Pendidikan Profesi Akuntan Indonesia Dalam Menghadapi Persaingan Global
Pada saat ini, para sarjana ekonomi jurusan akuntansi sangat diminati oeh dunia usaha yang akan dipekerjakan sebagai akuntan di perusahaan. Namun kekhususan profesi akuntansi mensyaratkan seorang sarjana ekonomi Akuntansi harus mengikuti pendidikan profesi untuk menjadi seorang Akuntan. Pendidikan profesi tersebut diharapkan berdampak baik dan mempengaruhi pasar kerja tenaga akuntan (Ritonga, 2007).
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 179/U/2001 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi, pada Pasal 1 yaitu, Pendidikan profesi akuntansi adalah pendidikan tambahan pada pendidikan tinggi setelah program sarjana Ilmu Ekonomi pada program studi akuntansi.
Pada tahapan awal dampak baik pendidikan profesi yang diharapkan adalah berkenaan dengan permintaan tenaga kerja yang sesuai pada bidangnya berdasarkan kebutuhan dunia usaha dan profesi, kemudian pada tahapan berikutnya pada tuntutan kompetensi (competence), jaminan mutu (quality assurance), dan keunggulan kompetitif (competitived advantage) untuk bersaing, bekerja dan berkarir pada perusahaan multi nasional/global.
Tuntutan karir sebagai akuntan global sejalan dengan liberalisasi profesi penyedia jasa dibidang keuangan. Hal ini tidak dapat dihindari lagi oleh profesi akuntan di Indonesia sebagai konsekuensi logis era globalisasi. Dengan adanya issue ini, menjadi bahan pemikiran dan kajian yang cukup serius dalam dunia pendidikan dan profesi akuntan di Indonesia dengan prinsip utamanya adalah kesiapan menghadapi hal tersebut, khususnya Sertifikasi akuntan dalam kawasan regional maupun global (Kompas, 2005).
Dari permasalahan pemberlakuan liberalisasi jasa akuntan di atas, maka diperlukan piranti yang menjamin bahwa liberalisasi jasa akuntan akan berjalan dengan fair, sebab mekanisme pasar bebas yang diarahkan oleh AFTA dan WTO adalah market acces liberalization dimana pasar dibuka seluas-luasnya dan perlakuan nasional (national treatment) berlaku bagi pihak asing.
Jadi dengan kondisi tersebut, maka mekanisme pasar akan berlaku dimana siapa yang lebih tangguh dan profesional akan mampu mempertahankan eksistensinya dan yang kurang profesional akan tergilas dengan sendirinya berdasarkan seleksi persaingan profesi. Berkaitan dengan itu, peningkatan kualitas nampaknya harus menjadi perhatian utama bagi dunia pendidikan dan organisasi akuntan di Indonesia. Hal itu dapat dilakukan tidak hanya melalui peningkatan skill yang memadai, namun juga pemahaman terhadap perkembangan isu profesi yang berskala internasional.
Sebagai contoh dibidang standar akuntansi dan standar auditing adanya kecenderungan banyak negara menerapkan Internasional Accounting Standar (IAS) /Internasional Financial Reporting Standar (IFRS) dan Internasional Standar of Auditing (ISA), selain itu banyak lagi peraturan pasar modal yang berkaitan dengan masalah disclosure, legal dan Market Infrastructure yang kesemuanya itu harus dikuasi jika akuntan Indonesia ingin berkiprah di level regional atau internasional.
Namun, kondisi objektif profesi akuntan di Indonesia berdasarkan temuan penelitian Sri Wahyuni (2004) menyebutkan bahwa adanya keraguan dunia usaha atas keandalan pendidikan tinggi akuntansi dalam menghasilkan tenaga akuntan yang profesional. Tentunya pendidikan tinggi akuntansi yang tidak menghasilkan seorang profesionalisme sebagai akuntan tidak akan laku dipasaran tenaga kerja (Sundem, 1993) dan Machfoed (1998). Data lain dari Dewan Kehormatan Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Sukrisno Agoes (2008) menyebutkan bahwa profesi akuntan publik tidak diminati kalangan muda dan fresh graduate (sarjana baru). " Dari 430 kantor akuntan publik (KAP) dan 2 koperasi jasa audit (KJA) di Indonesia, sebagian besar personilnya didominasi kalangan orang tua," .
