Pengertian, Ciri-ciri Dan Bagian-bagian Cerpen
1. Pengertian Cerpen
Cerpen adalah suatu cerita yang pendek dan hanya melukiskan sebagian dari kejadian dalam kehidupan yang luas. Pengertian cerpen adalah bentuk prosa yang pendek yang paling sederhana merupakan kerja fiksi, dengan efek satu-satunya kesan impression jadi mengungkap satu dari kehidupan saja, bukan berarti terdiri dari satu halaman saja, tetapi bisa sampai beberapa halaman. Kata pendek dalam batasan ini tidak jelas ukurannya. Sehubungan dengan hal ini maka di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian cerpen.
Menurut Muh. Darisman (1998:59) menyatakan cerpen adalah cerita singkat yang dibuat pengarang tentang sesuatu hal yang pernah dialaminya atau hanya khayalan si pengarang saja. Cerita pada cerpen lebih memusatkan pada satu tokoh cerita dalam satu situasi. Selain itu menurut Ajip Rosidi (1973:176) cerita pendek adalah cerita yang pendek dan merupakan satu kebulatan ide.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai pengertian cerpen dapat disimpulkan, cerpen adalah cerita pendek yang memiliki kebulatan ide, yang dibuat oleh pengarang tentang suatu hal yang pernah dialaminya atau hanya bersifat khayalan yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca.
2. Pembagian Cerpen
Berdasarkan sudut pandang yang umum cerpen dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, (1) berdasarkan jumlah kata, dan (2) berdasarkan nilai sastra.
A. Berdasarkan jumlah kata
Berdasarkan jumlah kata yang dikandung maka dapat dibedakan menjadi dua jenis cerpen yaitu :
a. Cerita yang pendek (short story) adalah cerita pendek yang jumlah katanya dibawah 5000 kata atau maksimum 5000 kata, kira-kira 16 halaman kertas kwarto dengan spasi rangkap. Apabila dibaca memerlukan waktu kurang lebih seperempat jam (15 menit).
b. Cerpen yang panjang (long short story) adalah cerita pendek yang jumlah katanya antara 5000 sampai 10.000 kata atau kira-kira sampai 33 halaman dengan kertas kwarto dengan spasi rangkap yang dapat dibaca kurang lebih hingga setengah jam (30 menit).
B. Berdasarkan nilai sastra
Berdasarkan nilai sastra dibagi menjadi dua yaitu :
a. Cerpen sastra yaitu sebuah cerpen yang dibuat untuk mereka yang senang dengan karya-karya sastra dan cerpen tersebut dapat di analisis oleh pembacanya.
b. Cerpen hiburan adalah cerpen yang dibuat untuk bisa menghibur pembaca.
2. Ciri-ciri Cerpen
Ketika kita membicarakan pengertian cerita pendek, sebenarnya sudah terkandung pembicaraan tentang ciri-ciri cerpen itu sendiri. Pembicaraan dalam cerpen dilakukan secara hemat dan ekonomis sehingga pada umumnya dalam sebuah cerpen hanya ada dua atau tiga tokoh, hanya ada satu peristiwa dan hanya ada satu efek bagi pembacanya.
Menurut Tarigan (1985:177) dalam prinsip-prinsip dasar sastra mengemukakan beberapa ciri khas cerpen adalah sebagai berikut :
1. Ciri utama cerpen adalah singkat, padat, dan intensif.
2. Bahasa dalam cerpen harus tajam, sugesti, dan menarik perhatian.
3. Unsur-unsur cerpen adalah : adegan, tokoh, dan gerak.
4. Cerpen harus mempunyai seorang tokoh utama.
5. Dalam cerpen sebuah kejadian atau peristiwa harus dapat menjadikan pusat perhatian yang menarik, sehingga dapat memancing perhatian para pembacanya dan kemudian kejadian atau peristiwa harus dapat menguasai jalan ceritanya.
