Model bisnis baru
Dunia bisnis menjadi ``bingung'' ketika pertama kali mereka menghadapi open soruce, karena sulit bagi mereka untuk memahami bagaimana mereka dapat menghasilkan uang dengan cara ini. GNU/Linux ini bukan saja bisnis seerti biasanya, tetapi lebih merupakan suatu ``kultur'', sama halnya dengan kultur Unix di era awal 1980-an. Developer bekerja agar dihargai dan mendapatkan pengakuan sesamanya, serta mereka memperoleh perasaan bertanggung jawab dan mengendalikan serta perasaan memiliki. Sehingga untuk berbisnis dengan Linux, mempertahankan agar hal tersebut tetap terjamin dapat mencegah terulangnya kesalahan yang dilakukan oleh Unix komersial pada 15 tahun terakhir ini (Hall, 1999).
Para manajer biasanya merasa lebih suka berinteraksi dengan perusahaan yang ``memberikan jaminan tinggi'' sehingga mereka dapat berinteraksi dengan struktur yang telah biasa mereka hadapi. Open Source sendiri menjadi suatu organisasi tanpa bentuk, mereka dapat merubah ukuran tergantung kebutuhan dan secara otomatis. Tanpa adanya dukungan dari suatu organisasi besar. Beberapa perusahaan telah mengadaptasi model bisnis baru dengan makin diterimanya pola Open Source ini seperti Netscape dengan Mozilla Project (Abeerden Inc, 1998). Open Source ini menghasilkan konsep yang baru pula tentang finasial, akuntansi, pemasaran, penjualan, informasi kustomer, dan dukungan (Tiemann, 1999).
Pengembangan software secara open source hakekatnya adalah suatu model ekonomi barter dengan properti ekonomi yang tidak biasa. Pembuat program mendapat bayaran tidak dalam bentuk ``uang'' tetapi dalam bentuk ``perangkat lunak''. Begitu juga dengan semua pihak yang turut serta menemukan bug. Hasil balik ini sangat bermanfaat bagi siapapun yang turut terlibat dalam pengembangannya. Developer asli bukan saja hanya mereka yang memberikan kontribusi pada pembuatan program tetapi mereka yang turut serta memberikan kontribusi dalam dokumentasi, distribusi, dukungan teknis, publikasi turut berpartisipasi dalam ekonomi barter ini (Kaminsky, 1999).
Dengan pola Open Source akan menyebabkan orang menganggap perangkat lunak lebih kepada suatu service profesional daripada suatu hak milik intelektual. Karena tidak ada suatu institusi yang berfungsi sebagai Linux Inc, maka tidak ada satu otoritaspun yang dapat disalahkan bila terjadi permasalahan. Sehingga terjadi kesalaha kaprahan bahwa tidak ada dukungan teknis pada Linux. Mendengarkan kebutuhan dan keinginan end user dan dekat dengan komunitas pengguna adalah hal penting bagi suatu perusahaan.
Beberapa bentuk model bisnis yang dapat dilakukan dengan Open Source (Hecker, 1999):
- Support/seller : pendapatan diperoleh dari penjualan media distribusi, branding, pelatihan, jasa konsultasi, pengembangan custom, dan dukungan setelah penjualan.
- Loss leader : suatu produk Open Source gratis digunakan uuntuk menggantikan perangkat lunak komersial
- Widget Frosting : perusahaan pada dasarnya menjual perangkat keras yang menggunakan program open source untuk menjalankan perangkat keras seperti sebagai driver atau lainnya. Misal pembuatan MP3 player dengan memanfaatkan sistem operasi Linux.
- Accecorizing, perusahaan mendistribusikan buku, perangkat keras, atau barang fisik laiinnya yang berkaitan dengan produk Open Source, misal penerbiatn buku O Reilly.
- Service Enabler, perangkat lunak Open Source dibuat dan didistribusikan unutuk mendukung ke arah penjualan service lainnya yang menghasilkan uang.
- Brand Licensing, Suatu perusahaan mendapatkan penghasilan dengan penggunaan nama dagangnya.
- Sell it, Free it, suatu perusahaan memulai siklus produksinya sebagai suatu produk komersial dan lalu mengubahnya menjadi produk open Source.
- Software Franchising, ini merupakan model kombinasi antara brand licensing dan support/seller.
- Branding dan distribusi
Berbisnis di dunia Open Source dapat dilakukan sama halnya dengan berbisnis pada software proprietary yaitu : dengan cara membuat suatu produk yang baik, memasarkan dengan sedikit imajinasi, memperhatikan kustmoer, dan membangun brand yang berarti kualitas dan pelayanan kustomer (Young, 1999). Salah satu cara mendapatkan uang dengan Open Source adalah menyediakan software terbaru dengan nama merk (brand) yang terpercaya, dan membuat jalur distribusi baru. Biasanya sejalan dengan nama dagang tersebut dijanjikan juga dukungan teknis (technical support), untuk instalasi dan paket dukungan teknis tambahan lainnya. Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Dyson : Siklus teknologi menjadi lebih pendek, nilai kepemilikan teknologi menjadi menurun, nilai kepemilikan dari nama dagang di sekitar teknologi menjadi bertambah (OReilly, 1998).