Padahal kebutuhan tenaga akuntan menurut Ritonga (2007) di Indonesia saat ini masih kekurangan dalam berbagai bidang dan khusus akuntan pemerintahan, setidaknya pemerintah membutuhkan minimal 34.700 tenaga akuntan, dan diprediksi pula terdapat sekitar 19.670 satuan kerja departemen dan lembaga non departemen serta 15 ribu satuan kerja (Satker) daerah dan Pemerintah Daerah yang sangat membutuhkan tenaga akuntansi. Kemudian pada saat ini, dari 197 KAP dan 374 patner yang ini terdaftar di BAPEPAM tahun 2008, akuntan yang bisa dikatakan aktif memberikan jasa kepada kliennya yang terdaftar (listed) hanya berjumlah kurang dari 20 %, sehingga dari peta tersebut hanya big player yang mendominasi pasar, untuk mendorong kebutuhan tersebut agar tidak terjadinya oligopolitik dalam jasa audit sangat dibutuhkan pertumbuhan baru akuntan-akuntan Publik di Indonesia yang barang tentu akan menyerap sarjana akuntansi baru yang berkarir di kantor Akuntan.
Sarjana Akuntansi Indonesia bahkan harus mempersiapkan diri untuk berkarir di bursa kerja pasar global, mengingat saat ini begitu banyak kekurangan tenaga profesional dalam profesi akuntan, dimana para akuntan yang berkualitas sangat dibutuhkan oleh banyak negara khususnya Amerika Serikat, India dan China. Bahkan dikawasan ASEAN termasuk Malaysia, Singapura dan Filipina telah mengajukan draft liberalisasi akuntansi yang mencakup pembuatan lembaga baru sebagai otoritas untuk industri akuntansi di tingkat ASEAN. Sangatlah disayangkan jika Indonesia tidak dapat ikut berpartisipasi dalam persaingan pasar kerja akuntan global, sebab dengan adanya liberalisasi profesi, maka akuntan asing dimungkinkan masuk dan berpraktik di Indonesia.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ersa (2009), bahwa Universitas di Indonesia perlu belajar dari Malaysia dalam menyiapkan mahasiswanya untuk mampu menjadi akuntan yang bisa bekerja secara global. Banyak program studi akuntansi di universitas-universitas Malaysia yang telah terakreditasi oleh badan Profesi Internasional seperti Certified Public Accountant (CPA), Certified Internal Management Accountant (CIMA) atau Certified Council of Accountant (CCA). Hal ini dapat mendorong lulusan Malaysia untuk mendapatkan sertifikat profesi internasional yang kemudian menjadi kartu masuk bekerja diluar negeri.
Jik program sertifikasi profesi sesuai standar internasional yang komprehensif tersebut dapat juga diterapka oleh perguruan tinggi di Indonesia, maka akan sangat berarti terhadap peluang karir profesi akuntan dan peluang sarjana akuntansi Indonesia untuk bekerja di pasar kerja global/negara asing.
Untuk itu program strategi pengembangan pendidikan profesi di Indonesia harus dianalisis secara tepat dengan melibatkan para profesi akuntan itu sendiri, sehingga para akuntan dapat mengetahui perlunya beberapa konsep untuk pengembangan Pendidikan profesi Akuntansi. Secara khusus penelitian ini akan mengkaji secara umum tentang strategi pengembangan yang berbasis pada fakta lapangan serta kondisi pendidikan profesi yang ada saat ini. Pada tahapan awal analisis akan dikaji berdasarkan persepsi para akuntan.
Gambar Kerangka dan Struktur Penelitian Pengembangan Pendidikan Profesi Akuntan
TELAAH LITERATUR
1.Profesi Akuntansi
Menurut kamus Bahasa Indonesia, profesi diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian ketrampilan, kejujuran, dan kode etik tertentu. Profesi akuntan merupakan profesi yang dijalankan oleh orang-orang yang telah mendapatkan gelar BAP (Bersertifikat Akuntan Publik) atau CPA (Certified Public Accountant). Para profesional yang telah mendapat gelar tersebut, dapat mengajukan izin untuk membuka praktek akuntan publik.
Dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. 423/KMK 06/2002, yang dimaksud dengan Akuntan Publik adalah Akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri ini. Seseorang baru dapat menjadi Akuntan Publik jika telah melewati proses pendidikan profesi dan sertifikasi profesi terlebih dahulu. Pendidikan yang disyaratkan untuk dapat menjadi seorang Akuntan Publik adalah sarjana Strata–1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi yang kemudian dilanjutkan dengan Pendidikan Profesi Akuntan ( PPAk ).
Sementara itu, untuk proses sertifikasi diwajibkan untuk lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP). Setelah menjadi Akuntan Publik pun pendidikan masih tetap dilanjutkan dengan Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL) serta kursus dan pelatihan di KAP masing-masing.
Perubahan aturan ini sudah mulai dilaksanakan sejak tanggal 5 Februari 2008 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Peraturan tersebut merupakan penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 dan 359/KMK.06/2006 yang dianggap sudah tidak memadai.
2.Pendidikan Profesi Akuntansi
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) merupakan pendidikan yang diselenggarakan setelah menempuh pendidikan strata satu ekonomi jurusan akuntansi dengan tujuan untuk mendapatkan gelar Akuntan (Ak). Hal ini sesuai dengan isi SK Mendiknas No. 179/U/2001, perihal pemberian gelar akuntan (AK), yaitu sejak tanggal 31 Agustus 2004 seluruh lulusan S1 jurusan akuntansi tidak lagi bergelar Akuntan (Ak). Dasar hukum dari pelaksanaan PPA adalah:
a. Naskah Kerjasama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI)
b. SK Mendikans 179/U/2001 tentang penyelenggaran Pendidikan Profesi Akuntansi.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 179/U/2001 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi.
Pasal 1 .
Pendidikan profesi akuntansi adalah pendidikan tambahan pada pendidikan tinggi setelah program sarjana Ilmu Ekonomi pada program studi akuntansi.
Pasal 2
1) Pendidikan profesi akuntansi diselenggarakan di perguruan tinggi sesuai dengan persyaratan, tata cara dan kurikulum yang diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
2) Penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi di perguruan tinggi dilakukan setelah mendapatkan izin dari Direktur Jenderal Perguruan Tinggi.
3) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi atas dasar rekomendasi dari Panitia Ahli Pertimbangan Persamaan Ijazah Akuntan.
Perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia Nomor 565/D/T2002 dan 2460/MOU/III/02 tentang pengelolaan sistem dan penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi.
Pasal 1
Maksud perjanjian kerja sama ini adalah untuk menjabarkanpengelolaan sistem dan penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi.
Tujuan perjanjian kerja sama ini adalah untuk mengatur wewenang dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan profesi akuntansi.
Pasal 2
Lingkup perjanjian kerja sama meliputi:
Penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi.
Pembukaan dan penutupan pendidikan profesi akuntansi.
Penetapan kurikulum pendidikan profesi akuntansi.
Evaluasi dan ujian.
Sertifikasi.
Pasal 3
Departemen Pendidikan Nasional mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas:
Pembinaan akademik penyelenggaraan pendidikan profesi.
