Aktivitas Dewan Kerajinan Nasinal (Dekranas) Dalam Promosi Budaya
Berbicara masalah kebudayaan, pada saat sekarang ini bukanlah hal yang baru lagi. Seperti di ketahui, bangsa Indonesia yang terdiri dari 33 propinsi memiliki beragam kebudayaan pada setiap daerahnya. Namun, tidak ada kebudayaan yang bersifat statis. Pembangunan suatu bangsa yang mengabaikan kebudayaan akan melemahkan sendi-sendi kehidupan bangsa itu. Dari kutipan pidato mantan wakil presiden Try Sutrisno pada Pembukaan Pesta Kesenian Bali 1993 bahwa “pembangunan yang tidak berakar pada nilai fundamental budaya bangsanya, akan berakibat pada hilangnya kepribadian dan jati diri bangsa yang bersangkutan. Bangsa yang demikian pada gilirannya akan runtuh, baik disebabkan kuatnya tekanan pengaruh dari luar, maupun oleh perorangan dari dalam tubuhnya sendiri”.
Hal inilah yang sedang terjadi pada kita semua, dimana setiap individu dan setiap generasi melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan semua desain kehidupan sesuai dengan kepribadian mereka dan sesuai dengan tuntutan zamannya. Terkadang diperlukan banyak penyesuaian, dan banyak tradisi masa lampau ditinggalkan, karena tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Generasi baru tidak hanya mewarisi suatu edisi kebudayaan baru, melainkan suatu versi kebudayaan yang telah direvisi (Maran, 2000: 50).
Penyesuaian yang dilakukan pada desain kehidupan akan menyebabkan perubahan terhadap kebudayaan. Menurut Maran (2000: 50), perubahan yang terjadi pada kebudayaan disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, perubahan yang disebabkan oleh perubahan dalam lingkungan alam, misalnya perubahan iklim, kekurangan bahan makanan atau bahan bakar, atau berkurangnya jumlah penduduk. Semua ini memaksa orang untuk beradaptasi. Mereka tidak dapat mempertahankan cara hidup lama, tetapi harus menyesuaikan diri dengan situasi dan tantangan baru.
Kedua, perubahan yang disebabkan oleh adanya kontak dengan suatu kelompok masyarakat yang memiliki norma-norma, nilai-nilai, dan teknologi yang berbeda. Kontak budaya bisa terjadi secara damai, bisa juga tidak, bisa dengan sukarela, bisa juga dengan terpaksa, bisa bersifat timbal balik (hubungan perdagangan atau program pertukaran pelajar dan mahasiswa), bisa juga secara sepihak (invasi militer).
Ketiga, perubahan yang terjadi karena discovery (penemuan) dan invention (penciptaan bentuk baru). Discovery adalah suatu bentuk penemuan baru yang berupa persepsi mengenai hakikat suatu gejala atau hakikat hubungan antara dua gejala atau lebih. Discovery biasanya membuka pengetahuan baru tentang sesuatu yang pada dasarnya sudah ada. Misalnya, penemuan bahwa bukan matahari yang berputar mengelilingi bumi, melainkan bumilah yang mengelilingi matahari, membawa perubahan besar dalam pemahaman manusia tentang alam semesta. Sedangkan Invention adalah penciptaan bentuk baru dengan mengkombinasikan kembali pengetahuan dan materi-materi yang ada. Misalnya, penciptaan mesin uap, pesawat terbang, satelit, dan sebagainya.
Keempat, perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau suatu bangsa mengadopsi beberapa elemen kebudayaan material yang telah dikembangkan oleh bangsa lain di tempat lain. Pengadopsian elemen-elemen kebudayaan yang bersangkutan dimungkinkan oleh apa yang disebut difusi, yakni proses persebaran unsur-unsur kebudayaan dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lainnya. Melalui difusi, misalnya, teknologi komputer yang dikembangkan oleh bangsa barat diadopsi oleh berbagai bangsa di dunia. Gejala ini menunjukkan adanya interdependensi erat antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain. Pengadopsian semacam ini membawa serta perubahan-perubahan sosial secara mendasar, karena elemen kebudayaan material semacam komputer, mobil, traktor, televisi, dan sebagainya itu bisa mengubah seluruh sistem organisasi sosial.
Kelima, perubahan yang terjadi karena suatu bangsa memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau karena perubahan dalam pandangan hidup dan konsepsinya tentang realitas. Perubahan ini biasanya berkaitan dengan munculnya pemikiran atau konsep baru dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan, dan agama.
