Pengertian Kemampuan Komunikasi Menurut Ahli
Kemampuan komunikasi adalah bagian terpenting dari kehidupan, karena dengan berkomunikasi anak dapat mengekspresikan perasaan dan mengungkapkan ide serta pemikirannya. Melalui komunikasi anak dapat berinteraksi dengan baik dengan orang lain. Dredge dan Croswhite (1986, h.52) menjelaskan komunikasi sebagai proses dua arah yang melibatkan seseorang yang memberi pesan dan orang lain yang menerima dan bertingkah laku sesuai pesan tersebut. Lebih lanjut Bondy dan Frost (2002, h.25) mengatakan bahwa tujuan komunikasi adalah untuk mengungkapkan keinginan, mengekspresikan perasaan dan bertukar informasi.
Menurut Hetherington dan Parke (1986, h.103) ada dua kemampuan dasar dalam kemampuan komunikasi yaitu perkembangan kemampuan untuk memahami bahasa yang digunakan orang lain (receptive language) dan perkembangan kemampuan untuk memproduksi bahasa (production language).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi adalah kemampuan yang dimiliki anak dalam melakukan suatu proses hubungan dua arah atau interaksi baik secara verbal maupun non verbal dengan menggunakan gambar, isyarat, simbol, ekspresi wajah atau tulisan.
Komponen Dalam Kemampuan komunikasi
Menurut Dredge dan Croswhite (1986, h. 2) ada dua komponen penting dalam terciptanya komunikasi secara efektif. Komponen pertama adalah kemampuan untuk memahami pesan (pemahaman) yaitu kemampuan mendengarkan suara atau melihat aksi, kemampuan mengolah pesan, dan menyimpannya dalam memori. Komponen kedua adalah kemampuan berespon terhadap pesan (ekspresi) yaitu kemampuan memilih kata atau aksi yang tepat, kemampuan menyusun kata-kata dan aksi-aksi menjadi pesan yang dapat dimengerti. (1982, h. 164) menjelaskan bahwa pada dasarnya komunikasi dapat dibedakan dalam kemampuan komunikasi reseptif dan kemampuan komunikasi ekspresif .Kemampuan komunikasi reseptif ditunjukkan dengan kemampuan anak dalam memahami dan mengerti instruksi atau perintah. Kemampuan komunikasi reseptif ditunjukkan dalam bentuk isyarat, tindakan atau bahasa tubuh. Sedangkan kemampuan komunikasi ekspresif adalah kemampuan seorang anak dalam menjawab atau mengekspresikan pikiran dan perasaan. Kemampuan komunikasi ekspresif biasanya ditunjukkan dalam bentuk verbal.
Sependapat dengan hal tersebut di atas Sabir (2003,h. 233) menyebutkan bahwa bahasa dibagi menjadi dua bagian yaitu bahasa reseptif/pemahaman dan bahasa ekspresif/pengungkapan secara verbal. Bicara hanyalah salah satu dari cara berkomunikasi. Disamping penggunaan bahasa verbal,banyak cara lain yang dapat digunakan untuk dapat berkomunikasi dengan anak autis yaitu menggunakan ekspresi wajah, menggunakan gesture atau gerak-isyarat, melakukan modifikasi pada intonasi nada suara sesuai kebutuhan, menunjuk gambar, menunjuk tulisan, menggunakan papan komunikasi, dan menggunakan symbol (Sjah dan Fadhilah, 2003, h. 214).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komponen kemampuan komunikasi meliputi kemampuan dalam memahami pesan, yaitu kemampuan mendengarkan suara/instruksi atau melihat aksi, kemampuan mengolah pesan dan menyimpannya dalam memori.dan kemampuan memberikan respon terhadap pesan atau instruksi yang ditunjukkan dalam dalam bentuk verbal, isyarat, tindakan atau bahasa tubuh.