Pembukaan dan penutupan pendidikan profesi akuntansi atas rekomendasi Panitia Ahli Pertimbangan Ijazah Akuntan atas usul
Gambar Alur Pemikiran dan proses pendidikan Akuntansi di Indonesia dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini :
Sumber : Bawono, 2007
Data Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sampai dengan akhir tahun 2008 menjelaskan perguruan tinggi pelaksana PPAk adalah :
Tabel Daftar Perguruan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Profesi Akuntan
No
|
Perguruan
Tinggi Negeri/Swasta
|
No
|
Perguruan
Tinggi Negeri/Swasta
|
|
1
|
Universitas
Diponegoro
|
2
|
Universitas
Jenderal Soedirman
|
|
3
|
Universitas Brawijaya
|
4
|
Universitas
Sumatera Utara
|
|
5
|
Universitas
Airlangga
|
6
|
STIE Tridharma Bandung
|
|
7
|
Universitas
Indonesia
|
8
|
STIE YKPN Yogyakarta
|
|
9
|
Universitas
Riau
|
10
|
Universitas Widyatama
|
|
11
|
Universitas
Gadjah Mada
|
12
|
STIE IBII
|
|
13
|
Universitas
Sebelas Maret
|
14
|
STIESIA Surabaya
|
|
15
|
Universitas
Udayana
|
16
|
Universitas Lambung Mangkurat
|
|
17
|
Universitas
Padjajaran
|
18
|
Universitas Stikubank
|
|
19
|
Universitas
Hasanudin
|
20
|
Universitas Sriwijaya
|
|
21
|
Universitas
Sam Ratulangi
|
22
|
Universitas Islam Bandung
|
|
23
|
Universitas
Lampung
|
24
|
Universitas Trisakti
|
|
25
|
Universitas
Andalas
|
26
|
Universitas Surabaya
|
|
27
|
Universitas Maranatha
|
28
|
STIE Supra Jakarta
|
|
29
|
Universitas Teknologi Yogyakarta
|
30
|
Universitas Tarumanegara
|
|
31
|
Universitas Mulawarman
|
32
|
Universitas Parahyangan
|
|
33
|
Universitas Malangkucecwara
|
34
|
Universitas Syahkuala
|
|
35
|
Universitas Gajayana
|
36
|
Universitas Mercu Buana
|
|
37
|
Universitas Sanata Dharma
|
|
|
|
Sumber : www.iai.or.id
3.Bidang Profesi dan Kompetensi Akuntan
Akuntan sebagai suatu profesi, perlu mengetahui syarat-syarat dari profesi itu sendiri, yaitu:
- Didasarkan pada disiplin
- Diperlukan proses pendidikan tertentu untuk memperoleh pengetahuan.
- Ada standar kualifikasi yang mengatur jika mau memasukinya dan harus ada pengakuan format mengenai statusnya.
- Ada norma prilaku yang mengatur antara profesional dengan kliennya, teman sejawat dan publik. Tanggung jawab yang tercakup dalam suatu pekerjaan untuk melayani kepentingan umum.
- Ada organisasi yang mengabdikan diri untuk menunjukkan kewajiban-kewajibannya terhadap masyarakat dan untuk kepentingan kelompok itu.
- Kebebasan bertindak dan berpendapat sesuai dengan norma dan etika profesinya.
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan secara terus menerus berhadapan dengan dilema etik yang melibatkan pilihan diantara nilai-nilai yang bertentangan. Profesi akuntan di Indonesia terbagi menjadi:
- Akuntan publik
- Akuntan manajemen
- Akuntan pendidik
- Akuntan pemerintah
Sebutan untuk Kelompok Profesi Akuntan tersebut diatas antara lain adalah Akuntan Publik (AP), Akuntan Sektor Publik (ASP), Akuntan Manajemen (AM), dan Akuntan Pendidik (APd). Profesi dan Kompetensi Akuntan juga identik dengan audit, oleh karena itu perlu juga diuraikan tentang batasan dan ruang lingkup antara audit internal dan audit eksternal sebagai berikut :
Tabel Perbandingan Ruang lingkup Audit Profesi Akuntan
URAIAN
|
EKSTERN
|
INTERN
|
1.
Tujuan Utama
|
Memberikan pendapat terhadap
kelayakan suatu pertanggung jawaban
|
Membantu manajemen untuk
menjamin terwujudnya efisiensi dan efektifitas
|
2.
Pemakai (user)
|
Stakeholders (DPR, Rakyat,
Kreditur ,dll )
|
Majanemen pemerintah
|
3.
Jenis Pemeriksaan
|
1.
Pertanggungjawaban keuangan, 2Pengelolan keuangan,3 Pemeriksaan keuangan dengan tujuan
tertentu.
|
Pengelolan
keuangan, Pemeriksaan
Kinerja, Pemeriksaan Tertentu
|
4.
