Dampak Pada Tanah Dan Struktur Bawah Tanah
Pengertian Tanah
Tanah dapat dipandang menurut berbagai perspektif. Tanah berperspektif ujud, reaktor, ekosistem, komponen lahan, sumberdaya alam, dan berkenaan dengan lingkungan hidup manusia. Perspektif ujud, reaktor dan ekosistem membentuk persepsi hakekat tanah. Perspektif komponen lahan, sumberdaya alam dan yang berkenaan dengan lingkungan hidup manusia membentuk persepsi harkat tanah.
Tanah sebagai ujud
Tanah adalah gejala alam permukaan daratan, membentuk suatu mintakat (zone) yang disebut pedosfer tersusun atas massa lepas (loose) berupa pecahan dan lapukan batuan bercampur dengan bahan organik. Pedosfer merupakan mintakat tumpang‑tindih (overlap) dan saling tindak (interaction) litosfer, atmosfer, hidrosfer dan biosfer. Maka tanah merupakan gejala lintas‑batas antar berbagai gejala alam permukaan daratan. Pedosfer berujud suatu persinambung (continuum) sehingga tidak terpilahkan atas bagian‑bagian farik (discrete). Ke arah samping sifat‑sifat tanah berubah secara berangsur.
Menurut asal‑usul, tanah merupakan hasil alihrupa (transformation) dan alihtempat (translocation) bahan mineral dan organik yang terjadi di permukaan daratan di bawah pengaruh faktor‑faktor lingkungan selama waktu sangat panjang, dan membentuk tubuh dengan tatarupa tertentu (Schroeder, 1984). Sebutan "tubuh" menandakan bahwa tanah merupakan bangunan bermatra tiga, dua matra berkenaan dengan luas bentangan dan satu matra berkenaan dengan tebal. Sifat‑sifat tanah muncul dan berkembang sebagai hasil proses yang berlangsung selama waktu sangat panjang. Maka waktu menjadi matra keempat tanah. Dengan demikian tanah disebut bangunan bermatra empat, atau sistem raung‑waktu. Ini berarti hakekat tanah hanya terfahami secara baik kalau setiap gejala tanah didudukkan menurut ruang dan waktu.
Sifat tanah beragam, baik ke arah samping maupun ke arah vertical menurut keragaman faktor‑faktor lingkungan yang mempengaruhi pembentukan tanah. Tampakan tanah yang berkaitan dengan pola agihan vertical sifat‑sifat tanah disebut morfologi tanah. Bidang irisan tegak sepanjang tubuh tanah yang menampakkan morfologi tanah disebut profil tanah. Profil tanah menjadi kriterium klasifikasi tanah. Pola agihan menyamping sifat‑ sifat tanah menjadi kriterium pemilahan daerah bentangan jenis‑jenis tanah dalam pemetaan tanah.
Tanah merupakan salah satu tampakan alamiah bentanglahan bersama dengan tampakan alamiah yang lain seperti sungai, rawa, gunung, hutan, dsb. Keseluruhan tampakan tanah dalam waktu, suatu wilayah membentuk bentanglahan yang menjadi salah satu ciri wilayah bersangkutan.
Ada lima faktor pokok yang menentukan kemaujudan. (existence) tanah dan rona bentanglahan, yaitu bahan induk tanah, timbulan (relief) atau bentuklahan (landform), iklim, organisme, dan waktu. Faktor pembentuk tanah ialah keadaan atau kakas (force) lingkungan yang berdaya menggerakkan proses pembentukan tanah atau memungkinkan proses pembentukan. tanah berjalan. Proses pembentukan tanah berlangsung dengan berbagai reaksi fisik, kimia dan biologi, melalui tiga tahapan : (1) mengubah bahan mentah berupa batuan atau timbuhan bahan organik menjadi bahan induk tanah, (2) mengubah bahan induk tanah menjadi bahan tanah, dan (3) menata bahan tanah menjadi tubuh tanah dengan profil tertentu.
Bahan induk tanah menyediakan bahan untuk diubah menjadi bahan tanah. Timbulan menampilkan tampakan tinggi tempat, kelerengan dan kiblat lereng. Tinggi tempat biasanya berkaitan dengan jeluk (depth) air tanah. Timbulan berperan dalam mengagihkan (distribute) energi dan bahan. lklim memiliki pelaku proses berupa curah hujan, energi pancar matahari, suhu dan angin. Organisme memiliki pelaku proses berupa vegetasi dan flora serta fauna penghuni tanah. Waktu berkenaan dengan lama proses berlangsung, berarti menentukan kegigiban kerja reaksi dalam, memunculkan sifat‑sifat tanah.
Dengan peningkatan intensitas penggunaan tanah, khusus dalam. bidang pertanian, manusia dapat dinyatakan sebagai faktor pembentuk tanah. Dengan tindakan mengolah tanah, mengatur keairan tanah (irigasi, pengatusan), memupuk, mengubah bentuk muka tanah (mendatarkan, menteras), dan mereklamasi, manusia dapat mengubah proses, tanah atau mempengaruhi lajunya yang semula dikendalikan oleh faktor‑faktor alam.
Tanah sebagai reaktor
Tanah merupakan suatu sistem. beragam, terdiri atas komponen komponen (1) mineral (2) organik, (3) air, dan (4) udara. Komponen mineral berupa. fragmen batuan, mineral primer dan sekunder, serta bahan amorf. Komponen organik terdiri atas, akar tumbuhan, flora dan fauna penghuni tanah, sisa tumbuhan utuh dan lapuk, serta bahan humik. Air mengandung berbagai zat terlarut dan tersuspensi. Udara, tersusun atas uap air, gas‑gas atmosfer, dan gas‑gas hasil reaksi tanah. Bahan mineral dan organik membentuk kerangka padat tanah. Air dan udara berada dalam. pori tanah. Sebagian air terjerap di permukaan zarah mineral dan organik tanah.
Reaksi yang berlangsung dalam tanah dan antara tanah dan atmosfer adalah reaksi antarmuka berupa pertukaran bahan dan energi. Zarah lempung dan humik mempunyai permukaan jenis (luas permukaan tiap satuan berat atau volum) dan muatan listrik total besar, jauh lebih besar daripada bahan padat penyusun tanah yang lain. Maka lempung dan bahan humik menjadi pusat segala kegiatan proses yang berlangsung dalam tanah.
Tanah yang kaya lempung dan bahan humik sangat reaktif menyangkut pelarutan, hidrolisis dan reaksi reaksi sorbsi‑desorpsi, agregasi‑dispersi dan hidratasi ‑ dehidratasi. Tanah merupakan suatu sistem terbuka dalam arti antara tanah dan lingkungannya berlangsung proses pertukaran bahan dan energi sinambung. Proses pertukaran ini memelihara kesinambungan interaksi antar komponen tanah dan kelangsungan segala reaksi tanah. Tanah, tumbuhan dan atmosfer membentuk suatu persinambung (continuum) yang menjadi wahana, daur hidrologi dan unsur. Daur karbon merupakan proses terpenting berkenaan dengan lingkungan : C02 atmosfer ‑ fotosintesis oleh tumbuhan ‑ bahan organik tegakan ‑ bahan organik tanah ‑ dekomposisi dalam tanah C02 kembali ke atmosfer. Tanah menentukan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, berarti berpengaruh atas kegiatan fotosintesis yang mengambil. C02 dari atmosfer dan pembentukan biomassa tegakan yang menyimpan C. Tanah berkemampuan menyimpan C dalam bentuk bahan organik tanah, dan berpengaruh atas laju dekomposisi bahan organik tanah. Dengan demikian tanah berperan sangat penting dalam mengendalikan pemanasan global. Gambar 2 memperlihatkan tanah sebagai sistem terbuka (Buol, dkk, 1980).
Tanah sebggai ekosistem
Tanah bukan semata‑mata benda mati. Tanah mengandung suatu bentuk kehidupan khas berupa flora dan fauna, sehingga tanah memiliki ciri‑ciri tertentu sebagai benda hidup. Oleh karena tanah tersusun atas komponen abiotik dan biotik dalam asosiasi salingtindak yang melangsungkan daur salingtukar bahan maka tanah pada hakekatnya merupakan suatu ekosistem. Keseluruhan masyarakat hidup tanah dinamakan edafon. Edafon merupakan bagian bahan organik tanah. Kandungan edafon dalam bahan organik tanah berentangan 1 ‑ 10% berat bahan kering. Meskipun merupakan bagian kecil dari tanah, namun dalam proses tanah edafon berperan sangat besar, khususnya dalam pelapukan mineral, dekomposisi bahan organik pembentukan bahan humik, kompleks organomineral dan struktur tanah, serta pendauran energi dan unsur‑unsur C, N, P, S, Fe dan Mn.
Tanah menyediakan kebutuhan hidup edafon akan C berupa bahan organik atau C02, energi berupa bahan organik, bahan mineral, hara berupa bahan organik dan bahan mineral, air, dan oksigen. Tanah juga berfungsi melindungi hidup edafon dengan jalan membatasi koncahan (fluctuation) suhu dan kelembaban. Edafon biasa hidup berasosiasi dengan tumbuhan secara sinergistik lewat akar. Maka edafon lebih banyak ditemukan dalam risosfer. Akar mengeluarkan C02, 02 dan eksudat berupa zat‑zat organik sederhana. C02 membuat larutan tanah menjadi agak masam Yang melancarkan pelarutan hara dari rombakan batuan dan mineral. C02 diperlukan oleh bakteri otorof sebagai sumber C dan energi. 02 diperlukan oleh flora tanah aerob dan fauna tanah. Eksudat akar berguna bagi flora tanah heterotrof sebagai sumber C, N, dan energi. Akar tumbuhan mengalihkan banyak bahan organik ke tanah berupa bahan sayatan akar sewaktu akar tumbuhan menembus tanah, dan berupa lendir akar yaitu bahan granuler dan serabut halus serupa agar‑ agar yang menutupi permukaan akar. Bahan‑bahan organik ini siap dirombak oleh mikro‑organisme risosfer. Risosfer merupakan suatu ekosistem khas dan berbedajelas dengan ekosistem di luamya.
