Pengertian Dan Aspek-aspek Job Insecurity
Pengertian Job Insecurity
Job insecurity merupakan suatu tingkat dimana para pekerja merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apa pun terhadap situasi tersebut. job insecurity dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan dimensi pekerjaan. (Ashfors did(, 1989).
Menurut Joelsen dan Wahlquist (Hartley dkk, 1991), job insecurity kehilangan pekerjaan. Kenyataannya, populasi yang mengalami job insecurity adalah selalu dalam jumlah yang lebih besar daripada pekerja yang benar-benar kehilangan pekerjaan. Sebagai tambahan, Hartley (1991) menyatakan bahwajob insecurity dilihat sebagai kesenjangan antara tingkat security yang dialami seseorang dengan tingkat security yang diperolelmya.
Selain itu, Greenlagh dan Rosenblatt (Hartley dkk, 1991) mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Dengan berbagai perubahan yang teijadi dalam organisasi, karyawan sangat mungkin merasa terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari organisasi. Dapat disimpulkan bahwa job insecurity merupakan penilaian pekerja terhadap suatu keadaan di mana mereka merasa terancam dan mereka merasa · tidak berdaya untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan tersebut.
Aspek-aspek Job Insecurity
Konstrukjob insecurity terdiri atas dua dimensi, yaitu besamya ancaman (severity of threat) atau derajat ancaman yang dirasakan mengenai kelanjutan situasi kerja tertentu. Ancaman ini dapat terjadi pada berbagai aspek pekerjaan atau pada keseluruhan pekerjaan, dan yang kedua adalah powerlessness (Greenhalgh dan Rosenblatt dalam Ashford dkk, 1989).
Ruvio dan Rosenblatt (1999) kemudian memperjelas kembali kedua dimensi tersebut, sebagai berikut: pertama adalah perasaan terancam pada total rendah dalam organisasi, dipindahkan ke pekerjaan lain dengan level yang sama dalam organisasi atau diberhentikan sementara. Pada sisi lain kehilangan pekerjaan mungkin dapat terjadi secara permanen atau seseorang mungkin dipecat atau dipaksa pensiun terlalu awal.
Yang kedua adalah perasaan terancam terhadap tampilan kerja (job features). Misalnya, perubahan organisasional mungldn menyebabkan seseorang kesulitan untuk mengalami kemajuan dalam organisasi, mempertahankan gaji atau pun meningkatkan pendapatan. Hal ini mungkin berpengaruh terhadap posisi seseorang dalam perusahaan, kebebasan untuk mengatur pekerjaan, penampilan kerja, dan signifikansi pekerjaan. Ancaman terhadap tampilan kerja mungkin juga berperan dalam kesulitan mengakses sumber-sumber yang sebelumnya siap dipakai.
Ketiga, job insecurity mungkin berperan dalam perasaan seseorang terhadap kurangnya kontrol atau ketidakmampuan untuk mengendalikan kejadian-kejadian di lingkungan kerjanya yaitu perasaan tidak berdaya (powerlesness).
Namun, di dalam penulisan ini dimensi powerlesness yang dikemukakan Greenhalgh dan Rosenblatt (Hartley, 1991) tidal( digunakan karena ada penulisan yang membuktikan bahwa dimensi powerlesness tidak berhubungan secara statistik dengan dimensi lainnya dalam pengukuranjob insecurity.
Ditambahkan oleh Hartley (1991) bahwa powerlesness boleh tidak dimasukkan sebagai komponen ketiga dalam pengukuran job insecurity sejak diketahui bahwa powerlesness dapat digolongkan sebagai bagian dari ancaman akan membuat perasaan kehilangan semakin besar. Jika karyawan merasa bahwa mereka mempunyai kekuatan, maim kemungkinan akan merasa kehilangan pekerjaan menurun. Sehingga menurut Brown-Johnson (dalam Hartley dkk, 1991), powerlesness tidak berbeda secara konseptual dengan kemungkinan kehilangan pekerjaan, baik untuk keseluruhan kerja maupun tampilan kerja.
