Induksi Ketahanan Tanaman Jahe Terhadap Penyakit Layu Bakteri Ralstonia solanacearum Ras 4 Menggunakan Cendawan Mikoriza Arbuskula Indigenus
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman rempah dan obat yang sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat karena mempunyai banyak kegunaan. Tanaman ini termasuk salah satu komoditi unggulan dan dipertimbangkan dapat turut serta dalam usaha menggalakkan komoditi non migas, sehingga mendapat perhatian untuk dikembangkan di Indonesia (Wattimena, 2004; Suratman, 2000).
Nilai ekonomi dari jahe terletak dari rimpangnya yang mengandung oleoresin ( 3- 5 %) dan minyak atsiri (1 – 3 %). Minyak atsiri jahe digunakan dalam industri farmasi, parfum,penyedap makanan dan minuman (Purseglove et al, 1981 ; Rusli et al, 1986). Dalam dunia obat-obatan, rimpang jahe digunakan sebagai penyembuh rematik, memperbaiki sistim pencernaan, menghangatkan badan , menghilangkan kembung, sakit perut dan sakit kepala. Sebagai bahan rempah digunakan untuk memberi rasa sedap pada makanan dan minuman (Purseglove et al, 1981).
Secara nasional produksi jahe masih rendah dan terjadi penurunan luas panen serta produktivitas Salah satu penyebab penurunan luas panen dan produktivitas jahe adalah karena gangguan penyakit. Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum ras 4 merupakan kendala utama dalam budidaya jahe di Indonesia dan dapat memusnahkan pertanaman jahe. Penyakit layu bakteri termasuk pada 5 penyakit utama di beberapa negara, karena menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar, kualitas benih yang dihasilkan menjadi rendah dan menyebabkan kontaminasi lahan sehingga tidak dapat ditanami dalam waktu yang lama. Pengaruh penyakit ini terhadap komoditas perdagangan dunia seperti rimpang jahe dari negara berkembang harus diantisipasi, dan bagi Indonesia akan menjadi kendala untuk ekspor karena terjadinya kehilangan hasil secara total serta rendahnya kualitas rimpang ( Anonim, 2002).
R. solanacearum adalah patogen yang sulit dikendalikan, karena menyerang tanaman pada berbagai fase pertumbuhan Di Hawaii patogen ini dapat menyebabkan kehilangan hasil pada tanaman jahe lebih dari 45 % ( Alvarez et al, 2004; Stansbury et al, 2001). Dari Kabupaten Solok sebagai salah satu sentra produksi jahe Sumatera Barat diinformasikan bahwa semenjak tehun 1999 patogen ini telah memusnahkan tanaman jahe secara total (Dinas perkebunan Kabupaten Solok, 2005 komunikasi pribadi). Kerugian ekonomis yang ditimbulkan patogen ini untuk setiap hektar tanaman jahe diperkirakan dapat mencapai Rp. 193.740.000,-
Sampai saat ini belum ada metoda yang efektif, efisien, praktis dan ekonomis untuk pengendalian penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum pada tanaman jahe. Agar pertanaman jahe tidak musnah oleh serangan bakteri maka penelitian dan pengembangan teknik pengendalian layu bakteri yang efektif, efisien, praktis dan ekonomis sangat diperlukan, agar pertanaman jahe tidak mengalami kerusakan yang berat dan dapat meningkatkan ketersediaan jahe untuk pasar dalam negeri ataupun ekspor dan sekaligus dapat meningkatkan perekenomian petani.
Sesuai dengan program pembangunan pertanian berkelanjutan maka teknik pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) mengacu pada pengendalian hama terpadu (PHT), salah satu komponennya adalah pengendalian hayati diantaranya pemanfaatan Cendawan Mikoriza arbuskula (CMA). Banyak hasil penelitian yang melaporkan peran positif CMA dalam mendukung serapan hara guna meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan, dan dapat meningkatkan ketahanan tanaman inang terhadap infeksi patogen. Keuntungan penggunaan CMA sebagai agens hayati dalam pengendalian penyakit tanaman antara lain ; dapat diperbaharui, sumber daya lokal, dapat diperbanyak dengan teknologi sederhana dan mudah cara aplikasinya. CMA indigenous jahe yang diisolasi dari rizosfir tanaman jahe sehat di lahan endemik penyakit layu bakteri memiliki potensi untuk mengendalikan penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum, karena lebih sesuai dengan inangnya.
BAHAN DAN METODA
Metoda Penelitian.
Penelitian terdiri atas 3 tahap yaitu :
Tahap I. Penapisan isolat CMA indigenous lahan endemik penyakit layu Bakteri pada tanaman jahe yang berasal dari Selayo (Solok), Air Angek (Tanah Datar) dan Gadur (Padang Pariaman).
