Praktik Akuntansi Dan Perkembangan Akuntansi Syariah Di Indonesia
Akuntansi pada dasarnya adalah media pencatatan sekaligus penghitungan aktivitas ekonomi termasuk ragam transaksinya. Dengan demikian, antara mencatat dan menghitung dapat dianggap berkaitan antara makna account, measure, assess, evaluate, dan bahkan compute. Manusia eksis di dunia, sejak lahir hakekatnya secara tidak langsung berkaitan dengan aktivitas ekonomis konsumsi dan produksi. Sejarah ilmu pengetahuan, termasuk ilmu ekonomi pada awalnya telah ditemukan dan dikembangkan pada masa kejayaan Islam dengan tujuan utama adalah Falah (kebahagian dunia-akhirat secara material-spiritual) dan dasar utamanya adalah Tawhid yang bersumber hukum Al Qur’an dan As Sunnah yang mengajarkan tentang Satu Tuhan (Oneness of God) yaitu Alloh, demikian menurut Choudhury (2005).
Namun dalam perkembangannya, ilmu ekonomi oleh ilmuwan barat (west sciences) dengan paham Yahudi mengembangkan melalui manipulasi ataupun rekayasa dengan orientasi utama kebahagian dunia dengan penuh materi sebagaimana kapitalisme (capitalism).
Hal ini tidak hanya menjadi tanggunjawab ilmuwan muslim (muslem sciences) saja, karena ilmu ekonomi tidak hanya untuk umat Islam. Ilmu ekonomi termasuk ekonomi syariah adalah universal, untuk semua umat manusia di dunia. Demikian dengan ilmu akuntansi maupun akuntansi syariah. Tujuan implisit paper ini adalah menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dan fastabiqul khoirat, melalui pengembangan dan penggunaan pendekatan akuntansi syariah. Salah satu tujuan laporan laba (income statement) untuk semata-mata pengelolaan kemakmuran para pemodal (stockholders) adalah munkar. Hal tersebut perlu dibenahi, demikian juga dengan fastabiqul khoirat atau berlomba-lomba dalam kebaikan, dalam hal ini adalah mana yang lebih baik antara akuntansi konvensional (capitalists oriented) dengan akuntansi syariah (universal-ummah or human being oriented).
Dewasa ini, di sebagian besar negara di dunia, telah merespon positif perkembangan dan praktik-praktik ekonomi Islam, keuangan Islam, maupun akuntansi syariah. Telah banyak para ahli ekonomi syariah dari luar mengembangkan, meneliti, dan mengaplikansikannya (Choudhury, 2005). Demikian juga di Indonesia telah banyak ahlinya di bidang ekonomi Islam maupun akuntansi syariah (Barbara, 2008; Hidayat, 2002; Isgiyarta, 2009; Muhamad, 2002; Triyuwono, 2002; Wiroso, 2008).
Teori Akuntansi Dan Akuntansi Syariah
Kenyataan menunjukkan bahwa ilmu akuntansi terus berkembang dan dikembangkan menuju akuntansi yang paling ‘benar’. Dunia ekonomi internasional telah mengenal konseptual dan praktik akuntansi dan akuntansi syariah yang kebanyakan diterapkan pada lembaga keuangan seperti di praktik perbankan.
