Inovasi besar di bidang teknologi informasi dan komunikasi
Inovasi besar di bidang teknologi informasi dan komunikasi dalam empat dekade terakhir ini adalah ditemukannya telepon seluler atau handphone (HP). Telepon seluler telah berkembang secara fenomenal, baik dari model/merk maupun dari jumlah pengguna. Goswami dalam tulisannya “Sustainability Proyek Harus Dipikirkan”, mencontohkan jumlah produksi telepon seluler mencapai 6,6 juta; dan investasi di bidang infrastruktur telepon seluler sangat agresif dilakukan oleh berbagai operator. Pada tahun 2006 nilai investasi infrastruktur telepon seluler yang dilakukan operator lebih dari US$ 2,5 miliar. Di sini, para operator melakukan ekspansi jaringan. Salah satu contoh gambaran lengkapnya sebagai berikut: sejak tahun 2005, Telkomsel menambah BTS-nya dari 7.741 menjadi 12.156 sehingga terdapat pertumbuhan sebesar 57%
Bidang komunikasi sekarang ini sedang mengalami perubahan besar. Karena media teknologi baru yang memberi banyak kemudahan bagi pengguna, konsep dasar komunikasi massa mengalami perubahan. Teori komunikasi massa butuh penyesuaian dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan itu. Teori-teori yang sudah ada mungkin masih bisa dipakai, tetapi yang lain mungkin memerlukan modifikasi untuk menyesuaikan dengan lingkungan baru ini (Severin dan Tankard, 2005)
Terkait dengan pola penggunaan telepon seluler, teori Uses and Gratification dianggap tepat sebagai acuan untuk memahaminya. Teori ini mengusulkan bahwa khalayak (pengguna) memainkan peran dalam pemilihan dan penggunaan media. Khalayak berperan aktif dalam mengambil bagian dalam proses komunikasi dan diorientasikan pada tujuan penggunaan media. Menurut pencetus teori ini, Blumler dan Katz (1974) mengutarakan bahwa seorang pengguna media mencari sumber media yang terbaik guna memenuhi kebutuhan mereka. Uses and Gratifications mengangkat bahwa pengguna memiliki pilihan-pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhan mereka. Teori ini berpandangan bahwa manusia menggunakan media karena dianggap memiliki manfaat baginya. Manusia sebagai individu aktif dan memiliki tujuan, mereka bertanggung-jawab dalam pemilihan media yang akan mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan dan individu ini tahu kebutuhan mereka dan bagaimana memenuhinya. Media dianggap hanya menjadi salah satu cara pemenuhan kebutuhan dan individu bisa jadi menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Perilaku ini biasanya dipengaruhi oleh predisposisi sosial dan psikologinya. Tentang hal ini Katzdan Blumer mengatakan sebagai berikut :
The social and psychological origins of, Needs which generate,Expectation,The mass media or other sources which lead to,Diffferential pattern of media exposure (or engagement in other activities)resulting in,Need perhaps mostly unitended ones.(Pendekatan Uses and Gratification berhubungan dengan kebutuhan sosial dan psikologis yang membentuk harapan pada media massa atau sumber lain yang mengakibatkan pola terpaan media yang berlainan yang menghasilkan kepuasan dan konsekuensi – konsekuensi lain yang tidak diinginkan) (Katz, Blumer, Gurevitch, 1994).
Sejak dicetuskan pertama kali pendekatan ini terus mengalami penyempurnaan oleh para ahli komunikasi melalui berbagai jenis penelitian. Walaupun mereka menggunakan sudut pandang metodologi yang berbeda-beda, namun secara global dapat dikatakan bahwa pendekatan Uses and Gratification memiliki asumsi bahwa audien dipandang aktif, memiliki kebutuhan kebutuhan tertentu, tersedianya berbagai alternatif komunikasi, dan secara sadar audien memilih saluran komunikasi dan pesan–pesan paling memenuhi kebutuhanya (Elihu Katz, dkk,1999). Namun demikian pemikiran tersebut jelas bahwa pendekatan Uses and Gratification merupakan kritik dari sudut pandang teori-teori yang terdahulu. Pada pendekatan ini audien tidak lagi dipandang sebagai pasif, melainkan memiliki harapan-harapan dan kebutuhan–kebutuhan. Juga dalam penggunaan media, audien memiliki motivasi–motivasi tertentu yaitu mencari pemuasaan atas dasar kebutuhannya terhadap media massa tersebut. Katz dan Blumer selanjutnya mengemukakan ada beberapa faktor sosial yang menyebabkan timbulnya kebutuhan seseorang yang berhubungan dengan media, yaitu :
Social situation produces tensions and conflict, leading to resure for their easement via mass media consumption (Situasi sosial menimbulkan ketegangan dan pertentangan. Orang berusaha melepaskan dirinya dari hal itu dengan mengkonsumsi media massa ).