Kemampuan Komunikasi Anak Autis Non Verbal
Pada anak autis ditemukan tidak semuanya dapat berbahasa verbal bahkan ada yang sampai dewasa hanya dapat berbahasa non verbal (Farida, 2007, h.29). Stokes (2007, h.1) menyebutkan tidak semua suara atau bicara dapat memenuhi syarat komunikasi, bahwa bicara atau verbalisasi dapat menjadi komunikasi ketika di dalamnya ada keinginan untuk menyampaikan pesan ke orang lain. Interaksi sosial merupakan suatu hal yang penting dan menyulitkan pada anak autis sehingga tidak mengherankan bahwa komunikasi yang efektif merupakan hal yang penting.
Baron dan Bolton (1994,h.14) mengatakan bahwa anak autis mempunyai masalah atau gangguan dalam komunikasi seperti perkembangan bahasa yang lambat atau sama sekali tidak ada, sulit berbicara, penggunaan kata-kata yang tidak sesuai artinya. Lebih lanjut Baron dan Bolton menjelaskan bahwa anak autis sebagian tidak berbicara (non verbal) atau sedikit bicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
Happe (1994, h.18-19) menjelaskan bahwa beberapa anak autis menunjukkan gangguan tidak berbicara, dan hanya bersuara tidak jelas seperti teriakan atau kata-kata yang tidak jelas, tidak mampu dalam memahami bahasa tubuh atau bahasa non verbal dalam komunikasi. Sependapat dengan hal tersebut Budhiman (2002, h. 2) mengatakan bahwa penyandang autisme sindrom disorder mempunyai keterbatasan dalam bidang komunikasi, interaksi, emosi, perilaku, sensoris dan penyesuaian diri. Keterbatasan komunikasi dibedakan dalam komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Lebih lanjut Stokes (2007, h.4) mengatakan bahwa seorang anak autis non verbal memulai komunikasi dengan orangtuanya dengan menggunakan suara untuk menarik perhatian dan baru kemudian menunjuk sesuatu untuk menyatakan keinginan atau meminta sesuatu.
Pada anak autis non verbal ditemukan adanya penyebab temporalis lateralis (pusat dengar dan bicara), cerebellum dan daerah nukleus kaudatus (Panggabean, 2003,h.221). Kerusakan pada beberapa bagian otak tersebut menyebabkan anak autis tidak bicara atau ”mute”, tidak ada giliran bermain suara atau ”turn taking”, ocehan atau ”babbling”.Karakteristik lain yang muncul seperti suara tidak keluar, anak lebih banyak bergumam atau hanya keluar beberapa bunyi. Untuk keperluan komunikasinya mereka lebih banyak melakukan suatu gerakan motorik berupa menunjuk atau memegang tangan seseorang.
Stokes (2007, h.2) menyebutkan bahwa anak autis non verbal menggunakan beberapa macam bentuk komunikasi yaitu :
a. Motorik : Anak melakukan manipulasi fisik secara langsung pada orang lain atau objek, seperti menarik tangan orang lain untuk menunjuk atau meraih benda yang diinginkan contoh memberikan gelas atau cangkir untuk menunjukkan keinginan ”minum susu”.
b. Gesture : Menunjuk, memperlihatkan, memandang atau tatapan yang berubah pada orang lain ke objek yang diinginkan. Merupakan bentuk komunikasi sebagai tanda meminta sesuatu.
c. Vocalization : Menggunakan suara termasuk menanggis untuk komunikasi. Seperti anak mengucapkan ”ah-ah-ah” untuk menarik perhatian orang lain.
d. Sign Language : Komunikasi dengan menggunakan sistem tanda bahasa konventional.
e. Penggunaan Objek :Anak menggunakan objek dalam berkomunikasi dengan orang lain, seperti anak menunjukkan atau mengambil cangkir untuk mengindentifikasikan minta susu.
f. Penggunaan Foto :Komunikasi dengan menggunakan foto sebagai gambar dua dimensi. Anak menunjukkan objek, kegiatan atau peristiwa untuk berkomunikasi atau mengungkapkan keinginannya.
g. Gambar :Komunikasi dengan menggunakan gambar dua dimensi yang menunjukkan objek, kegiatan atau peristiwa, contoh misalnya anak menggambar sayap dan menunjukkan kepada orangtuanya untuk mengindentifikasikan bahwa dia ingin terbang.
h. Tulisan :Komunikasi dengan menggunakan kata atau kalimat untuk berkomunikasi. Anak menulis kata atau kalimat untuk mengekspresikan keinginan atau kebutuhannya.