KriteriaYang Digunakan
|
(1)
Standar akuntansi dan pelaporan yang berlaku, (2) Peraturan
perundang-undangan yang berlaku
(3) Standar profesi audit Independen
|
1.
Key performance Indicator dan akuntansi Manajemen,2 Peraturan perundang-undangan
yang berlaku, 3.Standar
profesi audit Internal
|
5.
Kualitas Auditor
|
Memiliki kompetensi dalam audit
ketaatan dan audit keuangan.
|
Memiliki kompetensi dalam
evaluasi efektifitas dan kualitas manajemen.
|
6.
Data
|
Waktu lampau
|
Waktu sekarang dan yang akan
datang
|
7.
Media Audit Utama
|
Laporan keuangan
|
1.Laporan akuntanbilitas,2 Sistem pengendalian intern
|
8.
Frekuensi
|
berkala
|
Berkala dan sesuai dengan
kebutuhan
|
9.
Output
|
1.Pendapat tentang kesepadanan, 2 Rekomendasi
|
1.Rekomendasi,2. Tindakan penyempurnaan sistem,
prosedur,dll.
|
Akuntansi sebagai suatu profesi menghasilkan beberapa jasa yang diantaranya jasa Atestasi, jasa Assurance, dan jasa Non Assurance yang kesemuanya mengarah kepada pengambilan keputusan yang harus diambil oleh seorang akuntan.
Jasa Atestasi
Audit, mencakup pemerolehan dan penilaian bukti yang mendasari laporan keuangan historis suatu entitas yang dibuat oleh manajemen entitas tersebut.
Pemeriksaan, istilah ini digunakan untuk jasa lain yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik yang berupa pernyataan suatu pendapat atas kesesuaian asersi yang dibuat oleh pihak lain dengan kriteria yang telah ditetapkan. Review, berupa permintaan keterangan dan prosedur analitik terhadap informasi keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk memberikan keyakinan negatif atas asersi yang terkandung dalam informasi keuangan tersebut.
Prosedur yang disepakati. Jasa atestasi atas asersi manajemen dapat dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan prosedur yang disepakati antar klien dengan akuntan publik.
Jasa Assurance
Jasa Assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambilan keputusan.
Jasa Non Assurance
Jasa Non Assurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang didalamnya tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan atau bentuk lain keyakinan.
4.Globalisasi Profesi Akuntan
Globalisasi dan pasar bebas (free market) juga masuk pada profesi akuntan, bahkan dikawasan ASEAN termasuk Malaysia, Singapura dan Filipina telah mengajukan draft liberalisasi akuntansi yang mencakup pembuatan lembaga baru sebagai otoritas untuk industri akuntansi di tingkat ASEAN. Sangatlah disayangkan jika Indonesia tidak dapat ikut berpartisipasi dalam persaingan pasar kerja akuntan global, sebab dengan adanya liberalisasi profesi, maka akuntan asing dimungkinkan masuk dan berpraktik di Indonesia. Di Singapura, Malaysia, Hongkong, dan beberapa negara Asia lainnya, banyak perusahaan yang telah mensyaratkan tenaga akuntansinya untuk memiliki sertifikasi ACCA karena dipicu oleh tuntutan legalitas kompetensi tenaga akuntansinya.
Standar pendidikan yang dikeluarkan International Federation of Accountant (IFAC) menjadi panduan bagi seluruh stakeholder yang terkait yaitu: Asosiasi profesi, dunia pendidikan, dunia usaha dan industri serta pemerintah, untuk bersama-sama berinteraksi dalam membentuk seorang akuntan yang profesional. Perguruan tinggi dan asosiasi profesi harus bekerja sama dalam mengimplementasikan International Education Standar (IES) dalam hal:
a. penentuan persyaratan masuk program pendidikan profesional akuntansi
b. penyusunan kurikulum dan silabus yang berisikan muatan pengetahuan, keahlian, nilai, etika dan sikap profesional yang dipersyaratkan bagi calon akuntan;
c. proses penilaian kapabilitas dan kompetensi calon akuntan Dunia kerja dan asosiasi harus bekerja sama dalam mengimplementasikan IES dalam hal:
pemantauan pengalaman praktis calon akuntan profesional;
d. proses penilaian kapabilitas dan kompetensi calon akuntan di tempat kerja; serta
e. mendorong akuntan profesional di tempat kerjanya untuk senantiasa mengembangkan pendidikannya secara berkelanjutan.