Produksi CMA secara massal
Starter CMA yang telah berumur 2 bulan dipanen dalam keadaan segar. Bagian atas tanaman sorghum sebagai tanaman uji dipotong dan bagian akar dipotong berukuran 2 cm, kemudian diaduk dengan pasir sebagai media tanam dan dimasukkan kedalam pot sebanyak 200 g yang telah berisi 4 kg pasir steril. Diatas sumber inokulum ditanaman kecambah jagung, lalu ditutup dengan selapis pasir steril. Tanaman jagung dipelihara selama 2 bulan. Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman dengan larutan hara rendah P sampai kapasitas lapang. Kultur dipanen dalam keadaan segar lalu diamati infeksi dan kolonisasi pada akar tanaman inang.
Isolasi Cendawan Mikoriza Arbuskular.
Sebanyak 50 gr sampel tanah disaring secara basah, dicampur dengan sukrosa, didekantasi dan disentrifus (Daniel dan Skipper, 1982; Tommerup, 1992). Untuk memperbanyak spora CMA sampel tanah dicampur media pasir pada pot dan ditanami dengan benih sorghum, kemudian spora yang diperoleh diamati, dihitung dengan colony counter. Isolasi juga dilakukan terhadap spora tunggal, untuk diaplikasikan pada tanaman jahe di rumah kaca.
Isolasi dan Perbanyakan inokulum R. solanacearum. Ras 4.
Sampel tanaman jahe yang menunjukkan gejala serangan layu bakteri R. solanacearaum yaitu terjadinya penguningan daun yang dimulai pada daun muda, yang diikuti layunya daun tersebut, yang diambil dari lapangan di kenagarian Selayo Solok, kemudian diisolasi di Laboratorium Mikrobiologi. Rimpang jahe yang terserang dipotong 1 cm, dicuci dengan aquades steril, kemudian dihancurkan, dibuat pengenceran sampai 10-4, kemudian diinjeksikan ke pangkal batang dari tanaman jahe yang berumur 1 bulan. Bibit jahe yang menunjukkan gejala layu digunakan sebagai sumber inokulum. Batang tanaman yang menunjukkan gejala serangan dipotong, dilakukan pengenceran sampai 10-8. Suspensi yang terbentuk di ukur kekeruhannya dan dibandingkan dengan larutan Mc Farland (1 ml BaCl2 .9 ml H2SO4 1%) dengan kerapatannya diperkirakan 108 UPK/ml. Selanjutnya 1 ml suspensi bakteri dimasukkan kedalam petridis dan ditambahkan 15 ml media trypenyl tetrazoliumchlorida (TTC) diinkubasi selama 24 jam . Koloni yang terbentuk selanjutnya dimurnikan dengan memindahkan pada media dengan cara menggores dan diinkubasi selama 48 jam. Koloni bakteri yang tumbuh diisolasi kembali sehingga diperoleh biakan murni R. Solanacearum ras 4. Uji konfirmasi untuk memastikan bahwa isolat yang diperoleh adalah R. solanacearum dibuat mutan dengan menanam pada media selektif yang mengandung antibiotik kanamycin.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap isolat bakteri hasil isolasi yaitu :
1. Koloni bakteri yang tebentuk meliputi bentuk koloni, warna dan pingir koloni,
2. Sifat fisiologi meliputi : Uji Gram, Uji kebugaran pada berbagai nilai pH dan Suhu, Uji pigmen fluorescens, Uji pektinase, uji Kovac’s Oksidase, uji hipersensitif (HR) dan uji antagonisme.
3. Isolat CMA diidentifikasi menurut Synoptic keys dari Trappe (1982) berdasarkan bentuk, ukuran, ornamen dan lapisan dinding spora pewarnaan.
Aplikasi isolat CMA untuk menginduksi ketahanan tanaman jahe terhadap layu bakteri R. solanacearum ras 4.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 6 ulangan. Komposisi perlakuan adalah
A1 = kontrol
A2 = Isolat dari Selayo Solok (terdiri dari 7 isolat)
A3 = Isolat dari Air Angek (terdiri dari 7 isolat)
A4 = Isolat Gadur (terdiri dari 6 isolat
A5 = Isolat hasil penapisan Suswati ( 2006)
Pelaksanaan
1. Persiapan tanah dan penanaman.
Tanah yang digunakan adalah campuran tanah dengan kompos steril dengan perbandingan 2 : 1 (b/b). Tanah dimasukkan kedalam polybag berdiameter 20 cm (8 kg tanah per polybag). Jahe yang digunakan adalah jahe putih besar (jahe Gajah) yang rentan terhadap penyakit layu bakteri.
2. Aplikasi isolat CMA .
Bibit berupa rimpang jahe dicuci bersih, lalu dipotong seberat 50 gr yang memiliki 2 – 3 mata tunas, direndam dalam alkohol 70 % selama 15 menit lalu dicuci dengan akuades dan dikering anginkan. Kemudian ditanam pada tanah dalam polybag yang telah diberi isolat CMA sesuai perlakuan sebanyak 50 g per polybag..