Tanpa proses organik berbagai daur bahan dan energi akan terhenti dan semua makhluk hidup, termasuk manusia, akan kehilangan penopang kehidupan mereka. Proses‑proses hidup memegang peranan penting dalam pembekalan haru bagi kehidupan berikut. Lebih daripada 98% N, 60 ‑ 95% S dan 25 ‑ 60% P dalim tanah berada dalam bentuk senyawa organik (Schroeder,1984).
Tanah sebagai kojaponem lahan
Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri‑cirinya merangkum semua tanda pengenal (attribute) biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbulan, hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini, yang boleh dibilang bersifat mantap atau dapat diramalkan bersifat mendaur, sejauh hal‑hal tersebut berpengaruh nyata (significant) atas penggunaan lahan pada masa sekarang dan pada masa mendatang. Berdasarkan pengertian ini maka tanah merupakan salah satu tampakan lahan. Sebagai komponen lahan, tanah merupakan suatu hamparan yang dinamakan pedosfer. Komponen lahan yang lain ialah atmosfer, hidrosfer (bagian yang berada di darat), biosfer, dan litosfer.
Kemaujudan (existence) lahan ditentukan oleh interaksi sinambung antar komponennya. Interaksi tersebut melangsungkan daur dan pertukaran energi dan bahan. Antara atmosfer dan pedosfer berlangsung daur energi yang bermula dari pancaran energi matahari yang kemudian dikembalikan ke atmosfer oleh pedosfer lewat pemantulan cahaya dan enusi pancaran bahang, dan daur air yang bermula dari curah hujan yang kemudian dikembalikan di atmosfer oleh pedosfer lewat evaporasi dan transpirasi (kerjasama antara, tanah dan vegetasi). Daur energi dan air semacam ini juga terjadi antara, atmosfer dan hidrosfer.
Bekerjasama dengan edafon dan akar tumbuhan, tanah melakukan pertukaran gas dengan atmosfer. Oksigen masuk ke dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan respirasi dan dilepaskan kembali ke atmosfer lewat proses fotosintesis. C02 masuk ke dalam tanah yang dikonsumsi oleh jasad foto‑ototrof dan dikembalikan ke atmosfer lewat proses perombakan bahan organik. Dalam hal perombakan bahan organik berlangsung dalam lingkungan reduktif, C dikembalikan ke atmosfer dalam bentuk CH4 (gas metan). N2 yang masuk ke dalam tanah ditambat (fixed) secara hayati oleh jasad renik dan dijadikan berbagai senyawa nitrogen organik. Oleh bakteri amonifikasi senyawa N organik diuraikan menjadi NH3 atau ion NH4, dan senyawa ini selanjutnya oleh bakteri nitrifikasi diubah menjadi berturut‑turut nitrit dan nitrat. Dalam lingkungan reduktif nitrat oleh bakteri denitrifikasi direduksi menjadi gas N2 yang kembali ke atmosfer.
Pertukaran C02 dan 02 juga berlangsung antara atmosfer dan biosfer yang berada di atas tanah (vegetasi).
Antara tanah dan vegetasi berlangsung pertukaran unsur kimia. Vegetasi menyerap unsur kimia, khususnya unsur hara, dari tanah dan dikembalikan ke tanah dalam bentuk bahan organik (serasah, jaringan tumbuhan mati). Oleh edafon pengurai bahan organik unsur‑unsur kimia terbebaskan kembali. Antara tanah dan hidrosfer (lengas tanah, air tanah, rawa, dsb) berlangsung pertukaran air dan zat‑zat yang terlarut atau tersuspensi di dalam air. Di daerah estuarin (pasang surut) terjadi pertukaran antara tanah dan laut. Di jalur sepanjang sungai terjadi pertukaran antara tanah dan air sungai. Pertukaran antara tanah dan air danau terjadi di jalur tepian danau. Gambut adalah sisa hasil pertukaran antara tanah ‑vegetasi‑rawa.
Keadaan tanah, termasuk kesuburan dan degradasinya, ditentukan oleh sifat hubungan nasabah (relationship) antara tanah dan komponen lahan yang lain. Maka dalam pengelolaan tanah, asas pokok ialah perbaikan, pembenahan atau pengaturan nasabah tanah dengan komponen lahan yang lain. Tindakan tersebut bertujuan di satu pihak memperkuat ketahanan tanah menghadapi usikan komponen lahan yang lain yang bersifat merugikan atau membahayakan, dan di pihak lain melancarkan daya tanggap (response) tanah terhadap pengaruh komponen lahan yang lain yang bersifat menguntungkan.
Degradasi tanah dapat tedadi karena dampak langsung atas tanah, seperti pengolahan tanah berlebihan, pemampatan tanah karena penggunaan alat dan mesin pertanian, pemupukan bertakaran tinggi atau tidak berimbang, pencemaran, dsb. Degradasi tanah dapat juga tedadi karena dampak tidak langsung karena gangguan atau pemutusan nasabah tanah dengan komponen yang lain, seperti penghilangan vegetasi penutup sehingga tanah tidak terlindung dari daya curah hujan mengerosi atau merusak struktur tanah, pengatusan tanah rawa gambut yang menimbulkan amblesan (subsidence), perubahan bentuk muka tanah, dan sifat hidrofobik gambut, dsb.
Memperbaiki nasabah tanah dengan timbulan dikerjakan a.l. dengan penterasan fereng. Pengaturan tata air bermaksud membenahi nasaba tnah dengan hidrosfer. Mengganti vegetasi alang‑alang dengan tumbuhan penutup legum bermaksud memperbaiki nasabah tanah dengan biosfer.
Tanah dapat menerima dampak secara impor dari yang di ekspor oleh tanah tetangga yang berasosiasi. Misalnya, tanah lahan atasan (upland) mengekspor bahan erosi yang di impor oleh tanah baruh (lowland) menjadi bahan endapan. Tanah lahan atasan juga mengekspor air limpas (runoff) yang diimpor tanah menjadi air genangan atau pengisi lengas tanah atau pengisi air tanah. Ekspor‑impor bahan tanah dan air berarti juga ekspor‑impor zat kimia pada umumnya dan zat hara pada khususnya. Ekspor zat hara secara berangsur akan memiskinkan tanah lahan atasan, dan impor zat hara secara berangsur akan memperkaya tanah baruh. Akan tetapi dalam hal zat pencemar, impornya akan menurunkan atau merusak harkat tanah. Proses alih tempat bahan ke samping berlangsung secara alami berkenaan dengan tanah sebagai komponen lahan. Ulah manusia dapat mempercepat atau memperlambat proses. Mempercepat proses tidak selalu merugikan. Sebaliknya, memperlambat proses tidak selalu menguntungkan.
Nasabah tanah dengan komponen lahan yang lain dapat bersifat kompensatif atau antikompensatif. Nasabah tanah pasiran dengan iklim basah, atau nasabah tanah lempungan dengan kimia kering, bersifat kompensatif dilihat dari segi pasokan (supply) lengas tanah untuk tumbuhan. Kekurangmampuan tanah pasiran menyimpan air dikompensasi oleh iklim basah yang mampu memamsok air banyak sepanjang tahun. Kekurangmampuan iklim kering membekali air cukup sepanjang tahun dikompensasi oleh tanah lempungan yang mampu menyimpan air banyak. Tanah dengan lereng bemasabah antikompensatif dilihat dari segi erosi. Makin besar lereng, tanah makin rentan terhadap erosi air. Nasabah antikompensatif ini dapat dikurangi dengan mengubah keadaan salah satu atau kedua rekan nasabah, atau menyisipkan faktor ketiga di antara kedua rekan nasabah sebagai penengah. Untuk ini dapat dilakukan pembenahan tanah dengan jalan memperbesar laju infiltrasi dan perkolasi air, berarti menurunkan massa aliran limpas (menurunkan kakas kinetik aliran limpas), dan/atau menteras lereng untuk membatasi laju aliran limpas (menurunkan kakas kinetik aliran limpas).
Tanah sehggai sumberdaya
Proses tanah yang bekerja dengan berbagai reaksi menghasilkan sifat‑sifat tanah. Karena memiliki sifat maka tanah berperilaku dan dengan perilakunya tanah dapat menjalankan, atau dapat dibuat menjalankan, fungsi‑fungsi tertentu, baik dalam lingkungan alam maupun dalam kehidupan manusia. Segala persediaan bahan atau barang alamiah yang dapat berfungsi dalam kehidupan manusia dinamakan sumberdaya alam. Arti berfungsi ialah diperlukan manusia dalam keadaan sebagaimana ditemukan (udara, air), atau dapat dibuat bermanfaat bagi manusia (tanah, cebakan logam, panas bumi). Tanah merupakan sumberdaya alam karena terbentuk secara alami. Akan tetapi tanah yang sudah lama dibudidayakan mempcroleh ciri‑ciri sumberdaya binaan (tanah sawah).
Sumberdaya bermatra kuantitas, kualitas, ruang dan waktu. Matra kuantitas dan kualitas berkenaan dengan konsep keterbatasan (scarcity). Suatu persediaan bahan atau barang yang melimpah tanpa kemungkinan habis seberapapun digunakan dan dapat digunakan tanpa memerlukan suatu upaya khusus tidak termasuk dalam pengertian sumberdaya.