Stokes (2007, h.2) mengatakan bahwa hal penting dalam berkomunikasi pada anak autis non verbal adalah penyampaian pesan yang dilakukan melalui bentuk-bentuk komunikasi di atas, anak autis non verbal berkomunikasi dengan menggunakan beberapa bentuk diatas sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Siegell (1996,h.25) menyebutkan bahwa dalam berinteraksi/berkomunikasi anak autis dipengaruhi oleh ciri khas mereka dalam mempersepsi dunia yaitu :Visual Thinking (berpikir visual), Processing Problems (kesulitan memproses informasi), Communication Frustation (kesulitan berkomunikasi), Social dan Emotional (masalah emosi dan sosial), Problem of Control (kesulitan dalam mengontrol diri), Problem of Connection (kesulitan dalam menalar),System Integration Problem yaitu Proses informasi di otak bekerja secara mono (tunggal) sehingga sulit memproses beberapa hal sekaligus.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini berfokus pada kemampuan komunikasi anak autis non verbal. Anak autis non verbal memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi, keterbatasan atau kesulitan ditunjukkan dalam merespon instruksi atau menjawab pertanyaan serta keterbatasan dalam mengungkapkan atau mengekspresikan diri yang menyebabkan anak frustasi atau tertekan. Anak autis non verbal menggunakan beberapa bentuk komunikasi yaitu motorik, gesture, vocalization, sign language, penggunaan objek atau foto, gambar dan tulisan.
COMPIC
COMPIC digunakan bermula dari orang tua dari anak-anak berkesulitan belajar di kota Melbourne. Pada tahun 1980 di Melbourne Australia, orang tua dari anak-anak berkesulitan belajar membuat alat bantu yang murah dan mudah. Kemudian pada tahun 1982 bekerjasama dengan The Symbol Standardization Committee dan Swinburne Ins.Technology yang melibatkan para ahli speech pathologist, graphic designer dan ahli-ahli computer. Tahun 1994 berdiri COMPIC Development Association. COMPIC terdiri dari 1670 pictographs yang dibagi menjadi 13 kategori.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa COMPIC merupakan suatu metode yang menggunakan gambar dengan simbol linier, yaitu simbol-simbol berupa garis sederhana yang mewakili suatu gambar atau foto yang dibuat dengan menggunakan komputer yang digunakan membantu komunikasi anak-anak yang mengalami gangguan kesulitan belajar yang terdiri dari 6 jenis ukuran, terdiri dari 1670 pictographs yang dibagi dalam 13 kategori.
Konsep Dasar Pemikiran COMPIC
COMPIC merupakan strategi visual dalam menjembatani keterbatasan komunikasi anak autis. Anak autis disebutkan sebagai visual learner, anak autis belajar lebih cepat melalui gambar atau simbol. COMPIC sebagai suatu metode yang menggunakan gambar-gambar dari computer akan membantu anak autis dalam komunikasi terhadap orang di sekitarnya.
Zafar (1998, h.72) menjelaskan bahwa tujuan utama COMPIC adalah untuk menjembatani komunikasi pada anak autis sehingga anak dapat berkomunikasi secara verbal. COMPIC merupakan metode dengan menggunakan alat bantu visual sehingga pemahaman terhadap bahasa yang disampaikan secara verbal dapat lebih jelas diterima anak autis. Lebih lanjut Zafar (1998, h.73) menjelaskan bahwa kemudahan dari COMPIC adalah dibuat secara jelas dan sederhana, dirancang mengikuti standar umum, tidak membedakan jenis kelamin, satu gambar dapat dipakai untuk beberapa fungsi dapat dipakai oleh semua usia.