Teori akuntansi atau Accounting Theory. Secara umum akuntansi konvensional, membagi akuntansi menjadi dua kelompok besar, yaitu akuntansi keuangan (financial accounting) dan akuntansi manajemen (management accounting). Menurut Belkaoui (1996) teori akuntansi merupakan suatu sistem yang koheren pada tujuan (objectives) dan asumsi (assumptions) yang memerlukan perumusan standar yang berisi sesuai kondisi, fungsi, dan cakupan pelaporan keuangan (financial statements) beserta teknik praktisnya. Dengan kata lain, hal ini memerlukan proses penyusunan standar (standard-setting process) atau prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum (generally accepted accounting principles), harus menjadi acuan umum untuk mengembangkan teori akuntansi yang dapat diterima secara umum atau universal. Belkaoui (1996) juga menegaskan, bahwa teori akuntansi berkembang dan dikembangkan dalam asumsi yang berbeda-beda pada praktiknya menurut para pemikir/penulis akuntansi (writers), para peneliti (researchers), maupun para praktisi (practitioners). Asumsi-asumsi yang berbeda-beda tersebut membangun dan membentuk suatu teori melalu cara/jalan yang berbeda (various ways), sehingga teori akuntansi dibangun dalam pengaruh tiga hal: 1) berbagai paradigma, model, maupun frameworks yang berbeda yang berlomba untuk membentuk model akuntansi yang paling ‘benar’; 2) ‘kepentingan tetap’ dari pihak-pihak tertentu (vested interest groups) telah mendominasi pendapat sehingga membentuk suatu paradigma yang ‘dianggap’ benar secara umum; dan 3) adanya suatu politisasi (gradual politicization) yang terusmenerus mempengaruhi proses penyusunan standar.
Teori akuntansi menurut Deegan (2000) cenderung spesifik ke teori akuntansi keuangan (financial accounting theory). Menurutnya teori akuntansi telah berkembang secara seimbang, antara paradigma, model, maupun asumsi-asumsi yang mendukung (support for) dan yang menentang (against) regulasi pada teori akuntansi yang telah dibangun yang telah ada. Perkembangan akuntansi tersebut menghasilkan berbagai macam perspektif teoritikal (various theoretical perspectives) termasuk teori akuntansi positif (positive accounting theory), teori ekonomi politik (political economy theory), teori stakeholder, dan teori legitimasi (legitimacy theory). Perkembangan baru teori akuntansi memerlukan berbagai teori normatif (normative theory) dalam teori akuntansi, termasuk perkembangan berbagai pendekatan seperti akuntabilitas perubahan harga (changing prices). Jadi perspektif normatif yang berbeda pada akuntanbilitas organisasi bisnis/ perusahaan akan sebaik atau sesuai dengan berbagai projek maupun program kerangkan secara konseptual. Intinya antara perencanaan dan praktik telah sesuai berjalan dengan yang ditentukan perusahaan. Deegan (2000) juga menekankan dalam praktiknya, teori akuntansi dihadapkan dengan isu-isu lain seperti budaya di dunia internasional yang berbeda-beda dan bisa diperbandikan kebenarannya. Artinya budaya negara atau komunitas mana yang jika diperbandingkan membentuk teori akuntansi yang paling benar. Deegan (2000) juga menekankan teori akuntansi keuangan yang baik mampu menjelaskan: Mengapa dan bagaimana mengungkapkan atau memperlihatkan (disclosure) berbagai macam informasi keuangan (financial information).
Akuntansi Syariah atau Islamic or Syariah Accounting. Teori dan praktik akuntansi syariah seiring sejalan dengan perkembangan teori dan praktik ekonomi Islam. Akuntansi syariah merupakan ilmu akuntansi atau akuntabilitas segala aset-aset dan aktivitas ekonomis suatu bisnis individu atau kelompok atau perusahaan yang bersumber hukum Al Qur’an dan As Sunnah untuk mencapai kekayaan atau kemakmuran yang sebenarnya atau ‘Falah’ (Choudhury, 2005). Para ahli keuangan dan akuntansi syariah di Indonesia sepakat bahwa akuntansi syariah merupakan bukanlah “tambal sulam” atau manipulasi atau rekayasa dari akuntansi konvensional (Hidayat, 2002; Muhamad, 2002; Triyuwono, 2002). Pada dasarnya akuntansi syariah mengakui pendapat logis universal yang sesuai dengan hakekat kebenaran yang bersumber Al Qur’an dan As Sunnah, dimana akuntabilitas proses binis (business process) dan hasil bisnis (business result) dari aktivitas ekonomi secara penuh nilai adil (fairness fully) untuk kemakmuran umat manusia. Hal tersebut menunjukkan bahwa akuntansi syariah tidak berbasis faham kapitalis dan sosialis.