Menurut perilakunya, sumberdaya terpilahkan menjadi yang terbarukan yang tidak terbarukan. Tanah termasuk sumberdaya terbarukan, yaitu sumberdaya yang tidak habis tergunakan pada penggunaan wajar. Sumberdaya semacam ini memiliki suatu mekanisme hakiki yang dapat mempertahankan kemaujudannya. Sumberdaya tidak terbarukan akan habis tergunakan sekalipun pada penggunaan wajar (minyak bumi).
Menurut fungsinya, sumberdaya terpilahkan menjadi yang merupakan masukan proses produksi dan yang merupakan masukan konsumsi. Tanah termasuk sumberdaya yang berftingsi sebagai masukan proses produksi. Sumberdaya semacam ini mempunyai nilai karena menghasilkan sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia. Jadi, nilai sumberdaya ini terkait pada nilai hasil keluaran. Secara tersendiri sumberdaya tersebut tidak bemilai. Lain halnya dengan sumberdaya yang menjadi masukan proses konsumsi, yang secara tersendiri sudah bemilai (udara, air).
Tanah terutama digunakan dalam proses produksi hayati untuk menghasilkan biomassa berguna bagi kehidupan manusia, yaitu bahan pangan, sandang, bangunan, pakan, dan bahan pokok argroindustri. Tanah juga digunakan menghasilkan biomassa untuk memenuhi kebutuhan niskala (immaterial) manusia dalam bentuk taman, jalur hijau, hutan wisata, dsb. Untuk penyejuk, perindang atau penyehat lingkungan, penenang suasana, atau pengasri pemandangan. Kebutuhan bergantung pada tempat dan waktu, sehingga kebutuhan kebendaan (pangan, dsb.) tidak selalu lebih penting daripada kebutuhan niskala.
Tanah dapat juga digunakan sebagai sumber bahan mentah industri atau kerajinan tembikar. Dalam hal ini tanah ditambang sehingga berperilaku seperti sumberdaya tidak terbarukan. Tanah juga digunakan sebagai alas tumpu bangunan rekayasa manusia (rumah, gedung, pabrik, jalan, dsb).
Tanah dalam lingkungan hidup manusia
Proses hidup dan kegiatan kehidupan selalu menghasilkan limbah (sisa proses; waste) dan sampah (buangan sehabis digunakan; refuse, litter) serta meninggalkan. sisa (bagian yang tidak digunakan, residue), yang dibuang ke lingkungan. Limbah, sampah dan sisa harus disingkirkan (disposed) dari lingkungan agar tidak mengganggu atau membahayakan proses hidup dan kegiatan kehidupan selanjutnya. Hal ini kiasi (nalogous) dengan perilaku makhluk. Limbah yang merupakan sisa metabolisme harus disingkirkan. dari tubuh agar tidak mengganggu atau membahayakan kelangsungan fungsi organ‑organ tubuh.
Limbah adalah sisa proses pengolahan. atau pembuatan yang dikeluarkan sistem pengolah atau pembuat bersama dengan. hasil berguna yang dibuat. Limbah adalah keluaran yang tidak berguna. Sampah adalah barang atau bahan yang dibuang sehabis digunakan. Sisa dapat bermakna macam‑macam. Sisa dapat berarti ceceran bahan atau zat masukan proses pengolahan atau pembuatan. Dapat juga diartikan. bagian bahan atau zat masukan yang karena satu dan lain sebab tidak terikut dalam proses atau reaksi produksi. Sisa dapat juga berarti bagian hasil proses pembuatan yang tidak berguna menurut maksud penjalanan proses pembuatan. Menurut pengertian terakhir ini, sisa bersifat nisbi. Misal, dalam hal pertanaman. legum yang dibudidayakan untuk penghasilan biji (bahan pangan), batang dan daun merupakan sisa. Akan tetapi dalam hal penghasilan pupuk hijau, batang dan daun merupakan hasil pokok dan biji menjadi sisa. Apabila sisa digunakan untuk memperoleh manfaat tambahan, sisa tersebut boleh dinamakan hasil samping. Limbah yang kemudian diketahui dapat dimanfaatkan secara tetap, boleh juga disebut hasil kedua. Misal, tetes hasil pabrik gula bukan lagi limbah melainkan hasil kedua karena sudah biasa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan spiritus. Kotoran temak adalah limbah dilih9t dari segi hewannya, akan tetapi merupakan hasil kedua dilihat dari segi usaha petemakan karena dapat dimanfaatkan secara tetap sebagai pupuk.
Limbah, sampah dan sisa yang untuk ringkasnya boleh disebut "buangan", dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. Buangan padatan dan cairan menyebar dengan perantaraan aliran air, sedang yang; berbentuk padatan halus (debu) dan gas (termasuk uap) menyebar dengan perantaraan angin. Padatan halus akhimya akan mengendap dari udara dan penyebaran selanjutnya berlangsung lewat aliran air. Uap dapat mengalami sublimasi menjadi padatan atau kondensasi menjadi cairan. Dengan demikian penyebaran selanjutnya berlangsung lewat aliran air. Tanah merupakan faktor pengendali penting, atas pengaliran air, baik secara sendirian (infiltrasi, penambatan dalam bentuk lengas tanah, dan perkolasi) maupun secara kerjasama dengan lereng (aliran limpas) dan dengan struktur geologi (pengisian air tanah dan pengaliran air tanah). Maka tanah berperan pe nting dalam penyebaran bahan atau zat buangan. Tanah juga berkemampuan menyerap gas, sehingga berperan pula dalam penyebaran bahan atau zat buangan berupa gas.
Kegawatan daya pengaruh buangan atas lingkungan dapat dipilahkan menjadi dua tingkatan, yaitu pengotoran (contamination) dan pencemaran (pollution). Pengotoran menyebabkan lingkungan tidak memenuhi syarat kepatutan hidup, akan tetapi belum sampai membahayakan hidup. Ukuran kepatutan berkenaan dengan kebersihan,, kesegaran, keasrian, martabat, dsb. (misal, air sungai keruh untuk mandi, untuk air dapur). Pencemaran menyebabkan lingkungan berada pada keadaan yang membahayakan hidup atau menyebabkan orang tidak betah tinggal berkenaan dengan kesehatan, keselamatan, keserasian (subtability), dsb. (misal, air sungai berbau busuk, mengandung zat beracun atau kuman penyakit). Dari segi ekologi, pencemaran berkenaan dengan eutrofikasi perairan, penyebaran zat beracun dalam udara, tanah dan/atau air, dan merusak habitat.
Tanah berfungsi penting melindungi kehidupan yang dijalankannya selaku sistem penyaring, penyangga kimia (buffer), pengendap, pengalihragam (transformer), dan pengendali biologi (Lynch, 1983; Schroeder, 1984).
Fungsi penyaring dijalankan tanah dengan tubuhnya yang berbentuk jaring (berstruktur). Bahan buangan berupa lumpur, debu yang, mengendap dari udara, sedimen dan bahan tersuspensi ditahan oleh tanah atasan (topsoil) sehingga tidak terbawa air perkolasi. Dengan demikian tanah bawahan (subsoil) dan air tanah terhindar dari pencemaran.
Fungsi menyangga kimiawi dijalankan tanah dengan menjerap ion‑ion zat beracun yang terlarut. Daya menyangga besar berkaitan dengan kadar lempung, terutama. montmorillonit, dan bahan humik tinggi. Lempung menjerap kation dan bahan humik menjerap kation dan anion. Hidroksida dan oksida Fe dan Al menjerap (adsorb) atau menyemat (fix) anion. Fungsi mengendapkan secara kimiawi berkaitan dengan pH dan potensial redoks. Dengan jalan menyangga dan mengendapkan, tanah dapat membersihkan air limpas (runoff) dan air perkolasi dari zat‑zat beracun seperti logam berat, oksida N dan S, sisa pupuk dan sisa pestisida yang terlarut. Pencekalan senyawa amonium, nitrat dan fosfat yang terlarut dalam air limpas dan air perkolasi sebelum masuk ke air sungai dan air tanah dapat menghindar kan eutrofikasi perairan. Zat‑zat yang sangat beracun biasanya terdapat dalam buangan industri dan pertambangan karena, mengandung unsur F, Hg, Cd, Cr, Pb, Ni, Zn, dan Cu. Sisa pestisida juga berbahaya karena mengandung Zn dan Cu.
Fungsi mengalihragamkan dikerjakan oleh edafon, khususnya flora renik, atas senyawa pencemar organik seperti yang terdapat dalam kencing, tinja, kotoran hewan, rembesan peranan hijauan temak (silage), sari kering limbah (sludge), dan pestisida organik. Senyawa‑ senyawa tersebut dirombak dan diubah dengan proses mineralisasi dan hun‑dflkasi menjadi zat‑zat yang tidak berbabaya. Penguraian bahan organik juga dapat menanggulangi pemasukan bahan organik yang mudah teroksidasi ke perairan, berarti menanggulangi pengahatan tubuh air akan oksigen bebas yang merusak habitat keairan.
Fungsi pengendali biologi berguna menekan serangan penyakit yang bersumber tanah (soil‑bome). Lempung montmorillonit, koloid humus dan beberapa jenis bakteri tanah berdaya menekan serangan jamur karena montmorillonit memperbesar daya saing bakteri melawan jamur karena montmorillonit terjerap pada miselium jamur akan tetapi tidak terjerap pada sel bakteri. Maka lempung montmorillonit memperkuat daya tindih (suppressive) bakteri atas jamur patogen. Koloid humus berperilaku mirip dengan lempung montmorillonit. Maka tanah yang banyak mengandung lempung montmorillonit darx/atau koloid humus berkesanggupan besar menjalankan fungsi pengendali hayati. Kebanyakan jamur patogen terhadap manusia hanya ditemukan dalam tanah yang tidak mengandung lempung montorillonit (Lynch, 1983).