Dari faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan inilah, kebudayaan yang seharusnya menjadi bagian dari kehidupan sebelumnya, akan bergeser dengan sendirinya. Berbagai kebudayaan yang telah dimiliki oleh suatu suku bangsa, tidak jarang telah menghilang dari suku bangsa tersebut sehingga menimbulkan budaya-budaya yang baru. Kita sebagai bagian dari suku bangsa yakni bangsa Indonesia haruslah terus menjaga kelestarian budaya daerah. Dalam mengembangkan kelestarian budaya daerah dapat dilakukan melalui pembangunan kebudayaan dan kesenian daerah. Salah satu tujuan pembangunan kebudayaan dan kesenian di suatu daerah adalah untuk mewujudkan jati diri dan identitas masyarakat, melalui pembinaan budaya lokal dan kesenian tradisional sehingga diharapkan mewujudkan kehidupan sosial budaya yang berkepribadian, dinamis, kreatif, dan berdaya tahan terhadap pengaruh negatif globalisasi.
Dari setiap suku bangsa di Indonesia, kaya dengan warisan budaya yang dimiliki dan membudaya secara turun-temurun dari generasi kegenerasi dari suku bangsa itu sendiri. Warisan-warisan budaya tersebut dapat berbentuk peninggalan sejarah, kesenian dan upacara-upacara yang sifatnya tradisional yang turun-temurun dari suatu kelompok masyarakat sehingga saat ini masih berkembang pada kelompok suku bangsa di Indonesia. Diantara warisan-warisan budaya yang kita miliki salah satu diantaranya adalah kerajinan tradisional.
Kerajinan tradisional merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang dibina, dilestarikan dan dikembangkan. Mangkeso (1995: 1) mengemukakan bahwa kerajinan tradisional cukup potensial untuk dijadikan sumber lapangan pekerjaan karena merupakan proses pembuatan berbagai macam barang dengan mengandalkan tangan dan peralatan sederhana dalam lingkungan kelompok masyarakat itu sendiri.
Daerah Sulawesi Tenggara yang terdiri dari beberapa suku bangsa, peranan kerajinan tradisional sangat potensial dalam menunjang pembangunan daerah. Adapun kerajinan tradisional yang hingga saat ini masih berkembang antara lain tenun adat, anyaman, perhiasan perak, kerajinan gembol, keramik dan produk kerajinan lainnya. Berbagai hasil kerajinan ini menggunakan bahan baku dari tumbuh-tumbuhan, tanah, logam dan serat.
Namun dengan masuk dan berkembangnya budaya-budaya luar, sangat berpengaruh pada keberadaan kerajinan tradisional yang telah ada. Adanya produk-produk luar yang ditawarkan cukup mempengaruhi masyarakat untuk membeli produk-produk luar tersebut. Dengan demikian, kerajianan tradisional yang telah dihasilkan menjadi terabaikan.
Sistem fashion yang dijelaskan Setiadi (2003: 340) menekankan pada perkembangan fashion yang berlangsung secara terus menerus pada masyarakat bisa menghasilkan budaya kelas tinggi. Inilah yang sedang terjadi pada masyarakat yang tanpa disadari telah melakukan pergeseran kebudayaannya. Walaupun telah lama terdapat hasil-hasil budaya daerah yang dimiliki ataupun dihasilkan tetapi masyarakat lebih memilih budaya-budaya yang telah di adaptasi dari luar.
Salah satu tempat yang merupakan wadah untuk memproduksi maupun medistribusikan hasil-hasil kerajinan tradisional daerah Sulawesi Tenggara yaitu Dewan Kerajinan Nasional (DEKRANAS) Sulawesi Tenggara. DEKRANAS Sultra memiliki peran yang cukup besar dalam memberikan informasi tentang adanya kerajinan tradisional yang telah dihasilkan serta kualitas produk- produk kerajinan tersebut yang tidak kalah dengan produk-produk luar. Dewan Kerajinan Nasional merupakan kawasan atau pusat industri kerajinan rakyat atau industri kecil untuk dapat dikembangkan serta melestarikan dan mempromosikan hasil-hasil kerajinan yang ada di Sulawei Tenggara. Dewan Kerajinan Nasional juga membantu pengrajin dalam memasarkan hasil-hasil produksi mereka.
Namun dengan berkembangnya kehidupan masyarakat saat ini menjadikan kurangnya minat serta pengetahuan masyarakat tentang budaya lokal Sulawesi Tenggara dalam hal ini tentang hasil-hasil kerajinan tradisional yang telah diproduksi.