Prinsip-prinsip dasar (primary principles), persamaan akuntansi (accounting equation), dan laporan keuangan (financial statements). Prinsip-prinsip dasar akuntansi syariah dan keuangan syariah berdasarkan prinsip-prinsip dasar dalam sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi konvensional berdasarkan aliran aktivitas ekonomi (the circular flow of economic activity) dengan segala cara kompetisi pasar, sehingga ‘tidak benar-benar’ melindungi yang masyarakat lemah, dan tidak mempedulikan jika yang ekonomi kuat memonopoli. Dalam circular flow, sirkulasi dalamnya berupa: produk-produk, faktor produksi, dan uang, sedangkan sirkulasi besarnya berupa: rumah tangga produsen, rumah tangga konsumen, dan pemerintah.
Jadi pemerintah sebagai pengendali utama dalam pengelolaan ekonominya, akan menggunakan paham tertentu yaitu paham kapitalis, sosialis, ataukah syariah. Persamaan entitas akuntansi Islam menurut Isgiyarta (2009) sebagai berikut:
Dijelaskannya pula bahwa elemen laporan keuangan terdidari banyak elemen yaitu:
1. Aktiva
2. Sumber dana waktu terbatas atau pengganti Hutang
3. Sumber dana waktu tidak terbatas atau pengganti Ekuitas
4. Akumulasi dana margin keberlanjutan atau pengganti laba di tahan bukan hak pemegang saham
5. Pendapatan (revenue)
6. Beban (expense)
7. Keuntungan (gains)
8. Kerugian (loss)
9. Akumulasi Margin Keberlanjutan Usaha (pengganti laba)
Adapun Neraca Akuntansi Islam, Laporan Keuangan Pokok, dan Laporan Arus Kas dapat dilihat pada tabel 1 di halaman akhir. Aktiva merupakan harta benda atau bentuk lain yang mempunyai nilai manfaat, dan dikuasai oleh perusahaan, yang akan digunakan untuk melakukan aktivitas operasional perusahaan. Sumber dana waktu terbatas merupakan sumber dana yang digunakan perusahaan untuk memperoleh aktiva, dan atau untuk melakukan operasional perusahaan, dengan jangka waktu penggunaannya terbatas. Sumber dana waktu tidak terbatas adalah sumber dana yang digunakan perusahaan untuk memperoleh aktiva, dan atau untuk melakukan operasional perusahaan, dengan jangka waktu penggunaanya tidak terbatas.
Akumulasi margin keberlanjutan usaha merupakan sumber dana yang dikumpulkan perusahaan dari operasi selama berdirinya perusahaan melalui margin keberlanjutan usaha setiap periode. Pendapatan adalah arus masuk atau kenaikan aktiva yang diperoleh dari aktivitas usaha utama selama satu periode. Beban adalah arus keluar atau pemanfaatan jasa aktiva yang digunakan untuk melakukan aktivitas usaha utama entitas selama satu periode. Keuntungan adalah arus masuk atau kenaikan aktiva yang berasal dari aktivitas selain dari aktivitas utama, atau bukan dari penambahan dana baik dari dana waktu terbatas maupun tidak terbatas. Kerugian adalah arus keluar atau pemanfaatan jasa aktiva yang berasal dari aktivitas selain dari aktivitas utama, atau bukan pengurangan dana baik dari dana waktu terbatas maupun tidak terbatas. Margin keberlanjutan usaha adalah nilai sisa margin usaha setelah dikurangi kontribusi entitas kepada negara atau pajak, bagi hasil untuk sumber dana waktu terbatas, dan bagi hasil untuk sumber dana waktu tidak terbatas. Beban penelitian dan pengembangan item beban usaha; merupakan item yang terpisah dari item laporan kinerja lainnya (beban pemasaran dan beban administrasi dan umum), sebagai konsekuensi akan keberlanjutan usaha merupakan hal penting dalam pendirian perusahaan (Isgiyarta, 2009).