3. Inokulasi bakteri Ralstonia solanacearum.
Pangkal batang tanaman jahe yang telah berumur 2 bulan dilukai dengan cutter, kemudian diinokulasi dengan biakan bakteri R. solanacearum, sebanyak 106 UPK/ml dengan cara menyiram pangkal batang tanaman jahe setelah dilukai..
Pengamatan.
Peubah yang diamati pada setiap perlakuan adalah sebgai berikut :
1. Periode inkubasi, diamati tiap hari setelah penanaman bibit pada masing-masing perlakuan sampai munculnya gejala awal serangan yang ditandai dengan menguningnya -daun yang masih muda.
2. Kejadian penyakit yang diamati tiap hari. Kejadian penyakit layu dihitung dengan mengunakan rumus Wang (1998) :
P = a/b x 100 %
Keterangan :
P = Persentase serangan layu
a = jumlah tanaman yang menunjukkan gejala layu/perlakuan
b = jumlah tanaman yang diamati/perlakuan
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kolonisasi dan Intensitas CMA indigenus pada akar Tanaman jagung.
Inokulan CMA yang digunakan untuk menginduksi ketahanan tanaman jahe terhadap penyekit layu yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia.solanacearum ras 4 merupakan hasil isolasi dari rizosfir tanaman jahe. Perbanyakan secara massal dilakukan terhadap 21 isolate CMA hasil isolasi dilakukan di rumah kaca dengan tingkat kolonisasi seperti tertera pada tabel. Karakter morfologi spora yang diamati dibawah mikroskop dapat dilihat spora berbentuk lbulat dan lonjong, warna merah kecoklatan, permukaan halus dan berdinding tebal (Gambar).
Tabel Tingkat kolonissi CMA pada akar tanaman jagung sebagai tanaman indikator
Gambar Tipe spora CMA indigenus hasil isolasi dari rizosfir tanaman jahe.
Isolat CMA indigenus hasil perbanyakan massal yang diisolasi dari tiga tempat pengambilan sampel memiliki kemampuan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung sebagai tanaman indikator. Isolat CMA tersebut merupakan sumber inokulan, selanjutnya diintroduksikan pada bibit jahe saat penananam (Gambar).
Gambar
A. Tunas tanaman jahe yang baru terbentuk,
B. Tanaman jahe dewasa yang telah diberi isolat CMA
Persentase kolonisasi CMA yang mencapai 85 % pada akar tanaman jagung menunjukkan bahwa CMA memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi sehingga berkembang dengan baik dalam sistim perkaran tanaman jagung sebagai tanaman inang
Pertumbuhan tanaman jahe setelah diinokulasi dengan CMA Indigenus isolat jahe dan tingkat serangan R. solanacearum ras 4
Hasil pengujian terhadap 21 isolat CMA indigenus rizosfir tanaman jahe dari tiga lokasi pengambilan sample telah teresleksi 8 isolat yang mampu meningkatkan ketahanan tanamna jahe terhadap pathogen R.. solanacearum ras 4 sampai 16 minggu setelah inokulasi, dapat dilihat pada Tabel dan Gambar.
Tabel Pertumbuhan tanaman jahe setelah diinokulasi dengan CMA Indigenus isolat jahe dan tingkat serangan R. solanacearum ras 4 (16 msi)
Gambar Grafik Pertumbuhan tanaman jahe setelah diinokulasi dengan CMA Indigenus isolat jahe, Series 1 : Tinggi tanaman, Series 2 : Jumlah daun
Bakteri patogen Ralstonia solanacearum ras 4 penyebab penyakit layu, diisolasi dari tanaman jahe yang sudah terserang penyakit layu sebagai sumber inokulum, kemudian dipelihara di rumah kaca, dan diinokulasikan pada akar tanaman jahe setelah berumur 2 bulan (Gambar).