Social Situation creates an awareness of problem that demand attention, information about which may be sought in the media. (Situasi sosial menciptakan kesadaran akan adanya masalah-masalah yang membutuhkan perhatian dan informasi. Informasi itu dapat dicari lewat media ).
Social situation gives to rise certain values, the affirmation and reinforcement of which is facilitated by the consumption media material ( Situasi sosial memberikan dukungan dan penguatan pada nilai – nilai tertentu melalui konsumsi media yang selaras ) (Katz, Blumer, Gurevitch, 1974) .
Perkembangan lebih lanjut penggunaan teori Uses and Gratifications banyak diterapkan pada penelitian penggunaan media baru seperti internet ( computer mediated communication) bahkan pada telepon seluler. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Louis Leung dan Ran Wei (2000) mempelajari Kegunaan dan Kepuasan pada telepon seluler. Leung dan Wei tertarik tentang mengapa orang menggunakan telepon seluler dan apakah alasan mereka yang berbeda dari mengapa mereka menggunakan telepon kabel dan jaringan. Selanjutnya, Leung dan Wei mengamati, serupa dengan pemyataan Gilder, bahwa "telepon seluler baru menggambarkan suatu konvergensi teknologi hibrid ketika ia mengaburkan batasan antara industri telekomunikasi dan penyiaran. Simpulan studi yang dilakukan Leung dan Weimengindikasikan bahwa teori Kegunaan dan Kepuasan, khususnya ketika dikombinasikan dengan teori lainnva, Difusi Inovasi (Difusion of Innovations), dapat menjelaskan penggunaan telepon seluler. Kemampuan Leung dan Wei untuk menerapkan teori Kegunaan dan Kepuasan pada teknologi baru dijelaskan oleh pengamatan Shanahan dan Morgan(1999) bahwa terdapat "konsistensi lingkungan dari isi pesan yang kita konsumsi dan pada sifat dasar dari lingkungan simbolik di mana kita hidup" meski jika terjadi perubahan distribusi teknologi. Siranahan dan Morgan menambahkan bahwa teknologi baru selalu dikembangkan dengan mengadopsi isi pesan dari teknologi dominan sebelumnya.(West dan Turner, 2008)
Dari studi Louis Leung dan Ran Wei (2000) yang menggunakan teori ini juga menyatakan bahwa mobilitas, kekinian, dan intrumentalitas yang terdapat pada telepon seluler merupakan intrumen motivasi yang kuat yang diikuti dengan rasa ikatan kekeluargan atau sosial. Manfaat kepuasan langsung juga dapat dirasakan oleh penggunanya, dimana dan kapan saja (Leung dan Wei, 2000).
Mengenai fungsi media massa terhadap pemenuhan kebutuhan audien tersebut, HaroldD Laswellpernah mengajukan 3 fungsi media yaitu yaitu pengawasan (Surveyllance), korelasi (Correlation), dan transmisi budaya atau sosialisasi (Cultur Transmission and Socialisation). Tiga fungsi ini kemudian ditambah oleh Charles Wright yaitu fungsi hiburan (Entertaiment). Di sini media dianggap memberikan hiburan, kesempatan melarikan diri dari kesibukan sehari-hari, informasi dan lain sebagainya. Menurut Stephensonmedia massa hanya memenuhi satu jenis kebutuhan saja, yaitu memuaskan hasrat bermain atau melarikan diri dari kenyataan. Sedangkan menurut WilburScramm, media massa memenuhi kebutuhan akan hiburan dan informasi . Ahli komunikasi lainnya menyebutkan dua fungsi; media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi – menurut Weiss; atau hiburan dan informasi – menurut Wilbur Schramm. Yang lain lagi menyebutkan tiga fungsi media massa dalam memenuhi kebutuhan, surveillance (pengawasan lingkungan), correlation (hubungan sosial), dan hiburan dan transmisi kultural – seperti yang dirumuskan oleh Harold dan Charles Wright. Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan dan kebutuhan mencapai tingkat emosional tertentu (Rahmat, 2000 ).