Persamaan akuntansi dan laporan keuangan merupakan konsep umum dan logis atau rasional secara universal, sehingga akuntansi syariah mengakui dan boleh jadi menggunakan konsep tersebut. Namun, proses dan tujuan akhir yang berbeda yaitu:
Apakah persamaan dan laporannya hanya untuk demi penumpukan aset dan modal? Artinya akuntansi syariah tidak menggunakan daftar dan laporan akuntansi yang tidak adil yang hanya menyejahterahkan para pemodal dengan tidak memperhatikan akuntabilasi proses para tenaga kerja penentu keberhasilan perusahaan. Pada intinya akuntansi syariah tidak mengakuntabilitas bunga (interest) dan atau tidak akuntabilitas ‘perdagangan uang’ (money as trading) dalam produktifitas ekonomisnya. Menurut Barbara (2008), secara garis besar akuntansi syariah dalam akuntabilitasnya mengikuti prinsi-prinsip penting sistem ekonomi syariah, yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan.
b. Tidak menggunakan konsep time value of money tetapi economic value of time.
c. Melarang segala bentuk riba (termasuk bunga bank- sesuai jumhur ulama).
d. Melarang semua kegiatan usaha yang mengandung unsure spekulasi (gharar) dan judi (maysir).
e. Harta harus produktif dan tidak hanya berpusat pada segelintir orang saja.
f. Bekerja/mencari nafkah hukumnya adalah wajib bagi setiap individu yang sekaligus bernilai ibadah.
g. Prinsip keadilan dan transparasi dalam berusaha atau aktivitas ekonomis.
h. Kewajiban tertib administrasi dalam rangka pertanggunjawaban di dunia dan akhirat dan menghindari kemungkinan terjadinya fitnah.
i. Zakat, infaq, dan shodaqah berfungsi pula sebagai instrumen pemerataan kesejahteraan bagi semua umat manusia di dunia.
Akuntansi syariah memiliki tantangan dan kendala. Secara implikatif tantangan pada formulasi formal atau standar, dalam persamaan akuntansi dan laporan keuangan masih berkutat pada bagaimana aset sebagai aktiva sama dengan pasiva yang murni tanpa melibatkan bunga ataupun uang yang bersifat diperdagangkan. Sedangakan kendala, dikarenakan di negara yang bersangkutan, seperti di Indonesia masih melibatkan lembaga-lembaga keuangan yang masih menggunakan sistem bunga dan nilai perdagangan uang dalam berbagai bentuknya. Dengan tantangan dan kendala tersebut pembahasan berikutnya merupakan diskripsi perkembangan dan praktik akuntansi syariah terkhusus pada lembaga keuangan –perbangkan di Indonesia.
Perkembangan Dan Praktik Akuntansi Syariah Di Indonesia
Menguraikan perkembangan dan praktik akuntansi syariah di Indonesia, akan lebih jelas ketika mempehatikan praktik bisnis dalam lembaga atau organisasi bisnis yang bersifat jasa, sebagaimana lembaga keuangan. Lembaga keuangan non bank seperti leasing, anjak piutang, consumer financing, modal ventura atau gabungan, penggadaian dan penjaminan. Dalam lembaga keuangan bank, terkhusus bank syariah telah berpraktik secara syariah, yaitu: ijarah, hawalah/hiwalah, murabahah, musyarakah, rahn, dan kafalah (Wiroso, 2008).
Laporan laba rugi syariah dalam bank syariah merupakan hasil dari akuntabilitas pembagian hasil usaha. Laporan laba rugi syariah berupa pendapatan bank atas dana syirkah temporer dan pendapatan berbasis imbalan (fee base income).
Dalam pendapatan atau penerimaan akuntansi syariah berdasakan prinsip distribusi hasil usaha dengan dua kategori, yaitu: pertama, bagi pendapatan atau revenue sharing, yang dibagikan adalah pendapatan dan jika shahibul maal mengalami kerugian dan menanggung kerugian maka usaha bisnisnya dilikuidasi dan jumlah aktiva lebih kecil dari kewajiban; kedua, bagi keuntungan atau profit sharing, yang dibagikan adalah keuntungan dan tidak bagi rugi atau loss shring, jika kerugian tidak dikarenakan kelalaian, kesengajaan, atau kecurangan mudharin ditanggung shahibul maal (Wiroso, 2008). Secara umum praktik akuntansi syariah pada perusahaan jasa perbankan di Indonesia sebagaimana pada tabel 2, 3, dan 4 beserta komparasinya dengan akuntansi konvensional.