Gambar
A. Tanaman jahe yang terserang R solanacearum sebagai sumber inokulum,
B. Koloni R solanacearum pada media TTC.
Tanaman jahe yang diintrodksi dengan isolat CMA memberikan respon yang berbeda terhadap serangan Ralstonia solanacearum ras 4. Gejala serangan dapat diamati dari bagian luar tanaman jahe yaitu dengan menguningnya daun serta lepasnya tangkai daun dari batang semu. Hasil pengujian terhadap 21 isolat CMA dari tiga lokasi pengambilan sample telah teresleksi 8 isolat yang mampu meningkatkan ketahanan tanamna jahe terhadap R.. solanacearum ras 4 sampai 16 minggu setelah inokulasi,
Hasil pengamatan terhadap persentase dan intensitas serangan menunjukkan bahwa isolat CMA memiliki kemampuan dalam meningkatkan ketahanan tanaman jahe terhadap R solanacearum ras 4 dengan tingkat ketahanan yang bervariasi antar isolat yaitu (0-35.48%), dengan efektifitas 64.52 – 100%, sedangkan pada kontrol persentase serangan adalah 7.72 % yang menunjukkan bahwa isolat CMA yang diintroduksikan efektif meningkatkan ketahanan tanaman jahe terhadap patogen R. solanacearum ras 4. Isolat CMA juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan kemampuan bervariasi yaitu tinggi tanaman 111.51- 187.56%, jumlah daun 102.83 - 162.76%. Isolat CMA yang mampu menurunkan serangan penyakit layu dan meningkatkan pertumbuhan tanaman jahe adalah SL1, SL4, AA1, AA2, AA3, PR1,PR2,PR6, dengan tidak mengalami serangan sampai minggu ke 16 setelah inokulsi. Hal ini menunjukkan bahwa isolat CMA yang diintroduksikan kompatibel dengan tanaman jahe. Efektifitas CMA sangat ditentukan oleh kesesuaian antara jenis CMA, tanaman dan lingkungan tempat tumbuh (Fakuara, 1988). Penampilan tanaman jahe yang diinduksi dengan isolat CMA dapat dilihat pada (Gambar).
Gambar
(a) Pertumbuhan bibit jahe yang diintroduksi CMA,
(b) Perbandingan pertumbuhan jahe yang diinokulasi CMA (Atas) dan kontrol (Bawah)
Persentase kolonisasi dan Intensitas CMA Indigenus isolat Jahe pada akar tanaman jahe
Hasil pengamatan terhadap persentase kolonisasi dan intensitas CMA pada tanaman jahe dapat dilihat pada Tabel dan Gambar.
Tabel Persentase kolonisasi dan Intensitas CMA Indigenus isolat Jahe pada akar tanaman jahe
Gambar Persentase kolonisasi CMA pada akar tanaman jahe
Semua akar jahe telah terkolonisasi oleh CMA dengan tingkat persentase kolonisasi yang bervariasi. Persentase kolonisasi meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman jahe. Persentase kolonisasi akar oleh CMA tertinggi terjadi pada tanaman umur 3 bulan setelah inokulasi.
Persentase kolonissi CMA >80 % pada tanaman jahe yang diberi mikoriza menunjukkan bahwa inokulum yang digunakan kompatibel dengan tanaman jahe. Ketahanan dari tanaman jahe terhadap R.solanacearum ras 4 disebabkan akar tanaman jahe sudah terkolonisasi oleh CMA (Gambar 4.), hal ini disebabkan karena akar yang telah terkolonisasi CMA merangsang produksi komponen tertentu oleh tanaman sehingga dapat melindungi perakaran terhadap patogen.
Menurut Brundrett (1999) struktur CMA dapat berfungsi sebagai pelindung biologi terhadap patogen akar karena (1) Terdapatnya selaput hifa yang berfungsi sebagai penghalang masuknya patogen, (2) mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat lainnya sehingga tercipta lingkungan tidak sesuai dengan patogen, (3) CMA dapat mengeluarkan antibiotik yang dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan patogen, dan (4) Akar tanaman yang sudah terkolonisasi CMA tidak dapat atau sulit dipenetrasi oleh patogen karena patogen harus berkompetisi dengan CMA terlebih dahulu. Introduksi CMA dapat mempengaruhi respon fisiologis dan biokimia, aktivitas enzim dan kandungan zat yang menghambat perkembangan patogen, terjadinya peningkatan aktivitas enzim ketahanan (Tang Ming dan Chen Hui., 1994b).
Perkembangan dari tanaman juga menjadi optimal karena CMA yang diintroduksi berkembang dengan baik dengan terbentuknya spora, vesikular, arbuskular dan hifa pada jaringan korteks tanaman inang (Gambar).
Gambar
A. Bentuk Spora CMA jenis Glomus sp, hasil isolasi,
B. Kolonisasi CMA Indigenus isolat Jahe pada akar tanaman jahe, (b1) Arbuskular, (b2) Hifa internal (Hi)
Kepadatan populasi bakteri R.solanacearum ras 4
Hasil pengamatan terhadap kepadatan populasi bakteri R. solanacearum ras 4 pada tanaman jahe yang diintrodusi dengan CMA dapat dilihat pada Tabel. Populasi bakteri pathogen ini pada tanaman jahe yang diaplikasi CMA selalu lebih rendah dibandingkan dengan kontrol pada pengamatan 1, 3, 6 dan 9 hari setelah inokulasi (HSI).