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa konsep dasar COMPIC adalah sebagai alat bantu komunikasi atau strategi visual yang menggunakan simbol linier (komputer) di buat secara sederhana dan jelas yang bertujuan membantu kesulitan komunikasi pada anak autis non verbal.
Zafar (1998,h.72) terdapat beberapa tahapan dalam memperkenalkan COMPIC sebagai suatu metode komunikasi yaitu :
1. Anak dapat mengenali suatu benda
2. Anak dapat mencocokkan benda dengan benda
3. Anak dapat mencocokkan benda dengan foto
4. Anak dapat mencocokkan benda dengan gambar
5. Anak dapat mencocokkan benda dengan COMPIC
6. Anak dapat melakukan asosiasi dengan COMPIC
7. Anak dapat melakukan pertukaran dengan COMPIC
8. Anak dapat membuat kalimat dengan COMPIC
Pengaruh COMPIC terhadap Kemampuan Komunikasi Anak Autis Non Verbal
Bicara dan bahasa merupakan sarana yang penting pada manusia untuk berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya. Anak sebagai makhluk sosial sudah dapat melakukan komunikasi sejak lahir. Namun tidak demikian pada anak autis. Anak autis mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Kemampuan melakukan komunikasi yang efektif, bukan hanya sekedar bicara bagi anak autis sangat penting. Tanpa kemampuan tersebut, anak mudah frustasi sehingga menunjukkan perilaku negatif karena kebutuhan-kebutuhannya tidak dapat dipenuhi oleh lingkungan.
Hal ini sependapat dengan Stokes (2007, h.3) menyatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa anak autis menggunakan bahasa sebagai komunikasi secara terbatas atau memiliki keterbatasan dalam menyampaikan maksud atau tujuan. Anak autis berkomunikasi dengan menggunakan cara melalui motorik, gestural, suara, tanda dan menggunakan objek, foto, pictorial dan tulisan (Stokes, 2007, h. 2).
Pada anak autis non verbal perlu dilakukan intervensi dini sebagai usaha sedini mungkin untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan seperti ketrampilan berkomunikasi yang berpengaruh terhadap kemampuan anak dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Anak autis memiliki ciri khas dalam belajar yaitu mudah memahami dan mengingat berbagai hal yang di raba (visual learner atau visual thinking), mudah memahami berbagai hal yang ia alami (hands on learner) oleh karena itu penggunaan alat bantu dengan memakai strategi visual (alat bantu visual) dapat digunakan dalam mengajarkan ketrampilan komunikasi. Hal ini sependapat dengan Gemah (2004, h. 7) mengatakan bahwa banyak anak autisme memperoleh hasil lebih baik bila belajar dengan menggunakan visual (penglihatan). Belajar secara visual memudahkan anak autisme untuk dapat berkonsentrasi dan memahami sesuatu, misalnya dengan melihat benda konkrit, foto berwarna ,gambar atau simbol.
Anak autis disebutkan sebagai visual learner, anak autis belajar lebih cepat melalui gambar atau simbol. Salah satu strategi visual yang dapat digunakan dalam menjembatani keterbatasan komunikasi anak autis adalah COMPIC. COMPIC merupakan suatu metode yang digunakan dalam membantu komunikasi anak autis non verbal. COMPIC menekankan pada pemahaman dan kemampuan berkomunikasi anak autis melalui gambar. COMPIC terdiri dari gambar yang sederhana, dirancang mengikuti standar umum, tidak membedakan jenis kelamin, satu gambar dapat dipakai untuk beberapa fungsi dan mudah dimengerti. COMPIC merupakan suatu metode yang menggunakan gambar dengan simbol linier, yaitu simbol-simbol berupa garis sederhana yang mewakili suatu gambar/foto yang dibuat dengan menggunakan komputer yang digunakan membantu komunikasi.