6. Cerpen hanya tergantung pada satu situasi.
7. Cerpen harus menimbulkan perasaan beda pembaca yaitu berawal dari jalan cerita yang menarik.
8. Cerpen harus mempunyai satu efek atau kesan yang menarik.
9. Cerpen harus menimbulkan efek dalam pikiran pembaca.
10. Cerpen harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsep kehidupan baik langsung maupun tak langsung.
11. Cerpen menyajikan satu emosi.
12. Cerpen harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan dan baru menarik pikiran.
13. Dalam cerpen ceritanya hanya terdiri dari inti suatu kejadian yang merupakan cerpen.
14. Panjang cerita kurang lebih 10.000 kata.
3. Unsur – unsur Intrinsik Cerpen
Cerita pendek merupakan salah satu bentuk prosa (fiksi) yang telah mampu menduduki posisi tertentu dalam kasanah sastra Indonesia. Dalam posisinya yang cukup strategis dalam cerita pendek dihidangkan secara bebas dan terbuka sehingga mudah dikenal dan dimengerti oleh masyarakat.
Setiap karya sastra selalu didukung oleh unsur-unsur tertentu, unsur-unsur pendukung itu antara lain : unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah aspek-aspek yang membangun sastra itu dari dalam, sedangkan unsur ekstrinsik adalah aspek-aspek yang mempengaruhi cipta sastra yang bersumber dari luar cipta sastra itu sendiri (Badrun, 1983:13). Dalam penelitian ini difokuskan pada unsur intrinsik dari cerpen. Unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra dari dalam adalah sebagai berikut :
1. Tema
2. Alur (plot)
3. Penokohan (perwatakan)
4. Latar (setting)
5. Sudut pandang
6. Gaya bahasa
Unsur-unsur intrinsik cerpen tersebut diatas akan diuraikan secara terperinci seperti tertera berikut ini :
a. Tema
Tema adalah gagasan utama yang menjadi pokok permasalahan dalam sebuah cerita. Tema dalam suatu karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya. Oleh karena itu, pengarang tidak mengatakan secara jelas tema karangannya, tetapi merasuk, menyatu dalam semua unsur cerpen dan dengan demikian akan menghasilkan suatu cerpen yang baik. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakan itu bisa berupa pandangan hidupnya atau komentar tentang kehidupannya. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semua didasari oleh ide atau gagasan pokok pengarang. Sebuah cerpen harus selalu mengatakan sesuatu pendapat yaitu pendapat pengarang tentang hidup ini sehingga orang lain dapat mengerti hidup ini lebih baik (Sumardjo dan Saini, 1988:57).
Menurut Semi, (1981:34) tema adalah gagasan sentral yang menjadi dasar sebuah cerita. Sehingga tema memiliki suatu kedudukan yang sangat penting.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, atau gagasan utama dari sebuah karya sastra.
b. Alur/Plot
Alur/plot adalah rangkaian peristiwa demi peristiwa yang terjadi pada suatu cerpen. Dimana rangkaian peristiwa tersebut untuk membangun cerpen itu sendiri. Munculnya suatu peristiwa dalam sebuah cerita harus mempunyai hubungan dengan peristiwa lainnya, artinya suatu peristiwa terjadi dengan alasan mengapa pelaku itu melakukan suatu perbuatan. Urutan peristiwa itu dimulai dengan memberikan suatu keadaan, kemudian keadaan itu mengalami perkembangan yang pada akhirnya ditutup dengan penyelesaian.
Menurut Wendy Widya (2006:27) alur adalah jalan cerita yang merangkai peristiwa-peristiwa dalam cerita menjadi sebuah cerita yang utuh.
Alur/plot yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi suatu satu kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Alur atau plot dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan sudut tinjauan atau cerita. Alur atau plot tersebut dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu : (1) alur maju, (2) alur mundur, (3) alur gabungan atau alur maju dan mundur. Alur maju bermula dari titik awal peristiwa dan berjalan secara teratur sampai titik akhir cerita. Alur mundur apabila peristiwa-peristiwa dalam cerita disusun berdasarkan sebab akibat, diceritakan mulai dari masa lampau ke masa kini. Sedangkan alur gabungan adalah peristiwa-peristiwa yang ada disusun secara campuran antara sebab akibat, waktu kini ke waktu lampau dan waktu lampau ke waktu kini (Wendy Widya, dkk, 2006:28). Biasanya alur/ plot dari sebuah cerita terdiri atas :
- Alur buka, yaitu situasi mulai terbentang suatu kondisi permulaan yang dilanjutkan dengan kondisi berikutnya.