Pengertian Lahan
Pengertian lahan yang telah diajukan terdahulu dalam pasal "tanah sebagai komponen lahan" dapat diringkaskan bahwa lahan adalah hamparan berupa suatu tembereng (segment) sistem terestik yang merupakan suatu perpaduan sejumlah sumberdaya alam dan binaan. Lahan juga merupakan wahana sejumlah ekosistem. Lahan merupakan konsep holistik, dinamik dan geografi. Konsepnya bersifat holistik karena berpangkal pada kebulatan ujud dan fungsi dari ujud dan fungsi komponennya, masing‑masing. Konsepnya bersifat dinamik karena nasabah struktural dan fungsional antar komponennya dapat bergand menurut tempat dan/atau waktu. Konsepnya bersifat geografi karena lahan dipandang selaku perpaduan berbagai tampakan muka daratan.
Lahan merupakan suatu wilayah (region), yaitu suatu satuan ruang berupa suatu lingkungan pemapanan masyarakat manusia. Wilayah memperoleh sebutan kawasan apabila padanya telah diterapi suatu hak atau wewenang mengelola atau melakukan kegiatan untuk tuiuan tertentu. Maka berkenaan dengan tataguna lahan, laban juga bermatra, kepentingan dan politik disamping bermatra sumberdaya dan ekologi.
Sebagai suatu lingkungan pemapanan masyarakat manusia, lahan mengunjuk kepada keseluruhan keadaan luar tempat suatu organisme, masyarakat organisme atau obyek berada, yang melingkupi dan mempengaruhi kemaujudan (existence) organisme, masyarakat organisme atau obyek tersebut. Lahan merupakan penjelasan keseluruhan faktor atau kakas (force) di suatu tapak (site) yang mempengaruhi atau berperan dalam hidup dan kehidupan suatu makhluk atau masyarakat makhluk. Menurut pengertian ekologi manusia, lahan adalah habitat.
Keseluruhan keadaan luar dapat dipilahkan atas keadaan yang diperlukan secara mutlak, yang menguntungkan, dan yang membabayakan. Harkat lahan ditentukan oleh imbangan antara ketiga macam keadaan tersebut.
Kebaikan imbangan bersifat nisbi karena bergantung pada maksud dan tujuan penggunaan lahan, dan hal ini pada gilirannya ditentukan oleh tempat dan waktu. Ketersediaan udara bersih dan air bersih dalam jumlah mencukupi adalah kebutuhan mutlak universal apa pun maksud dan tujuan penggunaan lahan. Ketersediaan tanah subur yang luas menjadi kebutuhan mutlakk untuk tujuan pengembangan pertanian. Keadaan tersebut merupakan keadaan yang menguntungkan untuk tujuan pendirian permukiman (memberi peluang perindangan dan pengasrian). Keadaan yang membahayakan dapat berkenaan dengan pencemaran atau bencana alam yang kerap terjadi. Untuk maksud dan tujuan pe nggunaan lahan apa pun keadaan semacam ini mutlak harus disingkirkan atau dihindari.
Dengan menggunakan pengertian lahan seperti itu tampak kemiripan hakekat antara lahan dan lingkungan, keduanya mengunjukkan tapak tinggal (habitat) makhluk pada umumnya dan manusia pada khususnya. Perbedaan yang dapat diajukan antara kedua pengertian tersebut ialah mengenai pendudukan komponen antropogen dalam sistem.‑Dalam sistem lahan kedudukan komponen antropogen dibahas berdasarkan hasil‑ hasil kegiatan manusia beserta lembaganya yang membentuk tampakan binaan (waduk, jalan raya, kota, dsb), yang dapat mengubah tampakan alami atau nasabah antar tampakan tersebut. Dalam hal sistem lingkungan kedudukan komponen antropogen dibahas berdasarkan cerapan (perception) mengenai campur tangan yang dapat atau akan dilakukan manusia beserta lembaganya. Dengan kata lain, dalam masalah lahan pembahasan unsur sosial‑ekonomi‑budaya menggunakan campur tangan manusia sebagai fakta yang telah mengujud (materialize). Dalam masalah lingkungan pembahasan tersebut menggunakan campurtangan manusia sebagai fakta yang bersifat niskala (immaterial) seperti tradisi, pandangan hidup, perilaku lembaga, peraturan tertulis dan tidak tertulis, dsb.
Berkenaan dengan pembandingan pengertian lahan dengan lingkungan bolehlah dikatakan bahwa istilah lingkungan merupakan istilah konsepsional mengenai habitat, sedang lahan merupakan istilah operasional sebagai jabaran istilah lingkungan. Dengan penjabaran ini persoalan lingkungan menjadi lebih tertangani (manageable) karena struktur lahan bersifat nyata (tangible), komponen‑komponen tersidik secara jelas, dan watak serta perangai tiap komponen, nasabah antar komponen dan perubahannya dapat diukur (measurable) atau dapat dihitung (calculable). Dengan demikian interaksi kompensatif atau antikompensatif antar komponen lingkungan nan jalurdampak usikan ke tiap komponen dapat lebih mudah diikuti.
Komponen sumberdaya alam lahan terdiri atas atsmosfer, pedoser, bentuk muka bumi, gelogi, hidrosfer, dan biosfer. Komponen sumberdaya binaan berupa hasil rekayasa manusia pada masa lampau dan masa kini yang berpengaruh penting atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini dan pada masa mendatang. Jadi, komponen lahan ialah segala tampakan atau gejala, baik yang bersifat tetap maupun yang bersifat mendaur, yang menentukan nilai kegunaan lahan untuk manusia.
Antar komponen lahan berlangsung saling tindak (interactioan) dengan proses pertukaran energi dan bahan yang membangkitkan proses alihrupa (transformation) dan alihtempat (translocation). Dalam hal saling tindak antar komponen berlangsung secara kompensatif, lahan berada dalam keadaan mantap atau berada dalam keseimbangan tahana tunak (steady state equilibrium). Usikan (disturbance) memberikan dampak yang mengganggu nasabah kompensatif (compensatory relationship) antar komponen lahan. Makin kuat nasabah kompenstifnya, lahan makin tegar menghadapi dampak, baik yang datang secara alamiah maupun yang terjadi karena ulah manusia. Kemampuan lahan menghadapi usaikan juga berkaitan dengan kelentengan komponennya dalam melawan kakas pengubah (deformation force). Makin lenting sifatnya, makin besar daya lahan memugar diri. Misalnya, tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih lenting daripada yang miskin bahan organik, karena bahan organik berdaya sangga fisik dan kimia besar. Tanah lempungan bersifat lebih lenting daripada tanah pasiran, karena. bahan lempung berdaya sangga kimia, sedang bahan pasir tidak.
Dengan konsep, lahan sebagai lingkungan hidup, acuan struktur lahan dapat diringkas menjadi tiga gatra (aspect), yaitu fisik, hayati dan sosial‑ekonomi‑budaya (sosekbud). Gatra fisik lingkungan hidup merangkum komponen lahan atmosfer, pedosfer, hidrosfer dan litosfer. Gatra hayati lingkungan hidup merangkum lingkungan komponen lahan biosfer. Gatra sosekbud lingkungan hidup merangkum komponen lahan antroposfer. Gatra fisik bersama dengan gatra hayati menentukan kemanfaatan pembawaan lingkungan hidup. Apabila pada kemanfaatan pembawaan diberikan pengaruh sosekbud, timbullah kemanfaatan binaan yang diciptakan oleh manusia dengan rekayasanya di bawah kendali faktor‑faktor tradisi, kepercayaan, agama, organisasi kemasyarakatan, sumberdaya, kebijakan, dan politik
Kemanfaatan binaan pada dasamya diupayakan lebih tinggi daripada kemanfaatan pembawaan dengan jelas menerapkan teknologi untuk memperbaiki sifat komponen lahan dan/atau perilakunya dalam nasabah antar komponen. Makin banyak keadaan yang dapat diperbaiki, atau perbaikannya dapat dikerjakan makin mendalam, peningkatan kemanfaatan binaan terhadap kemanfaatan pembawaan makin tinggi. Namun demikian peningkatan kemanfaatan binaan tidak boleh semaunya. Peningkatannya harus selalu mengingat keterlanjutan fungsi lingkungan menopang kehidupan manusia dan makhluk lainnya, serta mempertahankan keanekaan dan keseimbangan hayati.
Pengertian Tataguna Lahan
Tataguna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan dan program tata keruangan untuk memperoleh manfaat total sebaik‑baiknya secara berkelanjutan dari daya dukung tiap bagian lahan yang tersediakan. Oleh karena daya dukung lahan dapat dikembangkan dengan teknologi sampai batas layak menurut ukuran efisiensi penggunaan masukan dan ambang keseimbangan lahan selaku sistem, tataguna lahan dapat dirancang dengan berbagai skenario tingkat teknologi yang diterapkan. Istilah tataguna menunjukkan fungsi‑kemanfaatan yang bersifat dinamis‑aktif.
Tata keruangan dalam tataguna lahan berarti menempatkan tiap macam kegiatan penggunaan lahan pada. bagian lahan yang berkemampuan sepadan untuk mendukung secara berkelanjutan kegiatan bersangkutan. Jadi, "keruangan" mengunjuk kepada matra ruang dari pengagihan (distribution) kegiatan. Secara asasi ini bertentangan dengan ."tata ruang" yang menyiratkan sekadar mengalokasikan sepetak lahan untuk suatu kegiatan tertentu, atau memetak‑petak lahan untuk dibagi‑bagikan kepada sejumlah kegiatan.
Makna tataguna lahan menyiratkan hal‑hal sebagai berikut :
- Mengupayakan kelangsungan interaksi pada aras (level) optimum antara intensitas kegiatan dan kemampuang lahan yang ditempati kegiatan tersebut.
- Upaya tersebut pada butir (1) dimaksudkan untuk dapat menempatkan jumlah maksimum bentuk penggunaan lahan takdeterioratif yang kompatibel, sehingga diperoleh jumlah manfaat terbaik yang dapat diperoleh dengan sumbangan dari semua bentuk penggunaan lahan yang dapat ditempatkan tersebut.