Dampak Job Insecurity
Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ashford dkk, 1989) mengkonseptualisasikan job insecurity sebagai suatu sumber stress . yang melibatkan ketakutan, kehilangan potensi, dan kecemasan. Salah satu akibat dari stress adalah dalam bentuk permasalahan somatis, seperti tidak bisa tidur, dan kehilangan selera makan. Taber, Walsh, dan Cooke (dalam Ashford dkk, 1989) menyatakan bahwa perasaan job insecurity dapat meningkatkan permasalahan somatis dan hipertensi.
Berdasarkan penulisan Ashford dkk (1989), diketahui bahwa job insecurity yang tinggi yang dirasakan karyawan akan berhubungan dnegan:
a. Keinginan untuk mencari pekerjaan baru
Ketegangan yang dipengaruhi oleh job insecurity yang penting disebabkan karena efeknya terhadap turnover. Seperti stressor yang lainnya, job insecurity mungkin berhubungan dengan respon penarikan diri sebuah usaha untuk menghindari stress. Oleh karena itu, job insecurity seharusnya mempunyai hubungan yang positif dengan keinginan untuk bekerja.
Orang yang mengalamijob insecurity mungkin juga meninggalkan pekerjaan demi alasan yang masuk aka!. Hal ini akan masuk aka!bagi karyawan yang khawatir terhadap kesinambungan pekerjaan mereka, kemudian mencari kesempatan karir yang lebih aman (Greenhalgh dan Rosenblatt dalam Ashford dkk, 1989)
b. Komitmen organisasi yang rendah
Penulisan telah mengindikasikan bahwa orang-orang mengembangkan pendekatan efektif dalam sikap terhadap perusahaan sepanjang waktu (Mowday, Steers, & Porter dalam Ashford dkk, 1989), yang ditunjukkan sebagai level komitmen, kepuasan dan kepercayaan yang tinggi. Perasaan job insecurity dapat mengancam pendekatan tersebut terhadap perusahaan. Karyawan mengharapkan perusahaan dapat diandalkan untuk menegakkan akhir dari kontrak psikologis di antara mereka. penerimaan job insecurity mungkin merefleksikan persepsi individu bahwa perusahaan telah membatalkan kontrak psikologis, dalam hal ini tampilan penting terancam, pekerjaan berada dalam bahaya (bahkan keduanya) dan kesetiaan dipengaruhi secara negatif.
c. Trust organisasi rendah
Individu yang merasa bahwa perusahaan tidak dapat diandalkan · untuk menghasilkan komitmen terhadap karyawannnya, dapat mengurangi komitrnen karyawan terhadap organisasi. job insecurity akan berhubungan secar negatif dengan komitmen karyawan dan kepercayaan mereka terhadap perusahaan. Hubtmgan ini akan terjadi karena karyawan yang insecure akan kehilangan kepercayaan dan keyakinan bahwa perusahaan dapat diandalkan dan pendekatan mereka terhadap perusahaan mereka akan berkurang.
d. Kepuasan kerja yang rendah
Persepsi terhadap job insecurity yang berhubungan secara negatif dengan pengukuran kepuasan kerja. para peneliti telah mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu respon afektif terhadap pekerjaan dan tugas-tugas. Orang berespon secara afektif terhadap pekerjaan dalam kondisi di mana mereka secara kognitif merepresentasikan atau menerima pekerjaan tersebut.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Job Insecurity
Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ashford dkk, 1989) telah mengkategorikan penyebab job insecurity kedalam tiga kelompok sebagai berikut:
a. Kondisi lingkungan dan organisasi
Kondisi lingkungan dan organisasi ini dapat dijelaskan oleh beberapa faktor, misalnya: komunikasi organisasional dan perubahan organisasional. Perubahan organisasional yang terjadi antara lain dengan dilakukannya downsizing, restrukturisasi, dan merger oleh perusahaan. Organisasi yang sukses dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terhadi adalah organisasi yang menciptal(an tradisi pembelajaran. Organisasi pembelajar merupakan organisasi yang siap menghadapi perubahan dengan mengelola perubahan itu sendiri (managing change).