Bahkan International Federation of Accountants (IFAC) pada bulan Oktober 2003 yang lalu telah mengeluarkan 7 (tujuh) standar pendidikan internasional (International Education Standards/IES) yang seharusnya berlaku efektif mulai 1 Januari 2005. Standar yang dikeluarkan IFAC ini merupakan panduan global untuk membentuk akuntan yang profesional. Namun pemahaman mengenai isi dan rencana implementasi standar ini di Indonesia belum begitu luas. Adapun 7 (tujuh) standar yang dimaksudkan adalah :
IES 1, Entry Requirement to a Program of Professional Accounting Education
Secara fundamental, kualitas suatu profesi tidak dapat dijaga dan dikembangkan apabila seseorang yang akan memasuki profesi tersebut adalah orang yang tidak siap untuk memenuhi standar yang diwajibkan. Itu sebabnya profesi harus menentukan kualitas terbaik bagi seseorang yang akan memasuki pendidikan akuntansi. Dalam IES 1, diuraikan persyaratan awal untuk memasuki pendidikan profesional akuntansi sebaiknya paling tidak setara dengan persyaratan untuk memasuki program tingkat universitas atau ekuivalennya. Beberapa program dimulai pada post graduate level, program yang lain dimulai pada immediate post-secondary level, atau sebagian lagi pada higher education level dibawah undergraduate degree. Apapun rute yang dipilih, persyaratan awal yang diadopsi harus sesuai dan konsisten dengan keseluruhan program pendidikan profesional akuntansi yang ditetapkan oleh profesi.Lamanya tingkatan program ini dapat bervariasi. Sebagai contoh 29 negara Eropa pada tahun 1999 menandatangani deklarasi Bologna yang mendukung penerapan 2 tipe utama tingkatan, yaiitu undergraduete dan graduete,dimana undergraduete degree diperkirakan paling tidak selama 3 tahun.
IES 2, Content Of Professional Accounting Education Programs
Tujuan IES 2 ini adalah untuk meyakinkan bahwa calon akuntan profesional memiliki pengetahuan profesional akuntansi yang cukup untuk dapat menjalankan fungsinya sebagai Akuntan yang kompeten dalam menghadapi lingkungan yang kompleks dan berubah. Standar ini menentukan muatan pengetahuan yang dipersyaratkan, yang terdiri dari 3 bidang pengetahuan utama, yaitu:
1. accounting, finance and related knowledge
2. organizational and business knowledge; dan
3. information technology knowledge and competences.
Studi profesional akuntansi sebaiknya merupakan bagian dari program pre kualifikasi Akuntan profesional. Studi ini sebaiknya cukup panjang dan cukup intensif sehingga calon Akuntan mendapatkan pengetahuan profesional yang dipersyaratkan untuk memenuhi kompetensinya.Komponen pengetahuan profesional akuntansi pada program pre kualifikasi ini sebaiknya terdiri dari paling tidak 2 tahun full-time study.Komponen akuntansi, keuangan dan pengetahuan terkait, sebaiknya meliputi materi berikut:
1. financial accounting and reporting;
2. management accounting and control;
3. taxation;
4. business and commercial law;
5. audit and assurance;
6. finance and financial management; dan
7. professional values and ethics.
Komponen organisasi dan bisnis meliputi materi berikut:
1. economics;
2. business environment;
3. corporate governance;
4. business ethics;
5. financial markets;
6. quantitative methods;
7. organizational behavior;
8. management and strategic decision making;
9. marketing; dan
10. international business and globalization.
Komponen tekhnologi informasi seharusnya meliputi materi dan kompetensi berikut:
general knowledge of IT;
IT control knowledge;
IT control competences;
IT user competences; dan
salah satu atau gabungan dari kompetensi dan tanggung jawab manajer, evaluator atau designer sistem informasi.