- Jumlah manfaat terbaik tersebut pada butir (2) diperuntukkan, baik bagi individu pengguna lahan maupun bagi masyarakat secara berimbang.
- Keterlanjutan fungsi sumberdaya lahan, berarti mencegah dampak negatif pembangunan atas tata ruang.
Tataguna lahan merupakan suatu bentuk kebijakan peruntukan lahan. Maka dari itu tataguna lahan dapat bergeser dalam batas‑batas suatu program pemanfaatan sumberdaya lahan berjangka panjang. Ini berarti bahwa tataguna lahan bermatra waktu pula, disamping bermatra ruang. Makna dan sifat tataguna lahan mengunjukkan bahwa tataguna lahan menggunakan konsep holistik, dinamik dan geografi pula, sebagaimana yang digunakan dalam menetapkan (define) lahan.
Kelayakan atau kesepadanan penggunaan lahan merupakan. pengharkatan lahan secara tuntas (exhaustive) karena melibatkan pertimbangan jangka pendek, menengah dan panjang sebagai satuan waktu, dan pertimbangan setempat, regional dan nasional sebagai satuan ruang. Dengan demikian tataguna lahan merupakan bentuk kebijakan tertinggi dan program paling serbacakup (comprehensive) dalam hal pemanfaatan sumberdaya lahan.
Tataguna lahan membimbing pembangunan wilayah yang bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan manfaat lahan. Dapat tedadi bahwa pembangunan wilayah harus melibatkan perubahan keadaan lahan kini. Perubahan keadaan lahan dapat berkenaan dengan penggantian bentuk atau sistem penggunaan lahan, misalnya pertanian diubah menjadi permukiman, atau pertanian pangan diganti dengan perkebunan. Perubahan keadan lahan dapat pula berkenaan dengan reklamasi untuk membuat keadaan lahan sesuai dengan syarat penggunaan lahan yang direncanakan, misalnya mengeringkan rawa untuk dijadikan kawasan industri.
Tataguna lahan menjadi pedoman dalam pemutusan:
- Seberapa banyak dan jauh perubahan keadaan lahan yang dapat dibenarkan,
- Pada si fat lahan mana perubahan diperlukan,
- Bagaimana perubahan. diadakan untuk membatasi usikan pada lahan, artinya teknik apa yang sebaiknya diterapkan, atau di tempat mana perubahan sebaiknya dikerjakan,
- Perlukan tindakan pengaman untuk melengkapi rencana kegiatan, agar manfaat lahan yang meningkat disertai dengan keterlanjutan fungsi lahan.
Kemampuan, Kesesuaian, Dan Daya Dukung Lahan
Kemampuan, kesesuaian, dan daya dukung lahan merupakan kriterian harkat lahan. Harkat lahan dinilai dengan menaksir (assess) kemungkinan. lahan digunakan oleh manusia untuk pertanian, kehutanan, rekayasa, rekreasi, dsb. (Stewart, 1968). Penilaian lahan dipandang sebagai proses pembandingan secara teliti dan penafsiran inventarisasi dasar mengenai tanah, iklim, vegetasi penutup, penggunaan lahan kini, dan gatra lahan yang lain, dengan maksud membandingkan berbagai altematif penggunaan lahan yang memberikan harapan dapat diterapkan di macam. lahan yang berbeda‑beda (FAO, 1984). Dengan konsep ekonomi, penilaian lahan menetapkan seberapa' jauh permintaan yang diajukan oleh macam atau behtuk penggunaan lahan yang direncanakan dapat dipenuhi oleh penawaran yang disajikan oleh lahan (Melitz, 1986). Penilaian harkat lahan menjadi dasar penataan penggunaan lahan.
Harkat lahan yang ditaksir berdasarkan sifat dan perilaku semua komponennya, dan interaksi antar komponennya, menghasilkan pemahaman tentang mutu lahan. Mutu lahan ialah suatu pengenal majemuk (complex attribute) lahan yang bertindak secara. berbeda dengan tindakan mutu lahan yang lain dalam mempengaruhi kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1977). Tiap macam penggunaan lahan mempersyaratkan mutu lahan sendiri‑sendiri. Oleh karena itu mutu lahan‑bermakna nisbi dan dengan demikian penilaian lahan bersifat subyektif
Hakekat penilaian lahan secara umum ialah suatu pemeringkatan atau klasifikasi lahan secara praktis yang dirancang untuk menggairahkan penggunaan lahan secara maksimum, namun tetap menguntungkan dan berkelanjutan menurut ciri‑ ciri lahan, keterbatasan kegunaan lahan, kapasitas produktif lahan sebagai tanggapan terhadap pengelolaan, kebutuhan akan pengelolaan menurut ukuran ikhtiar dan masukan, serta resiko kerusakan lahan dalam penggunaan (Soepraptobardjo & Robinson, 1975).
Makna ketiga kriteria harkat lahan adalah sebagai berikut
Kemampuan lahan (land capability) dinilai menurut macam pengelolaan yang disyaratkan berdasarkan pertimbangan biofisik untuk mencegah terjadinya kerusakan lahan selama penggunaan. Makin rumit pengelolaan yang diperlukan, kemampuan lahan dinilai makin rendah untuk macam penggunaan yang direncanakan. Berkenaan dengan peruntukan lahan maka kemampuan lahan mengatur pemilihan macam penggunaan lahan yang paling aman bagi keselamatan lahan,
Kesesuaian lahan (land suitability) dinilai menurut pengelolaan khas yang diperlukan untuk mendapatkan nisbah (ratio) yang lebih baik antara manfaat yang dapat diperoleh dan korbanan (masukan) yang diperlukan. Makin rumit pengelolaan khas yang diperlukan, kesesuaian lahan dinilai makin rendah untuk macam penggunaan yang direncanakan. Kesesuaian lahan berkonotasi ekonomi. Dalam memperuntukkan lahan bagi suatu keperluan tertentu diutamakan. pertimbangan kemungkinan mengoptimumkan masukan berkenaan‑dengan keluaran yang diinginkan menurut konsep ekologi (adaptasi) atau menurut konsep ekonomi, baik dalam hal konservasi lahan maupun dalam hal peningkatan kapasitas produktif (FAO, 1984). Menurut Melitz (1986) penilaian kesesuaian lahan merupakan pemeringkatan kecukupan mutu lahan selaku barang yang ditawarkan dalam memenuhi permintaan suatu macam penggunaan lahan tertentu akan mutu lahan. Makin kurang kecukupannya, kesesuaian lahan dinilai makin rendah untuk macam penggunaan lahan bersangkutan,
Daya dukung lahan (land carrying capacity) dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu ekosistem menahan keruntuhan akibat dampak penggunaan. Segala takrif (definition) konsep "daya dukung" harus melibatkan spesifikasi mengenai (1) aras penggunaan, yang akan memperbolehkan (2) pemeliharaan secara terus menerus (3) suatu aras mutu lingkungan tertentu dalam (4) suatu aras tujuan pengelolaan tertentu yang dibuat dengan mengingat (5) biaya pemeliharaan mutu sumberdaya pada suatu aras yang akan mendatangkan (6) kepuasan pengguna sumberdaya (disadur dari Georges Payot dalam. Schwarz, dkk., 1976). Daya dukung lahan berkenaan dengan kelayakan lahan.
Pengharkatan lahan mengelompokkan tapak‑tapak (sites) menjadi satuan‑satuan lahan isofungisi. Untuk keperluan tataguna lahan makro satuan‑satuan lahan isofungsi yang terletak bertetangga dan menempati kawasan sistem lahan biofisik yang sama digabungkan menjadi satuan lahan isotopik. Pekerjaan ini dinamakan inventarisasi sumberdaya lahan. Tanpa ini tidak akan mungkin dikerjakan tata ruang yang benar.
Kemantapan lahan (lingkungan) selaku sistem digambarkan sebagai fungsi ketahanan sistem dan usikan penggunaan. Garis diagonal 'putus‑putus mengunjukkan ambang batas keadaan lingkungan mantap dengan keadaan lingkungan goyah, berarti merupakan kedudukan titik‑titik keseimbangan antara daya tahan lingkungan dan daya usik kegiatan penggunaan lingkungan yang menimpa lingkungan. Maka ambang batas menggambarkan penggunaan lingkungan secara optimum. Penggunaan lingkungan di atas garis diagonal menjamin sepenuhnya kemantapan lingkungan karena aras intensitas penggunaan lingkungan lebih rendah daripada tingkat kemampuan lahan. Akan tetapi dengan, demikian pemanfaatan lahan menjadi tidak efektif Penggunaan lingkungan di bawah garis diagonal menimbulkan resiko besar meruntubkan lingkungan karena aras intensitas, penggunaan lingkungan lebih tinggi daripada tingkar kemampuan lahan. Makin jauh kedudukan penggunaan lingkungan di atas garis optimum, jaminan kemantapan lingkungan makin besar, akan tetapi efektivitas penggu naanya makin rendah. Makin jauh kedudukan penggunaan lingkungan dibawah optimum, resiko keruntuhan lingkungan makin besar.
Pengaruh Timbal Balik Kegiatan Pembangunan Dengan lingkungan
Kegiatan pembangunan selalu mengakibatkan perubahan atas lingkungan. Perubahan itu tedadi karena pembangunan bertujuan meningkatkan manfaat sumberdaya, seperti meningkatkan produktivitas sumberdaya, menganekaragamkan hasil produksi, memperbaiki tata ruang atau pola peruntukan sumberdaya, memasukkan fungsi konservasi, dsb. Akan tetapi tidak semua perubahan berarti pembangunan. Yang dapat diartikan pembangunan ialah kegiatan yang mendatangkan perubahan progresif berkelanjutan. Hal ini dikenal dengan sebutan dampak positit. Kegiatan yang mendatangkan perubahan regresif atau memberikan dampak negatif bukan pembangunan.