b. Karakteristik individual dan jabatan pekerja
Karakteristik individual dan jabatan pekerja terdiri dari: usia, gender, senioritas, pendidikan, posisi pada perusahaan, Jatar belakang budaya, status, sosial ekonomi dan pengalaman kerja.
c. Karakteristik personal pekerja
Karakteristik personal pekerja yang dapat mempengaruhi job insecurity misalnya: locus of control, self esteem, dan perasaan optimis atau pesimis pada karyawan.
Jumlah variansi dalam penerimaan job insecurity yang dijelaskan oleh predictor ini adalah sekitar 20%. Predictor terbaik biasanya adalah faktor faktor posisional, seperti pengalaman pengangguran sebelumnya, atau kontrak kerja sementara, faktor-faktor personal dan tanda-tanda ancaman, contohnya rumor mengenai reorganisasi atau perubahan manajemen.
Dari uraian diatas dapatlah diketahui bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkan job insecurity pada karyawan adalah kondisi lingkungan dan organisasi.
Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja merupakan suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan output dengan input yang dibutuhkan seorang tenaga kerja untuk menghasilkan produk. Pengukuran produktivitas dilakukan dengan melihat jumlah output yang dihasilkan oleh setiap karyawan selama sebulan. Seorang karyawan dapat dikatakan produktif apabila ia mampu menghasilkanjumlah produk yang lebih banyak dibandingkan dengan karyawan lain dalam waktu yang sama. Produktivitas ketja merupakan suatu sikap mental yang dan hari esok lebih baik dari hari ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas ( Bambang Tri, 1996:283) adalah:
a. Manusia
Faktor manusia mencakup beberapa aspek antara lain kuantitas, tingkat keahlian, Jatar belakang kebudayaan dan pendidikan, kemampuan, sikap, minat, struktur pekerjaan, umur, jenis kelamin.
b. Modal
Faktor modal meliputi aspek modal tetap, teknologi, bahan baku.
c. Faktor metode (proses)
Faktor metode meliputi tata ruang tugas, penanganan bahan baku penolong dan mesin, perencanaan dan pengawasan produksi, pemeliharaan melalui pencegahan, teknologi yang memakai cara altematif
d. Faktor produksi
Meliputi kuantitas, kualitas, ruangan produksi, struktur campuran, spesialisasi
e. Faktor lingkungan organisasi
Meliputi organisasi dan perencanaan, kebijaksanaan personalia, sistem manajemen, gaya kepemimpinan, kondisi kelja, ukuran perusabaan, iklim kelja, system intensif.
f. Faktor lingkungan negara
Meliputi struktur social politik, struktur industri, pengesaban, tujuan pengembanganjangka panjang dan lain-lain.
g. Faktor lingkungan internasional
Meliputi kondisi perdagangan dunia, masalah-masalah perdagangan internasional, kebijakan rnigrasi tenaga kerja.
h. Umpan balik
Umpan balik menunjukkan bagaimana masyaralcat menilai kuantitas dan kmllitas produksi berapa banyak uang yang harus dibayarkan untuk masukan-masukan utamanya (tenaga kerja dan modal) dimana masyaralcat menawarkan pada perusahaan.