IES 3, Professional Skills Contents
IES 3 mengatur tentang keahlian profesional serta pendidikan umum bagi Akuntan profesional. Seseorang yang berminat untuk menjadi Akuntan yang profesional sebaiknya memperoleh keahlian sebagai berikut:
intellectual skills;
technical and functional skills;
personal skills;
interpersonal and communication skills; dan
organizational and business management skills.Selain keahlian profesional, program pendidikan profesional sebaiknya juga meliputi pendidikan umum.
IES 4, Professional Values, Ethics and Attitudes
IES 4 menentukan nilai profesional, etika dan sikap akuntan profesional yang seharusnya diperoleh selama pendidikan supaya memenuhi kualifikasi sebagai akuntan profesional. Program pendidikan akuntansi sebaiknya memberikan kerangka nilai, etika, dan sikap profesional untuk melatih judgment profesional calon Akuntan sehingga dapat bertindak secara etis ditengah kepentingan profesi dan masyarakat.Nilai, etika dan sikap Akuntan profesional yang diwajibkan termasuk komitmen untuk memenuhi kode etik lokal yang relevan yang seharusnya sesuai dengan kode etik IFAC.Cakupan nilai dan sikap yang diajarkan sebaiknya meliputi komitmen bagi kepentingan publik dan sensitivitas atas tanggung jawab sosial, pengembangan berkelanjutan dan belajar seumur hidup, kepercayaan, tanggungjawab, ketepatan waktu, respek dan kehormatan serta hukum dan regulasi.Semua program minimal meliputi antara lain: sifat dasar etika; ketaatan terhadap prinsip fundamental etika yaitu integritas, objektivitas, komitmen kepada kompetensi profesional, dan kerahasiaan; ketaatan kepada standar tekhnis; etika dalam hubungannya dengan bisnis dan good governance.
IES 5, Practical Experience Requirements.
IES 5 mempersyaratkan suatu periode pengalaman praktis dalam melaksanakan pekerjaan sebagai bagian dari program pre kualifikasi Akuntan profesional. Periode ini sebaiknya cukup panjang dan intensif sehingga calon Akuntan dapat menunjukkan bahwa mereka telah mendapat pengetahuan, keahlian, nilai, etika dan sikap profesional yang dipersyaratkan dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai seorang Akuntan yang kompeten. Sebaiknya pengalaman praktis ini diperoleh minimal 3 tahun. Suatu periode tertentu yang didapat melalui pendidikan yang sesuai dengan muatan aplikasi akuntansi praktis yang kuat, dapat diakui maksimal 12 bulan sebagai bagian dari pengalaman praktis. Pengawasan dan monitoring pengalaman praktis dilakukan oleh profesi dan/atau regulator untuk memastikan bahwa pengalaman praktis yang didapat calon Akuntan dapat diterima. Kepastian pengalaman sebagai akuntan profesional sebaiknya diselenggarakan dibawah pengawasan langsung seorang mentor yang berpengalaman yang merupakan anggota profesi. Suatu catatan pelaksanaan program pengalaman praktis ini sebaiknya direview secara periodik oleh mentor.
IES 6, Assessment of Professional Capabilities and Competence.
IES 6 menjelaskan persyaratan penilaian akhir kapabilitas dan kompetensi calon Akuntan sebelum dinyatakan sebagai Akuntan yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan.Kapabilitas dan kompetensi calon Akuntan seharusnya secara formal dinilai oleh asosiasi profesi atau regulator (dengan masukan dari profesi) memiliki pengetahuan teknis memadai secara khusus sesuai dengan kurikulum pendidikan
dapat mengaplikasikan pengetahuan teknis secara analitis dan praktis.
dapat menggabungkan berbagai pengetahuan yang diwajibkan untuk memecahkan permasalahan yang kompleks
dapat memecahkan masalah khusus melalui pembedaan informasi yang relevan dan irelevant berdasarkan data yang diberikan
dalam sutuasi multi masalah, dapat mengidentifikasi permasalahan dan mengurutkannya sehingga dapat menentukan prioritas penyelesaian
dapat mengintegrasikan keragaman bidang pengetahuan dan keahlian
dapat berkomunikasi secara efektif dengan user dan memberikan rekomendasi yang tepat.