Pembangunan melibatkan dua proses yang saling berkaitan, yaitu pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development). Pertumbuhan berkenaan dengan perubahan kematraan (dimensional change), sedang perkembangan berkenaan dengan perubahan struktural. Perluasan usaha, peningkatan intensitas kegiatan, dan perbaikan efisiensi penggunaan faktorfaktor produksi, merupakan pengunjuk (indicators) pertumbuhan. Perkembangan ditandai dengan pembenahan atau pembaharuan kelembagaan, seperti sistem kegiatan, struktur organisasi, sistem membuat keputusan, dsb.
Pengalaman menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas proses seringkah tidak dapat terlaksana tanpa pembenahan atau pembaharuan sistem kegiatan. Sebaliknya pun dijumpai, yaitu pembaharuan sistem kegiatan baru dapat dibenarkan apabila ada peluang cukup memperluas atau meningkatkan intensitas kegiatan. Pada suatu waktu pola sosioekonomi tertentu dapat mendorong pertumbuhan, dan pada gifirannya pertumbuhan yang terjadi akan mengubah pola sosioekonomi yang telah mendorongnya tadi. Pertumbuhan dan perkembangan saling bergantung (Malassis, 1975).
Perubahan atas lingkungan menandakan pengusiran atas lingkungan. Macam dan intensitas usikan yang masih tertahankan oleh suatu lingkungan ditentukan oleh ketahanan lingkungan. Ketahanan lingkungan ditentukan oleh ketahanan komponen lingkungan masing‑masing dan nasabah kompensatif antar komponen lingkungan. Sebagaimana halnya dengan kemanfaatan lingkungan, ketahanan lingkungan juga mempunyai dua sumber, yaitu pembawaan dan yang diperoleh dari hasil rekayasa manusia. Ketahanan lingkungan dibangkitkan oleh interaksi antara sifat‑sifat bawaan dan masukan teknologi. Dengan demikian masukan teknolo gi yang sama akan menghasilkan tingkat ketahanan yang berbeda pada lingkungan‑lingkungan yang berbeda sifat‑sifat bawaannya. Untuk memperoleh tingkat ketahanan yang memadai, tiap macam lingkungan memerlukan suatu sistem pengelolaan sendiri‑sendiri. Fakta ini harus diperhatikan dalam merencanakan pembangunan sumberdaya berkenaan dengan penataan ruang.
Mengelola lingkungan sebagai bagian hakiki kegiatan pembangunan memuat segi‑segi berikut : (1) mengendalikan dan mengatur interaksi antar komponennya menuju ke arah yang menguntungkan secara berkelanjutan bagi pemenuhan kebutuhan manusia, (2) pemudahan (facilitating), perbaikan dan/atau pengefektifan nasabah kompensatif antar komponennya untuk meningkatkan ketahanan lingkungan terhadap usikan, dan (3) mencegah campur tangan (intervention) manusia yang mprugikan dan menghilangkan usikan yang berlebihan. Campur tangan atau usikan dapat datang dari alam (bencana alam) atau dari manusia karena salah kelola. Salah kelola dapat terjadi karena (1) ketidak‑tahuan, (2) kealpaan atau ketidak‑pedulian, (3) nafsu serakah, atau (4) kesalahan kebijakan.
Ada komponen lingkungan/lahan yang dapat memugar diri yang disebut terbarukan dan ada yang tidak dapat yang disebut takterbarukan. Dapat memugar diri berarti berkemampuan memulihkan. fungsi dan kapasitasnya secara berangsur setelah penyebab kemundurannya hilang atau berhenti bekerja. Daya memugar diri dapat hilang kalau intervensi atau usikan melampaui batas kelentingan komponen selaku sistem. Kehilangan ini sebetulnya tidak mutlak, akan tetapi nisbi menurut ukuran waktu manusia. Daya memugar diri tetap jalan pada ukuran waktu alam. Komponen lahan yang bersifat terbarukan mencakup tanah, air, udara dan vegetasi, sedang yang bersifat takterbarukan mencakup timbulan (relief) dan cadangan bahan tambang.
Unsur‑unsur lingkungan fisik yang biasa mengalami perubahan karena pembangunan ialah tanah (termasuk edafon), air (dalam jangka panjang hidrologi), dan timbulan. Yang sering mengalami perubahan ialah udara (dalam jangka panjang iklim). Unsur‑unsur lingkungan hayati yang sering berubah karena pembangunan ialah vegetasi aseli dan bersamaan dengan itu marga satwa ikut berubah, hama, parasit, dan penyakit.
Pengelolaan tanah dan pemberian bahan pembenah tanah dapat berpengaruh atas hidrologi. Perubahan sifat air yang digunakan untuk irigasi dan perubahan hidrologi berpengaruh atas tanah. Perubahan tanah, air dan hidrologi berpengaruh atas flora, dan perubahan flora dapat berdampak atas fauna. Perubahan timbulan berpengaruh atas tanah dan hidrologi. Perubahan flora berpengaruh atas tanah dan hidrologi. Perubahan hidroogi karena perubahan tanah, timbulan dan/atau flora berkenaan dengan perubahan laju aliran limpas, infiltrasi, perkolasi dan evapotranspirasi.
Tidak ada pengubahan udara dan iklim yang berkaitan dengan tindakan langsung. Yang terjadi ialah pengubahan tidak langsung sebagai akibat kegiatan tertentu, seperti industri, pertambangan, pertanian, da'n lalu lintas kendaraan bermotor. Dapat juga terjadi karena keadaan atau peristiwa alam (rawa, kegiatan gunung api). Udara dapat berubah karena terbangan debu (dust), abu (ash), asap (smoke), dan gas.. Dalam jangka panjang perubahan udara dapat menimbulkan perubahan iklim.
Perubahan udara dan iklim berdampak atas tanah, sumberdaya air, sumberdaya hayati (flora dan fauna), dan manusia. Debu berasal dari tanah dan kegiatan pertambangan. Abu berasal dari industri dan gunung api. Asap, yang sering mengandung logam berat beracun, berasal dari industri dan kendaraan bermotor. Asap yang keluar dari motor bakar mengandung gas CO yang sangat beracun kalau dihirup. Gas C02 berasal dari tanah pertanian dan lahan pembukaan hutan (dekomposisi bahan organik), dan dari pembakaran bahan bakar karbon (minyak dan gas burrii, batubara, kayu). Tanah pertanian, terutama yang biasa dipupuk dengan pupuk nitrogen, dan lahan pembukaan hutan juga melepaskan gas N20. Gas CH4 dihasilkan oleh lahan sawah, rawa, waduk, dan petemakan sapi. Gas S02 berasal dari industri dan gunung api. Debu dan gas‑gas C02, CH4 dan N20 berperan utama dalam pemanasan atmosfer dunia yang dapat menjurus ke pengubahan iklim dunia.
Perubahan lahan merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi pada satu atau lebih komponennya. Kerentanan komponen masing‑masing terhadap perubahan tidak sama. Komponen yang paling rentan menjadi penentu pertama perubahan lahan. Perubahan lahan menyebabkan pola penggunaan lahan perlu diubah untuk penyesuaiannya. Timbal baliknya juga terjadi, yaitu perubahan pola ‑ penggunaan lahan menimbulkan perubahan lahan karena pengaruhnya atas komponen‑komponen lahan dan/atau atas nasabah antar komponen lahan berubah.
Dampak Penggunaan Lahan
Dampak (impact) boleh diartikan sebagai "konsekuensi kegiatan atas keadaan lahan". bampak merupakan ungkapan usikan. Dampak dapat diukur menurut (1) perangkumannya, yaitu terbatas pada satu‑dua komponen lahan atau pada banyak sekaligus, (2) kedalamannya, yaitu pengaruhnya dangkal saja atau mendalam mengenai sifat‑sifat utama komponen lahan, dan (3) keluasannya, vaitu terbatasnya setempat saja yang langsung terkena atau pengaruhnya berangsur menjalar ke tempat‑tempat lain (mengekspor dampak).
Dampak dapat juga dinilai menurut (1) tingkat atau skalanya (magnitude), dan (2) kepentingannya (importance). Tingkat dampak adalah ukuran berat‑ringannya berdasarkan suatu tolok ukur batas kewajaran berupa baku mutu lahan (land quality standard). Kepentingan dampak adalah ukuran makna akibatnya bagi keseluruhan keadaan lahan. Jadi, tingkat dampak berkenaan dengan intensitas atau kualitas dampak, sedang kepentingan dampak berkenaan dengan keluasan atau kuantitas dampak. Dibandingkan dengan ukuran tersebut terdahulu, tingkat/skala dampak bermakna setara dengan kedalaman dampak, dan kepentingan dampak bermakna setara dengan gabungan perangkuman dan keluasan dampak.
Ada dampak yang sumberdaya dapat diunjukkan (indicated) secara jelas, misalnya pabrik kimia di tempat tertentu (point source). Ada dampak yang sumbemya hanya dapat diunjukkan secara rampat (general) karena titik pelepasan bahan/zat pendampak banyak, terpencar, dan baur, misalnya kawasan pertanian yang menggunakan pupuk dan pestisida banyak (nonpoint source).
Suatu dampak dapat bersifat sekaligus berat dan penting, misalnya erosi berat yang mengenai daerah luas. Mendirikan tanggul untuk membuat jalan melintasi suatu cekungan banjir sempit berdampak berat karena mengubah secara nyata hidrologi cekungan banjir tersebut, akan tetapi tidak penting karena pengaruhnya terbatas hanya pada cekungan banjir sempit itu saja. Pembuangan sampah sekali‑sekali ke sungai berdampak tidak berat namun penting karena akibatnya segera meluas terbawa afiran air.