Tabel Populasi R. solanacearum ras 4 pada akar tanaman jahe pada 1 hsi, 3 hsi, 6 hsi dan 9 hsi
Terjadinya peningkatan populasi R.solanacearum ras 4 seiring dengan lamanya masa inkubasi, tetapi peningkatan populasi bakteri R.solanacearum ras 4 pada tanaman jahe yang diintroduksi CMA selalu lebih rendah dibandingkan kontrol. Efektifitas penekanan populasi R.solanacearum ras 4 oleh tanaman yang bermikoriza berkisar 90% dibandingkan kontrol. Tidak berkembangnya R. solanacearum ras 4 di dalam rhizosfir tanaman jahe yang bermikoriza disebabkan karena kolonisasi CMA menghasilkan senyawa yang dapat menghambat perkembangan R.solanacearum ras 4. Interaksi antara CMA dan patogen pada tanaman inang terjadi melalui induksi ketahanan. Introduksi CMA dapat mempengaruhi respon fisiologis dan biokimia, aktifitas enzim dan peningkatan kandungan senyawa penghambat perkembangan patogen (Dehne cit Harmet, 1999 ; Tang Ming dan Chen Hui, 1994).
Respon Tanaman jahe yang diinduksi dengan CMA indigenus rizosfir pisang
Keberhasilan CMA dalam meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap patogen sangat ditentukan oleh kecocokan antara faktor jenis CMA dengan tanaman inang dan tanah serta interaksi ketiganya. Isolat CMA yang berasal rizosfir tanaman berbeda bisa saja memiliki kecocokan dengan tanaman uji. Pada Tabel 4 dapat dilihat pengaruh isolat CMA dari rizosfir tanaman pisang terhadap pertumbuhan dan ketahanan tanaman jahe terhadap patogen R. solanacearum.
Tabel Pertumbuhan tanaman jahe setelah diinokulasi dengan CMA Indigenus isolat pisang dan tingkat serangan R. solanacearum ras 4.
Pada tanaman jahe yang diintroduksi dengan CMA isolate rizosfir pisang menunjukkan respon yang berbeda terhadap pathogen R. solanacearum ras 4. pangamatan terhadap gejala serangan menunjukkan bahwa 7 isolat CMA rizosfir pisang mampu meningkatkan ketahanan tanaman jahe terhadap pathogen R. solanacearum dengan efektifitas 41.16 -100%, peningkatan pertumbuhan yaitu tinggi tanaman 74.63 – 169.96 % dan jumlah daun 101.6 – 182.34 %.
Peningkatan pertumbuhan dan persentase ketahanan tanaman jahe yang diintroduksi isolat CMA, baik yang berasal dari rizosfir tanaman jahe maupuin tanaman pisang menunjukkan kemampuan dari CMA dalam memacu pertumbuhan tanaman inang. Hal ini menunjukkan bahwa inokulan yang digunakan kompatibel dengan tanaman jahe dan memiliki kecocokan dengan tanaman inang. Akar tanaman yang telah terkolonisasi oleh CMA sulit dipenetrasi oleh patogen karena patogen tersebut harus berkompetisi dengan CMA terlebih dahulu. Disamping itu introduksi CMA dapat mempengaruhi respon fisiologis dan biokimiadengan terbentuknya senyawa penginduksi ketahanan yang dihasilkan CMA dan terbentuknya simbiosis fungsional antara CMA dengan tanaman (Bonfante dan Perratto, 1995). Orcutt dan Nielsen (2000) mengemukakan bahwa proses infeksi CMA didahului adanya komunikasi antara cendawan dengan tanaman yang dikontrol dua arah, baik oleh tanaman maupun oleh cendawan. Komunikasi dimulai melalui eksudat akar yang merupakan sinyal kimia yang berperan dalam kolonisasi akar yang diduga adalah senyawa fenol atau isoflavon yang dapat menginduksi arah pemanjangan hifa dan jenis percabangan hifa dalam penyerapan hara serta meningkatkan kebugaran serta ketahanan tanaman terhadap serangan patogen.
Tabel Persentase kolonisasi dan Intensitas CMA Indigenus isolat Pisang pada tanaman jahe
Terjadinya peningkatan populasi R.solanacearum ras 4 seiring dengan lamanya masa inkubasi, tetapi peningkatan populasi bakteri R.solanacearum ras 4 pada tanaman jahe yang diintroduksi CMA selalu lebih rendah dibandingkan kontrol. Efektifitas penekanan populasi R.solanacearum ras 4 oleh tanaman yang bermikoriza berkisar 90% dibandingkan kontrol. Tidak berkembangnya R. solanacearum ras 4 di dalam akar tanaman jahe yang bermikoriza disebabkan karena kolonisasi CMA menghasilkan senyawa yang dapat menghambat perkembangan R.solanacearum ras 4. Menurut Habazar (2002) faktor utama peranan CMA dalam menekan perkembangan patogen tular tanah karena terhambatnya pembentukkan propagul dan infeksi patogen pada akar yang bermikoriza. Krishna and Bhagaraj (1983), menjelaskan akar kacang tanah yang dikolonisasi oleh Glmus fasciculatum dapat menghambat pembentukan sklerotia Sklerotium rolfsii. Selanjutnya Davis dan Menge (1980) menjelaskan akar jeruk yang bermikoriza menyebabkan terhambatnya pembentukan zoosporangium dan pembebasan zoospora Phytophthora parasitica.