Uang dalam konsep Ekonomi Islam:
a. Uang hanya sebagai alat tukar => bukan sebagai komoditi (barang dagangan)
b. Uang milik masyarakat => haram untuk ditimbun/ money hoarding
c. Uang dengan nilai ekonomis waktu => bukan nilai waktu atas uang
(economic value of time) => (not time value of money)
d. Uang adalah flow concept => harus selalu berputar/ mengalir melalui “proses produksi yg Islami”
e. Uang hanya boleh berkembang bila ditanamkan pada aktivitas-aktivitas ekonomis yang berwujud (tangible economic activities)
Keterbatasan Dan Riset Ke Depan
Akuntansi syariah akan semakin kondusif berkembang ketika berada pada wilayah atau negara yang mempraktikkan paham syariah atau Islam secara penuh.
Dimana regulasi dan sumber hukumnya murni pada Al Qur’an dan As Sunah dan tidak menerapkan regulasi dan sumber hukum dengan paham sosialis maupun kapitalis, sedangkan masyarakat sebagai umat manusia tidak dibeda-bedakannya ras, suku, dan agama atau kenyakinannya bahkan dihargai eksistensi perbedaan tersebut. Dikarenakan di negara Indonesia ini merupakan bukan negara Islam, sehingga praktik terhadap ekonomi Islam, keuangan Islam, dan akuntansi syariah masih dalam tingkat pilihan, dan kadang merupakan pilihan minoritas dari mayoritas umat Islam dalam hal ini, dan bahkan penyalahgunaan dan keterbatas pengetahuan paham Islam atau syariah ini dapat dimanfaatkan sebagai praktik ekonomi konvensional atau kapitalis yang berkedok atau bernamakan syariah atau Islam.
Akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional jelas berbeda sebagaimana wujudnya dalam tabel 1 dan yang lebih mendasari lagi akuntansi Islam atau syariah berjalan dengan asumsi dasar: a) keberlanjutan usaha; b) entitas akuntansi Islam terpisah dengan pemiliknya; c) syariah menjadi dasar ukuran kebenaran aktivitas bisnis; dan d) pertimbangan kemaslahatan umat. Umat muslim khususnya dan umat manusia secara umumnya, dikarenakan ajaran Islam adalah untuk seluruh umat manusia. Sedangkan International Accounting Standard memiliki asumsi dasar: Going concern perusahaan tetap berlanjut hidup terus dengan tanpa memperhatikan atau mempedukan adanya transaksi-transaksi pelipatgandaan bunga dan uang secara langsung ataupun tidak langsung yang tercatat dalam akuntansi. Dan Accrual basesyang cenderung mengutamakan keuangan tunai maupun non-tunai, sehingga penghimpunan keuangan non-tunai atau kredit ataupun hutang seberapa pun yang cenderung spekulatif dapat beresiko mematikan individu atau perusahaan yang bersangkutan.
Namun, praktik ekonomi Islam, keuangan syariah, maupun akuntansi syariah di Indonesia justru menjadi menarik dan tantangan tersendiri bagi para pemikir, peneliti, dan tentu para praktisi. Dikarenakan Indonesia bukan negara dengan paham Islam sepenuhnya dan masyarakat Indonesia dengan ras, suku, dan agama yang lebih beragam tentunya akan lebih menghasilkan praktik ekonomi syariah yang lebih komplit akan kebenarannya yang diuji dalam hal keberagaman dan paham nasional dari Republik Indonesia ini. Sebagai penutup, praktik syariah di bidang produk service terutama perbankan syariah telah berkembang pesat, sehingga merupakan tantangan riset dan praktik bagi para akademisi dan praktisi dalam mengembangkan praktik syariah di bidang manufacture atau produksi barang di Indonesia ini.