IES 7, Continuing Professional Development: A Program of Lifelong Learning and Continuing Development of Professional Competence
IES 7 dipublikasi pada bulan Mei 2004. Standar ini berlaku efektif mulai 1 Januari 2006. Dalam IES 7, profesi diharuskan untuk mempromosikan pentingnya pengembangan berkelanjutan kompetensi akuntan dan komitmen untuk belajar seumur hidup bagi seluruh akuntan profesional. Seluruh akuntan profesional, yang bekerja disektor apapun, diwajibkan untuk mengembangkan dan menjaga kompetensi profesional mereka sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawab profesionalnya. Dalam hal ini profesi seharusnya memfasilitasi akuntan untuk mendapatkan kesempatan pengembangan profesional berkelanjutan agar dapat memenuhi kewajibannya. Pengembangan profesional berkelanjutan ini harus relevan untuk pengembangan aspek keprofesiannya, dapat dinilai dari unsur jumlah waktu yang diikutinya dan diverifikasi oleh profesi untuk menilai ketaatan akuntan. Profesi juga harus membangun proses yang sistemastis untuk memantau hal ini, termasuk menentukan sanksi apabila ada pelanggaran dalam hal pelaporan maupun pelaksanaannya. Pelaksanaan pengembangan profesional berkelanjutan ini dapat dilakukan melalui 3 jenis pendekatan, yaitu:
Input based approach, dengan menentukan jumlah tertentu aktivitas pembelajaran yang dipertimbangkan secara tepat untuk dapat mengembangkan dan menjaga kompetensi Akuntan. Akuntan diwajibkan untuk: a. memenuhi paling tidak 120 jam atau unit pembelajaran yang setara dari aktivitas pengembangan profesional yang relevan setiap periode 3 tahunan, dimana 60 jam harus dapat diverifikasi, b. memenuhi paling tidak 20 jam unit pembelajaran yang setara setiap tahun Output based approach, dengan mewajibkan Akuntan untuk menunjukkan bahwa mereka telah mengembangkan dan menjaga kompetensinya. Dalam hal ini secara periodik Akuntan menunjukkan bukti secara objektif bahwa telah diverifikasi oleh sumber yang kompeten dengan menggunakan metode penilaian kompetensi, Combination approach. Merupakan kombinasi dua pendekatan di atas.
IES 8, Competence Requirements for Audit Professionals
Pada bulan April 2005, IFAC telah mengeluarkan Exposure Draft IES 8 khusus ditujukan bagi audit professional. Adapun jabatan audit professionals yang diatur dalam draft standar ini meliputi: (a) Audit Seniors, (b) Audit Supervisors, (c) Audit Managers (biasanya terbagi atas Assistant Manager, Manager dan Senior Manager), (d) Audit Partners, Directors and Principals, dan (e) Engagement Partners. Standar spesifik dibutuhkan tidak hanya karena pengetahuan dan keahlian khusus yang dipersyaratkan untuk memenuhi kompetensi pada area audit, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan publik dan pihak ketiga lainnya terhadap audit laporan keuangan. Namun tentu saja audit professional tersebut harus memenuhi IES 1-7 yang telah dijabarkan diatas.Standar ini akan mengatur pengetahuan khusus bagi audit professional sebagai tambahan IES 2 yang dipersyaratkan bagi Akuntan secara keseluruhan. Tambahan pengetahuan tersebut meliputi 3 bidang, yaitu:
1. financial statement audit;
2. financial accounting and reporting; dan
3. information technology.
Standar ini juga direncanakan akan mengatur aplikasi dan pengembangan keahlian professional khusus dalam audit laporan keuangan sebagaimana pada IES 3 bagi keseluruhan Akuntan. Begitupun pengalaman praktis, akan dipersyaratkan secara khusus sebelum terlibat dalam penugasan audit laporan keuangan