Dari hasil pengamatan terhadap pertumbuhantanaman jahe yang diintroduksi dengan CMA menunjukkan bahwa kolonisasi CMA berpengaruh terhadap kualitas pertumbuhan tanaman dan dalam menekan serangan R.solanacearum ras 4. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian CMA pada tanaman menyebabkan terjadinya peningkatan ketersediaan P bagi tanaman sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan, disamping itu juga meningkatkan kemampuan memanfaatkan nutrisis yang ada dalam tanah seperti N,K,Ca,Cu,Mn,Mg,Zn,S dan Sr (Adelman dan Morton, 1986; Rhodes dan Gerdeman, 1980). Bentuk koloni R solanacearum ras 4 yang diisolasi dari akar tanaman jahe setelah inokulasi pada 1 sampai 9 hsi dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar Populasi R. solanacearum ras 4 dari akar tanaman jahe setelah diinokulasi (a) koloni tunggal bakteri R.solanacearum ras 4, isolat R.solanacearum yang diisolasi dari akar tanaman jahe 6 hsi
KESIMPULAN
1. Dari 21 isolat CMA indigenus rizosfir tanaman jahe pada tiga lokasi pengambilan sample telah terseleksi 8 isolat yang mampu meningkatkan ketahanan tanaman jahe terhadap R.solanacearum ras 4. Masa inkubasi tanaman lebih lama, persentase, intensitas serangan, gejala serangan dan populasi bakteri R.solanacearum ras 4 di rhizosfir tanaman jahe menjadi lebih rendah dibandingkan tanaman tanpa introduksi CMA. Isolat SL1, SL4, AA1, AA2, AA3, PR1,PR2,PR6 lebih efektif meningkatkan ketahanan tanaman jahe terhadap R.solanacearum ras 4.
2. Semua isolat CMA juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan kemampuan bervariasi yaitu tinggi tanaman 111.51 - 187.56%, jumlah daun 102.83 - 162.76%. Isolat CMA yang mampu menurunkan serangan penyakit layu dan yang paling mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jahe adalah SL1, SL4, AA1, AA2, AA3, PR1,PR2,PR6.
3. CMA indigenus dari rizosfir tanaman pisang juga memiliki kemampuan dalammeningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman jahe terhadap patogen R solanacearu ras 4. Beberapa tanaman jahe yang diberi isolat CMA tidak menunjukkan gejala serangan sampai 16 minggu pengamatan, beberapa isolat mengalami serangan bervariasi 26.03 – 36.75 %.
Abstrak
Peran positif mikoriza dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman sudah banyak dilaporkan, akan tetapi peranan agens hayati ini dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi pathogen masih terbatas CMA dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, ketahanan tanaman terhadap pathogen yang berkaitan dengan kemampuan tanaman inang dalam memproduksi senyawa inhibitor berupa fitoaleksin sebagai akibat perubahan biokimia dari tanaman. Hanya saja belum ada informasi tentang pemanfaatan CMA indigenous dalam meningkatkan katahanan tanaman jahe terhadap penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum Ras 4. Penelitan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap menggunakan 21 isolat CMA idigenus rizosfir tanaman jahe dan 15 isolat CMA indigenus rizosfir tanaman pisang hasil penelitian sebelumnya dengan 5 ulangan. Aplikasi CMA dilakukan pada saat tanam dan infeksi pathogen dilakukan 2 bulan setelah tanam dengan menginokulasikan 20 ml (populasi 106 upk/ml) suspensi bakteri Ralstonia solanacearum Ras 4 kepada akar tanaman jahe yang dilukai terlebih dahulu. Pengamatan dilakukan setiap minggu terhadap, dimulai satu minggu setelah tanam terhadap saat terbentuk tunas, jumlah tunas yang terbentuk, tinggi tanaman, jumlah daun, kolonisasi akar oleh CMA pada 15, 30, 60 dan 90 hari setelah inokulasi. Penghitungan populasi bakteri Ralstonia solanacearum Ras 4 dilakukan 1, 3, 6 dan 9 hari setelah inokulasi (hsi).
Kata Kunci : Induksi ketahanan, Tanaman jahe, CMA, patogen Ralstonia solanacearum ras 4.
DAFTAR PUSTAKA
Annonim. 1989. Bididaya Jahe dan Pemasarannya. Departemen Pertanian Indonesia.
Alvarez, M. A., Trotter, K.J., Swafford, M. D., Brestecky, J. M. 2004. Characterization and Detection of Ralstonia solanacearum strains Causing Bacterial Wilt of Ginder in Hawaii. Dept of Plant and Environmental Protection Sciences, University of Hawaii, Honolulu. USA.
Aspiras R.B, Cru, A.R., 1985. Potential Biological Control of Bacterial Wilt in Tomato and Potato with Bacillus polymyxa FU6 and Pseudomonas fluorescens, Dalam: Persley G.J. ad. Bacterial Wilt Disease in Asia and The South Pacific. Proc. International Workshop held at PCARRD, Los Banos, 8 – 10 Okt. 1985.