Sependapat dengan hal di atas, Suusman (1999, h.200) menyebutkan bahwa anak autis belajar dengan cara berbeda. Proses belajar dan Gaya belajar anak autis adalah visual learner bahwa anak autis lebih mudah dalam menangkap informasi melalui gambar, TV, video, dan simbol. Melalui visual mereka dapat memahami dengan mudah dan mengingat dalam memori. Gambar dapat berfungsi sebagai bahasa pada anak autis non verbal, dalam hal ini COMPIC dapat membantu karena disebutkan anak autis adalah visual learner, sehingga dengan demikian akan mudah dimengerti bila sesuatu diajarkan melalui gambar. Senada dengan hal tersebut Hodgdon (Mayanti dkk, 2003, h. 199) mengatakan bahwa sebagian besar anak autis memiliki visual memory lebih baik dibandingkan auditory memory. COMPIC sebagai alat bantu visual membantu anak autis dalam melakukan komunikasi dengan lebih efektif.
Pengunaan gambar atau simbol sangat membantu sebagai jembatan komunikasi bagi anak autis non verbal. Anak autis non verbal mempunyai keterbatasan dalam berkomunikasi secara verbal. Penggunaan COMPIC sebagai metode atau strategi visual diharapkan dapat membantu komunikasi anak autis non verbal sehingga mereka bisa melakukan komunikasi bahkan bisa membantu mereka untuk berbicara atau menggunakan suara.
Penelitian yang dilakukan oleh Heiman dkk (1995, h.477) bahwa anak autis menunjukkan peningkatan kesadaran fonologis dan kemampuan berbahasa melalui penggunaan gambar dengan program komputer.
Penelitian Foreman dan Crews(1998, h.21) pada anak down syndrome dengan menggunakan sistem gambar terkomputerisasi, COMPIC menunjukkan adanya peningkatan pada area bahasa dan komunikasi. Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh terhadap ketrampilan komunikasi anak down syndrome dengan menggunakan metode COMPIC.
Penggunaan COMPIC sebagai salah satu intervensi pada anak dengan gangguan multiple disabilities menunjukkan adanya peningkatan perkembangan ketrampilan komunikasi yang terintegrasi. Seperti peningkatan produksi komunikasi spontan dan peningkatan vokalisasi, kata-kata, penggunaan isyarat dan tanda-tanda komunikasi. Anak juga menunjukkan keinginan berkomunikasi yang meningkat (May dan Chan, 1999, h. 35).
COMPIC digunakan untuk mengajarkan kemampuan atau ketrampilan komunikasi. COMPIC merupakan gambar dengan simbol linier, yaitu simbol-simbol berupa garis sederhana yang mewakili suatu gambar atau foto yang dibuat dengan menggunakan komputer. Zafar (1998, h.72) menjelaskan COMPIC dapat digunakan untuk menjembatani komunikasi pada anak autis sehingga anak dapat berkomunikasi secara verbal.
Penggunaan COMPIC dalam intervensi pada penelitian ini diharapkan memberikan pengaruh terhadap kemampuan komunikasi anak autis non verbal. Dengan demikian COMPIC sebagai strategi visual yang dapat berfungsi sebagai alat bantu visual bisa dijadikan pertimbangan dalam membantu komunikasi anak autis non verbal.
Menciptakan citra atau publikasi yang positif merupakan prestasi, reputasi, dan sekaligus menjadi tujua utama bagi aktifitas public relations dalam melaksanakan manajemne kehumasan membangun citra baik lembaga/organisasi dan produk yang diwakilinya.(2002:28-29)
Pada faktanya fungsi dan peranan humas eksternal tidak dapat dipisahkan untuk menjalankan fungsinya dengan baik maka seorang humas eksternal harus memahami terlebih dahulu tentang peranannya pada perusahaan tersebut. Apabila seorang humas eksternal telah mampu memahami peranan yang ia jalankan maka dengan sendirinya Humas Eksternal akan mapu memahami fungsinya dengan baik.