- Alur tengah, yaitu kondisi mulai kearah kondisi yang mulai memuncak.
- Alur puncak, yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa (mencapai titik puncak permasalahan).
- Alur tutup, yaitu kondisi memuncak sebelumnya mulai menampakkan pemecahan masalah atau penyelesaian, (Semi, 1988:44).
Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian alur, maka dapat ditarik kesimpulan pengertian dari alur/plot adalah suatu rangkaian peristiwa demi peristiwa dalam cerita yang saling berhubungan sebab akibat satu sama lain sehingga membentuk sebuah cerita yang utuh.
c. Penokohan (Perwatakan)
Penokohan (perwatakan) adalah cara melukiskan sikap dan watak para pelakunya atau kepribadian tokoh-tokohnya, meliputi sifat lahir dan sifat batinnya. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang paling penting dalam suatu cerita disebut tokoh inti atau tokoh utama (tokoh protagonos).
Tokoh dibagi menjadi dua yaitu : tokoh baik (protagonis), tokoh jahat (antagonis). Selain itu tokoh dapat juga dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh pendukung.
Ada dua cara memperkenalkan pelaku dalam cerita yaitu : secara analitik dan secara dramatik (Antara, 1988:23).
1. Secara Analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan watak atau karakter tokohnya, pengarang menyebutkan tokoh tersebut keras hati.
2. Secara Dramatik, yaitu pengarang tidak menjelaskan watak pelaku ceritanya secara langsung, watak-watak pelaku ceritanya digambarkan melalui hal-hal lain, seperti pilihan nama tokohnya, cara berpakaiannya, tingkah lakunya terhadap tokoh lain melalui dialog.
Selain itu untuk memahami watak pelaku, kita dapat menelusuri lewat beberapa hal berikut :
1. Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.
2. Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupan maupun caranya berpakaian.
3. Menunjukkan bagaimana prilakunya.
4. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri.
5. Memahami bagaimana jalan pikirannya.
6. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya.
7. Melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya.
8. Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya.
Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.
(Aminuddin, 1995 : 80-81)
Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian penokohan atau perwatakan dalam sebuah cerita adalah menggambarkan tokoh dipergunakan oleh pengarang untuk memandang, menguraikan persoalan, dan menyelesaikan permasalahan sehingga dapat menghidupkan tokoh dan jalan cerita. Pengarang menempatkan tokohnya dengan karakter yang cocok dengan cerita yang ditulisnya.
d. Latar atau Setting
Latar atau setting menjelaskan mengenai waktu, tempat, atau ruang dan suasana terjadinya atau berlangsungnya suatu cerita. Latar tempat merupakan penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa. Latar waktu merupakan penjelasan tentang waktu terjadinya peristiwa. Latar suasana merupakan penjelasan tentang suasana saat suatu peristiwa terjadi (Wendy Widya, dkk. 2006:27).
Menurut Nurgiantoro (1995:216) latar atau setting merupakan waktu/ keadaan alam atau cuaca terjadinya suatu peristiwa, karena setiap perbuatan atau aktivitas manusia akan terjadi pada tempat, waktu, dan keadaan tertentu sehingga cerita itu tampak lebih hidup dan logis untuk menggerakkan emosi pembaca.
Latar disebut juga sebagai landas tumpu yang menyangkut pada pengertian tempat (geografis), hubungan waktu (historis), dan lingkungan sosial (kemasyarakatan) tempat terjadinya peristiwa atau terjadinya cerita. Meskipun ketiga unsut latar ini berbeda namun kenyataannya saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain (Wendy Widya, dkk. 2006:35).