Badan Pusat Statistik 2003. Luas Tanam dan Produksi Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman. Jakarta. Indonesia.
_________________2002. Statistik Tanaman Obat-obatan dan Hias 2003. Jakarta. Indonesia.
Baharuddin, B. 1994. Pathological, Biochemical and Serological Characterization of the Blood Disease bacterium Affecting Banana and Plantation (Musa spp) in Indonesia. Cuvelier Verlag, Goettingen, Germany.
Baker, R. 1991. Diversity in Biological Control. Crop Protection 10: 85 – 94.
Blanco, J.M., Jurado, D.R., Hervas,A., Diaz.R.M.J., 2004. Supression of Verticcilium Wilt in Olive Planting Stocs by Root Associated Flourescent Pseudomonas spp. Biological Control. www. elsivier.com.
Brimecombo, M.J., De Leij. F.A.A.M., Lync, J.M. 2001. Nematode Community Structure as Sensitive Indicator of Microbial Paturbation Induce by a Genetically Modified P. flourescens Strain. School of Biomedical and Life Sciences University of Surrey. Guildford. Surrey.
Broadbent,P., Bake, K.F., Franks, N., Holland, J., 1977. Effect of Bacillus spp on Increased Growth of Seedling in Steamed and Nontreated Sol. Phytopathology 67: 1027-1034.
Buddenhagen and Kelman (1964). Biological and Physiologica Aspects of Bacterial Wilt by P. solanacearum. Annual Review Phytopathology 2: 203 –230.
Chen,C., Belanger, R.R ., Benhamou, N.,.Paulitz, T.C. 1999. Role of Salicylic Acid in Systemic Resistance Induce by Pseudomonas spp. Against Phytium aphanidermatum in Cucumber Roots. European Journal of Plant Phatology 10 : 477- 486.
Cook, R.J.,Baker,K.F., 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. APS Press. St. Paul Minnesota.
De La Fuente, L., Bajsa, N., Bagnasco, P., Quagliotto, L., Thomashow, L., and Arias, A., 2000. Antibiotic Production By Biocontrol Pseudomonas flourescens Isolated From Forage Legume Rhizosphere.
Duffy, B.K, and Defago. 1997. Zinc improve Biocontrol of Fusarium crown and Root Rot of Tomato by Pseudomonas fluorescens and Represses the Production of Pathogen Metabolites Inhibitory to Bacterial Antibiotic Biosynthesis Phytopath. 87 : 1230-1257.
Efri. 1994. Analisis Aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens dan Trichoderma viridae Pers. X Gray untuk Pengendalian Layu Fusarium pada Tomat. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor.
Habazar, T., F.Rivai., E.F. Husin., A. Bakhtiar, D. Primaputera, Haliaturrahma. 2000. Aplikasi Pseudomonas yang Berlourescensi pada Benih Untuk Pengendalian Penyakit Yang Disebabkan Oleh Xanthomonas campesetris Phatovars.
Habazar, T. 2001. Aspek Imunisasi Dalam Pengendalian Penyakit Tanaman Secara Hayati. Orasi Ilmiah Pada Rapat Senat Terbuka Fakultas Pertanian Universitas Andalas dalam Rangka Dies Natalis ke-47 30 November 2001 Padang.
Hadad, M.D..A.,1989. Ketahanan Beberapa Klon Jahe Terhadap Penyakit Busuk Rimpang Pseudomonas solanacearum. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Vol. IV. No.1. Bogor.
Haryono, S., 1989. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura Indonesia. Fakultas Pertanian Universitas Gadjahmada. Gadjahmada University Press. Yogyakarta. Indonesia.
Hayward, A. C. 1991. Biology and Epidemiology of Bacterial wilt Caused by P. solanacearum Annu Rev. Phytopathol. 29:65 – 87.
Hemming, B. C. 1990. Bacteria as Antagonists in Biological Control of Plant Pathogens . In New Direction in Biological Control, pp 223- 242 (eds by R. R. Baker and P.E. Dunn). New York, Alan R. Liss. Inc.
Kloepper, J. W., J. Leong, M. Teintze, and M.N. Schruth. 1980. Enhanced Plant Growth by Siderophores Produced by Plant Growth Promoting Rhizoctonia. Nature. 286; 885 – 886.
Laue BE., Jiang,Y., Chabra, S.R., Jacob,S., Stewart, Gs., Hardman, A., Downie, JA., O’Gara, F., Williams ,P. 2000. The Biocontrol Strain Pseudomonas flourescens F113 Produces the Rhizobium Small Bacteriosin, N-(3-hydroxy-7-cis-tetracenoyl) homoserine lactone, via HdtS, a putative novel N-acylhomoserine lactone synthase. School of Pharmaceutical Sciences, University of Nottingham. Nottingham. UK.