Kebutuhan kognitif menekankan pada kebutuhan akan informasi dan pencapaian tingkat ideasional tertentu, sedangkan kebutuhan afektifditandai oleh kondisi perasaan atau dinamika yang menggerakan manusia mencapai tingkat perasaan tertentu. Sejumlah ahli media akhirnya mulai beralih dari sekedar mengumpulkan jenis jenis kebutuhan audien kepada suatu model penelitian baru karena dari hasil–hasil studi mereka menunjukkan jenis–jenis kebutuhan yang sama. Dengan demikian kecenderungan penelitian tentang Uses and Gratification mulai bergeser dan bertambah maju. Perkembangan ini diawali oleh penelitian Palmgreen dan Rayburnpada tahun 1979, yang membedakan antara Gratification Sought (GS) dan Gratification Obtained (GO), yaitu apa yang diharapkan audien dari media massa dengan apa yang diperolehnya dari media tersebut. Dalam teori Uses and Gratification yang dikembangkan oleh Palmgreen dan Rayburn, kebutuhan atau motif yang menuntun seorang individu untuk menggunakan suatu media dipandang sebagai Gratification Sought atau kepuasan yang dicari atau diharapkan (Dimmick, 1984).
Tetapi seperti yang di jelaskan Blumer (1994), fungsi–fungsi ini belum cukup untuk menggambarkan seluruh fungsi yang ada. Para peneliti media massa kemudian mencoba mengumpulkan seluas dan sebanyak mungkin daftar–daftar kebutuhan sosial dan psikologis yang dianggap audien sebagai terpenuhi dengan memanfaatkan media massa. Dan setelah mengamati hasil–hasil yang diperoleh dilapangan, ternyata terdapat jenis–jenis kebutuhan yang setiap kali muncul walaupun sampelnya berbeda-beda. Jenis-jenis kebutuhan ini kemudian oleh para ahli dikelompokan menjadi beberapa kelompok. Secara umum kebutuhan yang sering disebut dan digunakan oleh para peneliti media adalah, “ Surveyllance” (pengawasan), “Relaxation” (relaksasi), “Diversion” (pelepasan), “ Knowledge” (pengetahuan), “Entertaiment” (hiburan), dan “Interpersonal Utility” (kegunaan pribadi) (Palmgreen, 1981, dan Dimmick, 1984) .
Kemudian riset lebih lanjut yang dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan, mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media – persons interactionssebagai berikut :
Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi; Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial; Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai; Surveillance(bentuk-bentuk pencarian informasi).
Dari berbagai jenis kebutuhan tersebut, William J McGuire (dalam Muchati 1972) kemudian mengelompokan jenis-jenis kebutuhan tersebut menjadi 2 dimensi, yaitu kebutuhan yang bersifat afektif (yang berkaitan dengan perasaan) dan kebutuhan kognitif (yang berkaitan dengan pengetahuan). Mengenai kebutuhan kognitif dan afektif Nurudin menjelaskan, kebutuhan kognitif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran dan dorongan untuk penyelidikan kita. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang berkaitan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan, dan emosional. (Nurudin, 2007)
Kemudian dari teori Utilitarian memandang individu sebagai orang yang memperlakukan setiap situasi sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang berguna atau keterampilan baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup. Dalam konsep ini hidup dipandang suatu medan yang penuh tantangan , tetapi yang juga dapat diatasi dengan media massa. Komunikasi massa dapat memberikan informasi, pengetahuan dan keterampilan. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan oleh media massa. Pada saat yang sama, kebutuhan ini dapat dipuaskan oleh sumber-sumber lain selain media massa. Kita ingin mencari kesenangan, media massa dapat memberikan hiburan. Kita mengalami goncangan batin, media massa memberikan kesempatan untuk melarikan diri dari kenyataan. Kita kesepian, dan media massa berfungsi sebagai sahabat. Tentu saja, hiburan, ketenangan, dan persahabatan dapat juga diperoleh dari sumber-sumber lain seperti kawan, hobi, atau tempat ibadat (Rahmat, 2000).