Dampak sebetulnya tidak selalu buruk. Dampak buruk disebut dampak negatif. Dampak yang menguntungkan disebut dampak positif, misalnya penterasan lereng yang berdampak mengurangi erosi. Dampak negatif tertentu dapat dinetralkan oleh alam sendiri karena alam memiliki mekanisme penangkal. Misalnya, tanah dapat berfungsi sebagai penyaring, penyangga kimiawi (buffer), dan pengubah zat atau bahan berbahaya menjadi tidak berbahaya. Dengan demikian tanah dapat melindungi makhluk dari akibat pencemaran oleh industri modem. Penetralan dampak negatif juga dapat dikerjakan dengan teknologi. Misalnya, pabrik dilengkapi dengan lengkapan pembersihan limbah (waste purification plant)'atau pendaur limbah menjadi bahan berguna.
Ada empat golongan kegiatan penggunaan lahan yang penting dilihat, dari segi dampaknya atas tanah, lahan, dan tata ruang. Keempat golongan tersebut ialah :
- pertanian dalam arti luas, termasuk kehutanan, petemakan, dan perikanan,
- permukiman, termasuk segala prasarananya berupa jalan, pelayanan jasa,
- pertambangan, dan
- industri.
Pertanian adalah kegiatan penggunaan lahan yang paling berkepentingan dengan keadaan tanah, karena tanah merupakan sarana pokoknya. Maka pertanian akan paling dulu terkena akibat dampak atas tanah. Sampai tingkatan tertentu permukiman berkepentingan dengan keadaan tanah. Hal ini berkenaan dengan peresapan air dan limbah cair, sanitasi lingkungan, dan penanaman tanaman (menghias halaman, merindangkan lingkungan, membuat jalur hijau, dan memba‑ ngun taman). Industri memerlukan tanah hanya untuk menempatkan bangunan. Pertambangan sama sekah tidak memperdulikan tanah, bahkan tanah diperlukan sebagai penghalang penambangan karena menutupi tubuh cebakan (ore body) dan dengan demikian harus disingkirkan. Bagi industri dan pertambangan dampak atas tanah tidak berarti apa‑apa. Bagi pertanian dan permukiman, kalau tedadi dampak atas tanah maka dampak itu harus positiL Dampak negatif akan meruntuhkan pertanian, dan menyulitkan permukiman.
Udara dan air yang bebas pencemaran serta, iklim yang menguntungkan bagi produksi biomassa dan yang memadai bagi kehidupan manusia dan makhluk lain diperlukan secara mutlak oleh pertanian dan permukiman. Pertanian, permukiman, dan sampai tingkatan tertentu industri, perlu pula memperhatikan keadaan timbulan, berkenaan baik dengan resiko kerusakan fisik lahan maupun dengan ketercapaian (accessibility) dan keterlintasan (trafficability) lahan.
Pertanian paling berkepentingan dengan keadaan semua komponen lahan. Maka ketergantungan pertanian pada keadaan lahan sebagai suatu keseluruhan paling besar dibandingkan dengan ketergantungan penggunaan lahan yang lain. Fakta ini harus selalu diperhatikan dalam merencanakan tata ruang. Dampak atas peruntukan lahan (tata ruang) berkenaan dengan kemungkinan munculnya pertentangan kepentingan antar berbagai bentuk penggunaan lahan. Dampak ini ditinjau dari segilpengaruhnya atas kemungkinan menempatkan bentuk‑bentuk penggunaan lahah yang tidak deterioratif dan yang bersifat kompatibel dalam jumlah maksimum (Notohadiprawiro, 1987). Dampak atas tata ruang dan dampak atas tanah saling berpengaruh lewat kepentingan pertanian.
Perubahan keadaan tanah dapat menimbulkan pertimbangan mengubah pola penggunaan lahan. Pada gilirannya, perubahan tata letak berbagai bentuk penggunaan lahan dapat berdampak atas keadaan tanah, karena sejalan dengan perubahan tata perubahan tata letak asas kemampuan, kesesuaian, dan kelayakan lahan dapat tergeser dari pertimbangan oleh tekanan kepentingan di luar pertanian. Dalam hal semacam ini perubahan tata letak bentuk‑bentuk penggunaan lahan menjadi sumber usikan atas tanah yang dapat mencapai tataran dampak menurut ukuran pertanian.
Pemeriksaan Dampak
Dilihat da.ri sudut AMDAI, pemeriksaan dampak atas tanah diperlukan menurut pertimbangan berikut:
- Tanah merupakan salah satu faktor utama dalam menjalankan pertanian, sedang pertanian merupakan pengguna tanah terluas, menjadi penghasil bahan pangan yang belum ada cara lain yang dapat menyulihnya, dan sebagai bagian selimut hijau bumi berperan utama dalam neraca bahan dan energi bumi.
- Bersama dengan iklim, tanah menjadi unsur habitat pokok bagi flora dan fauna.
- Tanah biasa terkena usikan langsung penggunaan lahan, padahal tanah rentan terhadap dampak, akibat dampaknya tidak segera terlihat, dan pada waktu kemudian muncul biasanya tingkat akibatnya sudah berat,
- Keanekaan tanah menurut ruang lebih banyak daripada yang ada pada komponen fisik lahan yang.lain, seperti iklim, geologi, dan timbulan. Dalam kawasan beriklim dan bergeologi seragam terdapat tanah yang beraneka. Bahkan di daerah yang keanekaan timbulannya tidak mencolok pun keanekaan tanah masih dapat tersidik jelas, misalnya di dataran banjir.
- Tanah merupakan sumberdaya bergatra ganda, sehingga termanfaatkan bagi beragam kepentingan. Justru karena hal inilah bangkit persaingan penggunaan lahan yang membawa bermacam‑macam dampak yang merugikan.
Untuk memeriksa dampak atas tanah diperlukan sejumlah parameter tanah yang memenuhi syarat‑syarat
Peka terhadap usikarx/dampak kegiatan penggunaan tanah.
Pengungkap watak atau perilaku hakiki tanah.
Cocok untuk menilai mutu tanah
Sedapat‑dapat merupakan variabel tahana (state variable), yaitu variabel yang secara tersirat berisi informasi tentang sejumlah sifat atau tanda pengenal (attribute) diagnostik yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk menghemat pemeriksaan.
Untuk diperiksa dan dipantau.
Dampak Pertanian
Pada asasnya pertanian tidak menimbulkan dampak atas tanah atau lahan karena sistem produksinya mengikuti kaedah alam. Dapat dikatakan bahwa pertanian berdampak potensial netral. Pertanian menggunakan tanaman dan temak sebagai pengolah energi dan bahan menjadi hasil biomassa berguna. Energi yang diolah ialah energi pancar matahari yang bersifat alami, dan bahan yang diolah ialah bahan‑bahan alami berupa C02, H20, dan unsur‑unsur hara terdapat dalam tanah. Yang dapat membangkitkan dampak ialah cara menjalankan pertanian yang menyangkut penggunaan pupuk, pestisida dan air irigasi, serta cara pengolahan tanah dan pemanenan hasil. Dampak yang muncul dari cara menjalankan pertanian disebut dampak aktual, yang dapat bersifat positif atau negatiL
Dampak positif pertanian mencakup konservasi tanah dan air, serta peningkatan produktivitas tanah secara berkelanjutan. Dampak negatif pertanian mencakup erosi dan sedimentasi merugikan yang berkaitan dengan erosi, mengimbas (induce) longsoran lahan (landslide), pemampatan tanah, penimpangan neraca hara dalam tanah, pengurasan hara tanah, degradasi tanah akibat penataan air yang buruk (tumpat air = waterlongging, gleisasi, penggaraman), dan pencemaran lingkungan karena penggunaan pestisida secara tidak hati‑hati dan penggunaan pupuk secara berlebihan. Pencemaran ini dapat memencar lewat aliran limpas dan/atau lewat rembesan. Pencemaran pestisida juga dapat lewat hasil panen yang dikonsumsi. Pencemaran lewat bahan pangan dan pakan disebut pencemaran dakhil (intemal pollution).
Hutan tidak selalu berguna, untuk konsevasi tanah dan air. Kegunaan hu tan ditentukan oleh dua nasabah : (1) keefektifan asosiasi pohon – semak seresah sabah makroflora), dan (2) nasabah hutan ‑ tanah, struktur geologi iklim (nasabah ekologi). Air hujan yang lolos dari hadangan tajuk akan mencapai sebagai curahan terobos (through fall), tetesan daun, ranting, ranting dan cabang (drip), dan aliran pokok batang (stemflow). Karena didahului dengan ngumpulan air pada permukaan daun, ranting dan cabang, tetesan air berkembang besar sehingga memperoleh energi kinetik lebih besar sekalipun jatuhnya pendek. Makin tinggi pohon, energi kinetik tetesan air makin sar. Pengumpulan air sebelum menetes juga mengurangi kerapatan tetesan,terjadi pemusatan benturan tetesan air atas muka tanah pada jumlah titik lebih sedikit. Aliran pokok batang membentuk aliran limpas yang terpusat a beberapa alur. Pembesaran tetesan air, dan pemusatan usikan air atas muka memngkatkan bahaya erosi. Daya erosi curahan terobos memang kurang pada daya er'osi curahan bebas, karena sebagian energi kinetiknya hilang waktu menerobos tajuk.