Lindow, S. E., G. Mc Corty and R. Elkins. 1996. Interaction of Antibiotics with P. solanacearum strain A506 in Control of Fire Blight and Frost Injury to Pear. Phytopathology 86; 841-848.
Mahmud, M. 1989. Pengamatan Penyakit Pustul dan Hawar Bakteri Kedelai. Dalam Prosiding Kongres Nasional dan Seminar Ilmiah VIII PFI di Surabaya, hal. 35-37.
Manuella, M., A. Suwanto dan B. Tjahjono. 1997. Keefektifan Biokontrol P. fluorescens B29 terhadap Xanthomonas campestris pv. Glycines in planta. Hayati 4 : 12-16.
Mulya,K., Supriadi, Esther,M., Adhi., Rahayu, S., Karyan, N., 2004. Potensi Bakteri Antagonis Dalam Menekan Perkembangan Penyakit Layu Bakteri. Httt/…….
________, Rahmania, H., Supriadi, Eshter, M., Adhi. 2002. Produksi Karboksil Metil Selulase dan Ekso-Poligalakturonase Serta Peranannya Dalam Menentukan Tingkat Patogenitas Isolat Ralstonia solanacearum Asal Jahe. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. Bogor.
Nurdjannah ,N., Wirakartakusumah, A.M. and Kusumawhardana. 1994. Oleoresin Extraction and Oil Distillation of Ginger. Journal of Spice and Medicine Corps. Vol. 3 No. 3. Bogor Indonesia.
Paimin, F.B dan Murhananto. 1991. Budidaya Pengolahan dan Perdagangan Jahe. Penebar Swadaya. Jakarta.
Paulitz,T.C., C. Chen., R. Belanger, N. Benhamou. 2004. Resistence by Pseudomonas spp Againts Pythium Root. http://www ag. Auburn.edu/argentina/pdf manuscripts/paulitz.pdf.
Purseglove, J.W., E. G. Brown, C.L. Green and S.R.J. Robbins. 1981. Ginger Spices. Vol 2. Longman, London and New York.
Trubus. 1990. Jahe Gajah Lebih Untung Kalau Dipanen Muda. Peluang Bisnis. Majalah Pertanian Edisi Maret 1990. No. 244 Th XXI. 4 – 5.
Sigee, D.C., 1993. Bacteria Plant Pathology. Cambridge University Press. Cambridge.
Shekawat, G.S., Chakrabarti, S., Kishore, K., Sunaina, V., and Gadewar, A.V. 1992. Possibilities of Biological Management of Potato Bacterial Wilt With Strain of Bacillus, B. substilis, P. fluorescens and Actinomycetes. In Proc. Of International Conference, pp 327 – 330. Kaohsiung. Taiwan
Simposium Internasional III. Tentang Penyakit Bakteri . 2002. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Vol. 8. No. 1. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Stansbury, C., S. Mc Kirdy, G. Power. 2001. Moko Disease Ralstonia solanacearum (race 2). Factsheet. No.21/2001.
Sumardiyono,C., Hadisutrisn, B., Subandiyah, S., Widyastuti S. M.,2000. Mekanisme Pengendalian Penyakit Layu Bakteri Pseudomonas solanacearum dan Layu Fusarium Fusarium oxysporum F. SP. Cubense Pada Pisang dengan Rhizobacteria. Lembaga Penelitian Universitas Gadjahmada. Pratiwi, N. I.,
Supriadi. 2000. Penyakit Layu Bakteri (R. solanacearum) Pada Tumbuhan Obat dan Strategi Penanggulangannya. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor.
Tuzun, S and J. Kuc. 1991. Plant Immunization an Alternative to Pesticides for Control of Plant Disease in the Greenhouse and Field. Proc. Of the International Seminar” Biological Control of Plant Disease and Virus Vector” Food and Fertilizer tech Centre for the Asian and Pacific Region.
Suratman, Djauhari, E., Rachmat,E.M., Sudiarto. 1987. Pedoman Bercocok Tanam Jahe (Zingiber officinale Rosc). Balai Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat. Bogor.
Trisilawati. O. 2000. Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula Terhadap Produksi Dua Klon Jahe. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Indonesia.
Wang, J.F., 1998. Basic Protocol for Conducting Research on Tomato Bacterial Wilt Cause by Ralstonia solanacearum. shanhua; Asia Vegetable Research and Development center.
Wattimena, G. A. 2004. Biotechnology for Sustainable agriculture Development. Makalah pada Pelatihan Peningkatan SDM Perguruan Tinggi Dalam Pengembangan Sistim Pertanian Berkelanjutan. Universitas Andalas Padang.
Yusriadi, Tjahjono, B. Sinaga, MS; Machmud, M. 1997. Dampak Introduksi Mikroorganisme Antagonis Terhadap Perkembangan Penyakit Layu bakteri Ralstonia solancearum E.F. Smitch pada Kacang Tanah. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 9(2) 32-37.