Elemen “pola terpaan media yang berlainan” pada Teori Uses and Gratifications berkaitan dengan media exposure atau terpaan media, karena mengacu pada kegiatan menggunakan media (Kriyantono, 2006). Selanjutnya terpaan media menurut Rosengreen (1974), dapat dioperasionalkan menjadi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai jenis media, isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media keseluruhan (Rahmat, 2001). Sedangkan menurut Sari (dalam Kriyantono 2006) dapat dioperasionalkan menjadi jenis media yang digunakan, frekuensi penggunaan, maupun durasi penggunaan .
Efek diartikan sebagai semua jenis perubahan yang terjadi didalam diri seseorang setelah menerima sesuatu pesan komunikasi dari suatu sumber. Perubahan yang dimaksud dapat meliputi perubahan pengetahuan, sikap, dan prilaku nyata. (Wiryanto, 2000). Pada teori Uses and Gratifications, manusia yang berperan dalam menentukan efek media. Teori ini digambarkan sebagai “a dramatic break with effects traditions of the past”, suatu loncatan dramatis dari model Jarum Hipodermik.
Menurut Steven M. Chaffe (dalam Rahmat, 2004) efek media massa akan menyebabkan perubahan yang terjadi pada diri khalayak, seperti penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan prilaku (dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif dan behavioral).
Ada 3 macam efek komunikasi massa, antara lain:
- Efek Kognitif: terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi.
- Efek Afektif : timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap atau nilai.
- Efek Behavioral : merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, meliputi pola-pola tindakan, kegiatan dan kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2004).
Berbagai keuntungan relatif yang dirasakan dari telepon seluler yang mengungguli telepon tetap karena mobilitas dan efisiensinya yang lebih besar.AM Townsend (2000) menyatakan, di negara-negara berkembang telepon seluler telah mengurangi kesenjangan berkomunikasi di masyarakat. Penelitian yang dilakukan InternationalTelecommunication Union (2001) menemukan bahwa jumlah penggunaan telepon seluler di 100 negara-negara miskin melampaui telepon tetap dan komputer, karena harga telepon seluler terjangkau. Pemanfaatan telepon seluler berbeda pada setiap kelompok masyarakat. Bagi pelaku bisnis, telepon seluler lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Kalaupun digunakan untuk hal-hal yang sifatnya menghibur, biasanya dilakukan pada waktu senggang.
Menurut data majalah Komputer Aktif (no. 50/26 Maret 2003) berdasarkan survei Siemens Mobile Lifestyle III menyebutkan bahwa 60 persen remaja usia 15-19 tahun dan pasca-remaja lebih senang mengirim dan membaca SMS (ShortMessege Service) daripada membaca buku, majalah atau koran. Dalam hal ini komunikasi melalui telepon seluler seperti pengiriman SMS ternyata berdampak buruk untuk menurunkan minat baca masyarakat. Ini bisa dikatakan pula bahwa budaya baca yang sudah terancam dengan budaya dengar dan lihat diancam lagi oleh budaya mengirim SMS. SMS dalam hal ini lebih berfungsi sebagai hiburan saja. Bahkan menurut data Kompas (4 April 2003) yang melakukan street polling yang dilakukan pada 100 remaja SMU di Jakarta, Bogor, Bandung, dan Semarang menunjukkan bahwa 51 persen mereka mengirim SMS 11-20 kali, 35 persen 2-10 kali dan 14 persen lebih dari 20 kali sehari. Data yang merupakan fenomena ini jelas menjadi salah satu potret dampak komunikasi melalui telepon seluler. Bahkan, sebesar 73 persen mereka mengeluarkan biaya untuk membeli voucher perbulannya sekitar 100-200 ribu, 9 persen antara 201-300 ribu dan 8 persen lebih dari 300 ribu perbulan. Ini artinya bahwa di samping menurunkan minat baca, telepon seluler juga mengarahkan masyarakat untuk hidup konsumtif. Bahkan menurut data dari penelitian “Survei Siemens Mobile Phone” 58 persen orang Indonesia lebih memilih mengirim SMS daripada membaca buku, (Nurudin, 2005). Ini adalah dampak dari segi sosial budaya masyarakat atas penggunaan Hand Phone/ telepon seluler.