikehendaki Syari' ada padanya. Maknanya, jika maslahatnya berubah, atau maslahatnya hilang, maka hukum Mu'âmalah itu pun berubah. Al-'Izz bin 'Abdussalam menyatakan, "Setiap aktivitas yang tujuan disyariatkannya tidak terwujud, aktivitas itu hukumnya batal." Dengan bahasa yang berbeda, asy-Syathibiy sependapat dengan al-'Izz. Asy-Syathibiy berkata, "Memperhatikan hasil akhir dari berbagai perbuatan adalah sesuatu yang mu'tabar (diakui) menurut syariat." (Asy-Syafi'i, http://an-nuur.org)
4.3. E-commerce
E-commerce adalah singkatan dari kata berbahasa Inggris Electronic commerce, atau juga dikenal dengan istilah perdagangan elektronik atau e-dagang adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.
Industri teknologi informasi melihat kegiatan e-dagang ini sebagai aplikasi dan penerapan dari e-bisnis (e-business) yang berkaitan dengan transaksi komersial, seperti: transfer dana secara elektronik, SCM (supply chain management), epemasaran (e-marketing), atau pemasaran online (online marketing), pemrosesan transaksi online (online transaction processing), pertukaran data elektronik (electronic data interchange /EDI), dan lain-lain.
E-dagang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat pertama kali bannerelektronik dipakai untuk tujuan promosi dan periklanan di suatu halaman-web (website). Menurut Riset Forrester, perdagangan elektronik menghasilkan penjualan seharga AS$12,2 milyar pada 2003. Menurut laporan yang lain pada bulan oktober 2006 yang lalu, pendapatan ritel online yang bersifat non-travel di Amerika Serikat diramalkan akan mencapai seperempat trilyun dolar US pada tahun 2011 (Sumber: wikipedia).
Dalam pelaksanaannya E-commerce juga melalui tahapan-tahapan aktivitas tertentu yang biasa diistilahkan dengan proses bisnis sebagai berikut :
Gambar E-Commerce dan Proses Bisnis
Sumber: Kosiur, Understanding Electronic Commerce
4.4. Bai' as-salâm
As-salâm merupakan istilah dalam bahasa Arab yang mengandung makna penyerahan. secara sederhana transaksi as-salâm merupakan pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka. Para ahli fiqh berbeda pendapat dalam mendefinisikan transaksi as-salâm. Perbedaan ini didasari oleh perbedaan persyaratan yang dikemukakan oleh masing-masing mereka. An-Nawawi, mengemukakan bahwa as-salâm merupakan transaksi atas sesuatu yang masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan pembayaran dilakukan segera (An-Nawawi, 1405H:3). Dalam definisi tadi tidak disebutkan bahwa sesuatu yang berada dalam tanggungan tersebut diserahkan kemudian, karena menurutnya transaksi as-salâm juga boleh dengan penyerahan barang segera. Menurut al-Qurthubi, assalâm merupakan transaksi jual beli atas sesuatu yang diketahui dan masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan diserahkan kemudian dengan pembayaran harga segera/tunai atau dihukumkan sama dengan segera/tunai (alQurthubi, 1372H:378). Dalam hal ini mereka membolehkan pembayaran harga ditangguhkan dua atau tiga hari, karena hal itu dihukumkan sama dengan segera/tunai.
Dari berbagai perbedaan definisi yang disebutkan nampak ada beberapa poin yang disepakati. Pertama, disebutkan bahwa as-salâm merupakan suatu transaksi dan sebagian menyebutnya sebagai transaksi jual beli. Kedua, adanya keharusan menyebutkan kriteria-kriteria untuk sesuatu yang dijadikan obyek transaksi / almuslâm fîh. Ketiga, obyek transaksi / al-muslâm fîh harus berada dalam tanggungan.
As-salâm dibolehkan berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah.