Adalagi faktor-faktor lain yang mempengaruhi produktivitas, antara lain adalah:
a. Sikap mental (motivasi dan disiplin)
b. Pendidikan/latihan
c. Keterampilan
d. Manajemen
e. Tingkat penghasilan
f. Gizi dan kesehatan kerja
g. Jaminan sosial
h. Lingkungan/iklim kerja
i. Sarana dan teknologi
Peningkatan produktivitas tenaga kerja perlu diupayakan, karena mempunyai manfaat, baik secara makro maupun secara mikro. Secara makro peningkatan produktivitas bermanfaat dalam pendapatan masyarakat yang lebih tinggi, tersedianya barang kebutuhan masyarakat yang lebih banyak dengan harga lebih rendah, perbaikan kondisi kerja termasuk jam kerja dan lain-lain. Secara mikro bermanfaat bagi karyawan yaitu dapat meningkatkan gaji atau upah, memperbaiki kondisi kerja, meningkatkan semangat kerja, menimbulkan rasa aman di tempat kerja dan lain-lain. Oleh karenanya meningkatkan produktivitas karyawan merupakan suatu keinginan perusahaan. Melalui para manajernya, perusahaan berusal1a untuk memaksimalkan potensi karyawan.
Secara umum produktivitas adalah perbandingan antara hasil kegiatan (output) dihubungkan dengan produktivitas pekerja dan dapat dijabarkan sebagai perbandingan antara hasil kerja dan jam kerja. Produktivitas didefinisikan sebagai ratio antara output dengan input, atau ratio antara hasil produksi dengan total sumberdaya yang digunakan. Dalarn proyek konstruksi ratio produktivitas adalah nilai yang diukur selarna proses konstruksi, dapat dipisahkan menjadi biaya tenaga kerja, material, dan alat.
Beberapa definisi produktivitas diantaranya disampaikan oleh Ravianto (1985), mendefmisikan produktivitas kerja adalah suatu konsep yang menunjukan adanya kaitan antara hasil kerja dengan satuan wal(tu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk seorang tenaga kerja. Sutermeister (1976), dalam bukunya People and Productivity menyatakan "we have recognized that employee performance depends on both motivation and ability". Produktivitas menurut pernyataan tersebut, yaitu tergantung kepada motivasi dan kemarnpuan dari peketja itu sendiri. Ditinjau dari sudut organisasi, lebih jauh Sutermeister (1976), menyatal(an bahwa produktivitas itu sebagai "output per employee-hour, quality considered". Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa produktivitas selalu berusaha untuk menghubungkan antara output dengan input, peningkatan produktivitas dapat dilihat dari segi kualitas dan kuantitas. Hal ini bearti walaupun dari segi kuantitas tidal( terjadi peningkatan, narnun dari segi kualitas telah terjadi peningkatan, maka keadaan demikian juga sudah terjadi peningkatan produktivitas. Soeharto (1995), dalam bukunya Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional menyatal(an bahwa pada umumnya proyek berlangsung dengan kondisi yang berbeda-beda, maka dalam merencanakan tenaga kerja hendaknya dilengkapi dengan analisis produktifitas dan indek variabel yang mempengaruhi.
Kurang diperhatikarmya produktifitas pekerja pada suatu proyek konstruksi dapat menghambat pekerjaan konstruksi. Ada berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas dalam proyek konstmksi, dimana salah satunya adalah faktor tenaga kerja yang berkaitan langsung dalam pembangunan konstmksi di lapangan. Untuk itu, manajemen hams dapat mengetahui cara-cara untuk mengukur produktivitas pekerja sebelum melakukan upaya peningkatan produktifitas. Sesuai dengan laporan I Dewan Produktivitas Nasional Republik Indonesia 1983, peningkatan produktivitas dapat dilihat dalam tiga bentuk, yaitu : (a) jumlah produksi meningkat dengan menggunakan sumberdaya yang sama; (b) jumlah produksi yang sama atau meningkat dicapai dengan menggunakan sumberdaya yang kurang, dan jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumberdaya yang relatif atau lebih kecil. Handoko (1984) menyatakan bahwa untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara pendekatan, antara lain sebagai berikut : (1) pendekatan melalui sistem ketenagaketjaan yang dipakai, (a) peningkatan atau pengurangan jumlah tenaga kerja; (b) pengadaan sistem kerja lembur untuk melaksanakan crash program. (2) Melalui pendekatan manajemen: (a) perbaikan metode operasi secara keseluruhan, (b) peningkatan, penyederhanaan atau pengurangan variasi produk untuk masing-masing tenaga kerja, dan (c) perbaikan organisasi, perencanaan dan pengawasan.