Dari beberapa pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa, latar/setting tidak hanya sebatas penjelasan mengenai tempat terjadinya peristiwa, melainkan lebih kompleks yaitu menyangkut waktu, lokasi geografis, topografis, sosial budaya, dan agama sehingga dapat memberikan gambaran karakter tokoh dalam cerita.
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah dari sudut mana pengarang memandang yang menjadi pusat pengisah atau yang menjadi landasan tumpu cerita atau dengan kata lain sudut pandang adalah cara pengarang memandang cerita atau landasan tumpu.
Adapun macam-macam sudut pandang yaitu :
- Author-participant (pengarang turut ambil bagian dalam cerita). Dalam hal ini ada dua kemungkinan yaitu pengarang menjadi pribadi pelaku utama sehingga ia menggunakan kata “aku” atau pengarang hanya mengambil bagian kecil saja, maksudnya pengarang menggunakan kata “aku” dalam cerita tetapi bukan sebagai pelaku utamanya.
- Author – ominiscient (orang ketiga). Pengarang menceritakan ceritanya dengan mempergunakan kata “dia” untuk pelaku utamanya tetapi ia turut hidup dalam pribadi pelakunya.
- Author – observer. Hampir sama dengan author – ominiscient, bedanya pengarang hanya sebagai peninjau seolah-olah ia tidak dapat mengetahui jalan pikiran pelakunya.
- Multiple. Sudut pandang pengarang campur baur.
Dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan sudut pandang adalah langkah strategi pengarang dalam menempatkan dirinya dalam suatu karya sastranya. Dalam strategi itu ada sudut pandang orang pertama, orang ketiga, dan sebagai pengamat.
f. Gaya Bahasa
Bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis, keduanya merupakan unsur bahan, alat, atau sarana yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung “nilai lebih” dari pada sekedar bahannya itu sendiri. Bahasa merupakan sarana pengungkap sastra dipihak lain sastra lebih dari sekedar bahasa, deretan kata, namun unsur “kelebihannya” itupun hanya dapat diungkapkan dan ditafsirkan melalui bahasa. Jika sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu atau mendialogkan sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa.
Dalam sebuah karya sastra istilah gaya bahasa mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasan dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu memuaskan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 1995:72).
Gaya bahasa berfungsi untuk menghidupkan dan menjiwai karangan agar terasa segar sehingga pembaca tidak merasa jenuh atau bosan. Apabila gaya bahasa yang dipakai oleh pengarang telah menghasilkan “daya” tertentu kepada pembacanya, berarti juga bahasa yang telah digunakan telah mencapai “plastik bahasa”. Karya sastra yang plastik bahasanya tinggi akan disenangi pembaca, sebab gambaran-gambaran atau lukisan-lukisan yang terdapt di dalamnya terasa hidup, segar, dan berjiwa (Adiwardoyo, 1990:2).
Setiap karya sastra khususnya cerpen sangat ditentukan oleh penggunaan gaya bahasa. Gaya bahasa yang indah dan menarik akan memancing untuk menikmati terus rangkaian cerita yang terjalin, tidak menimbulkan rasa bosan bagi pembaca. Setiap pengarang mempunyai gaya bahasa tersendiri dalam membuat karya sastra, dan banyak pengarang dikenal karena gaya bahasa yang digunakan dalam karyanya.
Misalnya pembaca yang sudah sering membaca sebuah karya sastra dan akrab dengan hasil karya seorang pengarang ia akan mengetahui bagaimana cara pengarang itu bercerita. Seorang pembaca kadang-kadang menyenangi karya sastra karena gaya bahasa yang berbeda dalam cerita yang dibuatnya. Gaya bahasa pengarang akan diketahui jika seorang pengarang sudah menulis banyak karya sastra. Dalam membuat karya sastra seorang pengarang ada yang menggunakan gaya bahasa yang lemah, ada yang keras, penuh perasaaan, dan ada juga yang menggunakan gaya bahasa yang bersifat memberontak.