BAB V
METODE PENELITIAN
Metode Pemilihan Daerah Penelitian
Karena transaksi e-commerce yang sudah sangat mengglobal, maka penulis fokuskan penelitian ini hanya yang terjadi di Indonesia. Hal tersebut didasarkan bahwa Indonesia memang merupakan pasar potensial transaksi e-commerce ini. Hal ini dikuatkan dengan fakta bahwa rangking pengguna hosting gratis terbanyaknya adalah orang Indonesia.
Berikut rangking sepuluh besar pengguna hosting tersebut:
(sumber : http://harrysimbolon.wordpress.com)
Jika melihat top 500 web rank yang dimuat di www.alexa.com, hampir disemua web terkenal – Indonesia selalu masuk sepuluh besar. Contohnya Web Multiply, Indonesia menduduki peringkat pertama, bahkan mengalahkan Amerika sekalipun.
5.2. Metode Pengambilan Sample
Pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan Cluster Random Sampling, guna memperoleh obyektifitas sample yang digunakan untuk penelitian, mengingat besarnya cakupan wilayah dan jumlah populasi (Ibrahim, 1996).
Populasi dalam penelitian ini adalah 5 alamat situs lokal kota Malang, baik yang menawarkan jasa seperti www.beritanet.com, atau tawaran investasi seperti http://www.tacoauthorized.com. Dan atau barang-barang tertentu yang tertampil di display web, seperti www.galerisehat.com.
5.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil bacaan buku-buku pustaka yang menjelaskan tentang konsep mu'amalah dan metode istinbaht hukum yang berkaitan dengan masalah sekaligus juga dari hasil pelacakan ke alamat-alamat website e-commerce yang menjadi obyek penelitian dan keterangan-keterangan lainnya di lapangan.
Sedangkan data sekunder di peroleh dari dokumentasi yang di miliki oleh websitewebsite tersebut, maupun yang terkait dengan tema penelitian ini, beserta data-data lainnya yang di peroleh dari internet, jurnal, dan data lain dari kajian pustaka. Instrumen dalam penelitian ini adalah yang termasuk dalam data primer, yang terdiri dari interview kepada para owner website e-commerce, yaitu interview yang untuk memahami praktek sesungguhnya transaksi e-commerce mereka selama ini.
5.4. Analisis Data
Studi ini menganalisis secara deskriptif guna menjelaskan atau menjawab masalah yaitu; bagaimanakah Kaidah Fiqh apakah yang digunakan untuk memahami substansi hukum bertransaksi e-commerce yang dipraktekkan selama ini. Sekaligus juga untuk memamarkan secara konseptual persamaan atau perbedaan transaksi ecommerce sama dengan transaksi as-salâm.
BAB VI
JADWAL PELAKSANAAN
Penelitian ini akan dilaksanakan selama delapan bulan dengan rincian sebagaimana berikut:
BAB VII
PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN
Penelitian ini membutuhkan biaya Rp 4.000.000,- (Empat juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut :
1. Bahan dan Peralatan Penelitian
a. Foto Copy Data Dokumen dan instrument penelitian : Rp 1.000.000,-
b. Tape Recorder & Kaset kosong : Rp. 500.000,-
c. Buku Referensi : Rp 500.000,-
d. Sewa internet : Rp 200.000,-
3. Transportasi, akomdasi dan konsumsi
a. Biaya transportasi turun lapangan : Rp 1.000.000,-
b. Akomodasi dan konsumsi : Rp. 500.000,-
4. Laporan Penelitian : Rp. 300.000,-
Jumlah : Rp 4.000.000,-
(Empat Juta Rupiah)
BAB VIII
PERSONALIA PENELITIAN
Ketua Peneliti
a. Nama dan Gelar Akademik : Azhar Muttaqin, S.Ag. M.Ag.
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIP UMM : 102.0611.0433
d. Disiplin Ilmu : Hukum Ekonomi Islam
e. Pangkat/Golongan : Asisten Ahli/3a
f. Jab. Fungsional/Struktural : Tenaga Pengajar/Ka. Lab. Syari'ah
g. Fakultas/Jurusan : Fak. Agama Islam - UMM/Syari'ah
h. Waktu Penelitian : 8 jam/minggu