Salah satu pendekatan manajemen yang digunakan untuk mempelajari produktivitas tenaga kerja adalah work study. Metode ini menyejajarkan dua metode, so digunakan untuk mengetahui dan memperbaiki atau meningkatkan kinerja penggunaan sumberdaya dalam proyek. Work study adalah teknik manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan cara menyempumakan penggunaan sumberdaya secara tepat. Sumberdaya yang digunakan selama proses konstruksi adalah : materials, machines, men, method, money. Penggunaan material dalam proses konstruksi secara efektif sangat bergantung dari disain yang dikehendaki dari suatu bangunan.
Penghematan material dapat dilakukan pada tahap penyediaan, handling dan processing selama waktu konstruksi. Pemilihan alat yang tepat akan mempengaruhi kecepatan proses konstruksi, pemindahan/distribusi material dengan cepat, baik arah horisontal maupun vertikal. Pekerja adalah salah satu sumberdaya yang tidak mudah dikelola. Upah yang diberikan sangat bervariasi tergantung dari kecakapan masing masing pekerja, karena tidak ada satupun pekerja yang sama karakteristiknya. Biaya untuk pekerja merupal(an fungsi dari waktu dan metoda konstruksi yang digunakan. Pihak yang bertanggung jawab terhadap pengendalian wal(tu konstruksi dan pemilihan metoda konstruksi yang al(an digunakan adalah Kepala Proyek.
Psilmlogi lndustri
Psikologi industri adalah Ilmu yg mempelajari tingkah laku manusia dim hubungannya dgn lingkungannya. Ilmu ini semakin memegang peranan penting dim berbagai aspek kehidupan masyaral(at modern. Berasal dari kata Logos yang berarti ilmu atau ilmu pengetahuan, dan psyko yang berarti jiwa. Jadi, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ilmu jiwa.
Peranan psikologi dalam perusahaan makin besar, terutama sesudah adanya mempunyai status yang sama seperti mesin sebagai unsur produksi, maka upaya untuk memilih the right man on the right job, dianggap hanya memboroskan waktu dan biaya. Upaya untuk memabami motivasi pekerja tidak pemab dilakukan. Yang diperhatikan hanya pekerja diberi: upab, peralatan kerja, kondisi ke1ja yang baik hasil kerja yg baik. Bagaimana peranan psikologi sekarang yaitu pekerja diperlakukan sebagai asset perusabaan yg berarti, yang dapat menentukan maju tidaknya perusabaan semua pihak yang akan berhubungan dengan pengelolaan pekerja diharapkan mempunyai pemabaman mengenai prinsip psikologi yg diterapkan di perusabaan.
Fungsi Psikologi Industri menerapkan prinsip-prinsip psikologi. Prinsip secara positif, praktis, konkrit, dan dapat dipertanggung jawabkan yang ditujukan pada pemecaban problema yang menyangkut faktor manusia di perusabaan sehingga tujuan perusabaan tercapai.
Secara umum, manusia memiliki dua sifat:
- Introvert yaitu orang yang pendiam, mementingkan diri sendiri dan tertutup
- Extrovert yaitu orang yang periang dan terbuka
Ruang Lingkup Psikologi Industri
Adapun ruang lingkupnya adalab sebagai berikut:
1. Kegiatan personal manajemen(Personal Psychology), psikologi dari orang yang berstatus tenaga kerja membahas hal-hal yang berkaitan dengan seleksi pegawai. Hal penempatan, training, pengukuran sikap, motivasi pegawai,hubungan pekerja dan masalab manajemen.
2. Yang berhubungan dengan alat, sarana, lingkungan kerja (Enginerering dengan lingkungan kerja, meningkatkan metode kerja (penerangan, ventilasi, disain alat) dengan tujuan untuk memperbaiki efektivitas kerja, mempermudah pekerjaan produktivitas pekerja akan meningkat.