Pertanian dapat menimbulkan dampak negatif karena dipaksa. Misal yang jelas mengenai hal ini ialah perladangan. Dalam keadaan asli perladangan yang diatur oleh hukum adat atau kaedah tradisi tidak berdampak buruk sama sekali. Daur perpindahannya sudah disesuaikan dengan kemampuan lahan berdasarkan laju pemugaran kesuburan tanah secara alami. Perladangan merupakan suatti sistem pertanian yang teradaptasikan secara baik pada tanah‑tanah miskin dalam kawasan iklim tropika basah. Erosi terkendalikan secara efektif dan neraca air serta hara dalam tanah terpelihara, secara mantap karena sistem perladangan menggunakan asas ekologi mumi. Maka sistem ini telah sanggup menopang kehidupan masyarakat pra‑ekonomi selama ribuan tahun. Kesesuaian perladangan dengan lingkungan biofisik tercermin pada kecukupan luas lahan untuk menyelesaikan satu daur perpindahan ladang.
Dampak Permukiman
Permukiman berpotensi mendampak negatif karena sisa dan limbahnya, serta pengusikan kuat atas habitat asli. Sisa adalah bahan atau zat yang tidak habis tergunakan, sedang limbah adalah bahan atau zat buangan proses. Sisa permukiman mencakup sampah rumah tinggal, rumah makan, pasar, toko, dan kantor. Limbah mencakup buangan metabolisme penghuni, buangan memasak, dan buangan menukang. Perraukiman juga berdampak mirip dengan yang dibuat oleh pertanian. Taman, jalur hijau, halaman, dan terutama pekarangan pada dasamya juga merupakan sistem tanaman ‑ lahan yang melibatkan penggunaan pupuk, bahan pembenah tanah, pestisida, dan air siraman.
Jaringan jalan merupakan lampakan menonjol di dalam dan antar kawasan permukiman. Jalan juga bekeda sebagai alur pengatus air. Jalan yang dilapisi aspal atau beton menghalangi infiltrasi air, dan mempercepat pengatusan air. Hal ini dapat menimbulkan banjir di lahan yang terletak lebih rendah. Jalan juga dapat bekerja sebagai tanggul yang menghambat aliran limpas. Dalam membangun kawasan permukiman sering dilakukan juga pemotongan dan pemancungan bukit, pendataran, darx/atau' penimbunan lahan rendah. Penyedotan air tanah juga berlangsung yang di banyak kawasan permukiman dilakukan secara tidak terencana baik.
Barangkali dampak permukiman yang paling perlu diprihatinkan ialah dampak ruang karena pemekaran yang tidak terkendalikan. Oleh pemekaran kota banyak lahan pertanian di sekitar kota berubah fungsi yang merugikan pertanian dan petani. Dampak ruang tersebut dapat mengimbas penggunaan lahan di bawah baku kelayakan.
Dalam masalah degradasi lingkungan permukiman, tanah dapat menjadi :
- Penderita akibat perusakan dan/atau pencemaran.
- Pelawan pencemaran dengan melakukan fungsi saniter,
Dampak Pertambangan
Pertambangan yang paling sederhana, dan karena itu dapat diusahakan oleh satu keluarga, ialah penggalian tanah untuk bahan mentah dalam pembuatan genting, bata, dan barang tembikar, atau penggalian batu dan pasir untuk bahan bangunan. Kegiatan ini pertama‑tama merusak bentuk muka, lahan menjadi berlekuk‑lekuk. Selanjutnya lekuk‑lekuk tersebut menimbulkan persoalan hidrologi pada musim basah dengan terjadinya genangan air yang terpencar tidak beraturan dan sulit diatus. Karena penggalian tanah biasanya dangkal saja, penggalian meluas cepat.
Penambangan tanah umum dikerjakan di lahan pertanian. Maka sehabis penambangan, lahan bekas galian dikembalikan untuk bercocok tanam lagi. Akan tetapi karena. yang diambil lapisan tanah atasan (topsoil) yang kebanyakan lebih subur, tinggallah lapisan tanah bawahan (subsoil) yang kebanyakan kurang subur. Dengan ddmikian pertanian memperoleh kembali lahannya yang tanahnya sudah merosot kesuburannya. Untuk mendapatkan hasil panen sekurangkurangnya seperti semula, lahan perlu direklamasi terlebih dulu, termasuk meratakan muka tanah dan menyuburkan tanah.
Penggalian batu dan pasir yang dikedakan pada hamparan batu dan pasir juga merusak kemantapan lereng kalau dikedakan dengan mengeruk kaki tebing. Perongrongan kaki tebing memacu keruntuhan seluruh tebing. Pasir yang diambil dari dasar sungai membuat dasar sungai menjadi tidak rata. Hal ini memacu timbulnya aliran turbulan yang meningkatkan erosifitas dan daya angkut aliran sungai, dan selanjutnya dapat mengubah regim sungai. Regim sungai ialah kemampuan sungai mempertahankan geometri melintang dan membujumya dengan mengimbangkan laju pengendapan dan laju erosi dalam alumya. Perubahan regim sungai berarti perubahan perilaku sungai sebagai penyalur air.
Penggalian batu dan pasir tidak berdampak kepada kesuburan tanah setempat karena lahannya memang tidak bemilai pertanian. Oleh karena batu dan pasir biasanya berujud murni dan sudah dalam keadaan tersingkap, penggaliannya tidak menghasilkan buangan tambang (spoil) dan cerih (tailing). Maka tidak akan ada gangguan atas, lahan pertanian sekitamya.
Penambangan pasir besi juga tidak berdampak negatif setempat atas tanah karena lahannya juga tidak bernilai pertanian. Akan tetapi penambangan ini menghasilkan material berupa bahan pasir kasar. Kalau material sisa ini sampai menimbun lahan pertaman disekitarnya, penambangan pasir bagi besi berdampak buruk.
Penambangan. minyak dan gas bumi juga berdampak ruang. Sumur‑sumur minyak dapat memberikan dampak merugikan atas pertanaman pertanian di dekatnya. Keadaan semacam ini a.l. dijumpai di daerah irigasi Rentang, Indramayu, Jawa Barat. Tumpahan minyak mentah. dari pompa‑pompa minyak terbawa oleh afiran limpas ke petak‑petak pertanaman. Tumpahan minyak juga dapat mengotori air sungai, terbawa air limpas yang masuk ke sungai. Penelitian Ronoprawiro & Soejono (1981) mengunjukkan bahwa. tingkat pengaruh minyak mentah atas pertanaman bergantung pada macam dan umur tanaman serta pada macam tanah. Pengaruhnya lebih bersifat fisik daripada peracunan kimiawi. Pengaruh buruk atas tanah berkenaan dengan penurunan kemampuan tanah menyediakan air bagi pertanaman. Ada kemungkinan minyak mentah mengganggu pembentukan. bintil akar pada tanaman kedelai, sehingga penyediaan nitro gen bagi tanaman tersebut berkurang. Kecambah padi lebih tahan terhadap pengaruh minyak mentah daripada. kecambah kedelai, dan kecambah berumur 10 hari kedua tanaman tersebut lebih peka daripada yang berumur 4 hari. Pengaruh buruk tetesan minyak mentah pada daun barangkali karena menutupi sebagian muka daun, sehingga mengurangi efektivitas fotositesis.
Dampak Industri
Kebanyakan pengotoran atau pencemaran udara dan air ditimbulkan oleh industri. Dampaknya atas tanah dilihat dari segi luas lebih terbatas dibandingkan dengan dampak kegiatan lain. Kecuali kalau dampaknya mengenai sumber air irigasi, seperti waduk, embung, sungai di belakang bendung, atau air tanah,. atau langsung mengenai saluran irigasi. Dampak atas tanah juga meluas kalau limbah industri (atau sari keringnya = sludge) sengaja digunakan sebagai pupuk. Kriteria pemeriksaan air irigasi di tapak yang rentan terhadap pencemaran oleh limbah industri mencakup (1) pH, (2) kadar minyak, (3) kadar lemak (grease), dan (4) kadar logam berat beracun (Pb, Ni, Cd, Hg).
Dampak industri atas udara yang dapat mempengaruhi penggunaan lahan ialah (1) peningkatan kadar debu dan/atau abu, (2) peningkaatan kadar gas beracun dalam asap seperti Co, NH3, N20, CH4, S02, H2S, dan C12, dan (3) dalam hal industri farmasi mungkin pula penerbangan kuman penyakit dan parasit nianusia, temak, atau tanaman. Kadar debu yang meningkat mengganggu proses f6tosintesis tanaman, sedang peningkatan kadar S02 membahayakan proses, tersebut. N02 dapat merusak jaringan tanaman, a.l. stomata (Nat, Inst, Env. Studies, 1980).
Penggunaan bakar fosil (minyak bumi, gas bumi, batubara) yang terus meningkat menaikkan kadar C02 dalam. udara. Menurut teori C02 kenaikan kadar gas ini dalam atmosfer menaikkan suhu'udara, dan kenaikan suhu udara berdaya mengubah iklim dengan konsekuensi mengubah harkat lahan. Akan tetapi bumi memiliki sarang pengatur kadar C02 dalam udara, yaitu lautan dengan kehidupan planktonnya sebagai pengatur utama, ve'getasi, dan tanah. Dengan laju pelepasan C02 ke atmosfer seperti sekarang, dan sarana pengatur kadar C02 tetap berfungsi seperti sekarang, laju kenaikan suhu bumi ditaksir sebesar 0,56C setiap 100 tahun (Plass, 1959).
Industri kimia dan industri yang menghasilkan banyak limbah gas, cair dan atau padat yang mudah larut dalam air, berpotensi paling besar mendampak lahan. Sebaliknya, industri pangan dan industri yang berlimbah padat yang tidak larut dalam air berpotensi mendampak paling kecil. Lebih mudah mengatur penyingkiran secara aman limbah padat yang tidak larut dalam air daripada limbah padat yang larut dalam air, cair, dan apalagi yang berupa gas. Industri pertanian pada umumnya tidak banyak menimbulkan persoalan dampak, bahkan limbah organiknya justru sering dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki tanah, misalnya limbah pabrik gula berupa tetes, limbah pabrik pakan temak, limbah pabrik minyak nabati, limbah pabrik pengolahan kopi, dsb