Penyediaan layanan dan dukungan teknis bukannya penjualan produk merupakan kata kunci dalam model bisnis di dunia Open Source. Pemberian teknologi secara murah sebetulnya untuk menghasilkan kebutuhan pelayanan jasa, dan dukungan teknis. Sebagai contoh Digital Equipment Company memperoleh masukan lebih besar dari dukuntan teknis dan layanan dari pada penjualan komputernya. Salah satu hal yang penting adalah, perusahaan yang bergerak di dalam Open Source juga dituntut untuk memberikan kontribusi balik kepada publik. Model bisnis di ataslah yang dianut oleh perusahaan penyedian distribusi Linux seperti Red Hat, SuSE, Caldera dan sebagainya.
Gambar Beragam distribusi Linux untuk berbagai platform
Penambahan nilai yang bersfiat proprietary terhadap open source
Model bisnis lainnya adalah suatu perusahaan mengembangkan produk yang bersifat proprietary kepada produk open source dan menjual produk mereka kepada komunitas bisnis. Sebagai produk proprietary, produk ini biasanyya tidak dikontribusikan kembali ke publik. Contoh adalah Sendmail Inc. Rencana bisnis Sendmail adalah menyediakan perangkat bantu tambahan untuk ISP dan Enterprise yang merasa email merupakan aplikasi yang bersifat sangat penting. Perangkat bantu ini memudahkan orang mengelola paket Sendmail, dengan GUI dan juga termasuk jasa layanan yang lebih luas dalam kaitannya dengan produk Sendmail, misal pelatihan, dukungan teknis dan konsultasi. Model bisnis campuran ini merupakan kombinasi idealisme Open Source dan kepraktisan bisnis. Akan tetapi Sendmail Inc, tidak akan meninggalkan komunitas Open Source, mereka tetap akan meluncurkan perbaikan untuk versi Open Source mereka.
Pola ini juga dianut oleh penerbit buku yang berkaitan dengan produk Open Source seperti O'Reilly Associates. Perusahaan ini menerbitkan buku pada topik Open Source seperti Perl, Linux, Tcl/Tk, Sendmail, BIND dan lain-lain. Perusahaan ini melakukan kontribusi balik ke komunitas Open Source dengan cara mengontrak pembuat Perl (Larry Wall) sebagai staf tetap dengan tugas, mempertahankan perkembangan program Perl. Juga mendanai pekerjaan Larry Wall untuk dukungan Unicode dan XML pada Perl. Perusahaan lainnya ada Cygnus Solution yang menyediakan dukuntan teknis dan layanan khusus untuk teknologi Open Source. Termasuk melakukan port GNU-tools ke berbagai platform.
Dengan melakukan penambahan nilai yang bersifat proprietary ke Open Source, perusahaan dapat mendapatkan uang dari menjual perangkat bantu (tool), fungsi tambahan, GUI, perangkat keras, layanan teknis, jasa rekayasa khusus, pelaksanaan seminar, dan juga dokumentasi.
Membuat uang di sisi anda
Model ini menjadikan Open Source atau perangkat lunak proprietary bukanlah fokus utama. Fokus utama adalah membantu atau mempermudah pengkasesan teknologi bagi para kustomer yang telah menggunakan Open Source. Sebagai contoh IBM yang memberikan layanan dukungan teknis kepada publik. Contoh lain adalah seperti Corel Netwinder yang menjual perangkat keras beserta Linux dan aplikasi lainnya.
Linux atau Open Source produk bukanlah produk yang berlisensi sama dengan lisensi produk komersial yang biasa. Sehingga bisa saja kita mengembangkan produk tersebut sesuai kebutuhan dan meenjualnya dalam suatu produk tersendiri. Berbeda dg produk teknologi lainnya yang berlandaskan "lisensi". Yang mensyaratkan pembayaran lisensi ketika menggunakannya sebagai bagian dari produk yang dijual. Ketika sesorang menjual Linux mereka tidak perlu "membayar lisensi" ini yang membedakan, penjualan Linux akan menempatkan kepada penyediaan service atau solusi lengkap yang merupakan produk akhir. Sebetulnya customer lebih peduli pada solusi secara total, tidak peduli berapa yang dihabiskan untuk pembelian perangkat lunak, berapa yang dihabiskan untuk dukungan teknis.
Pemenuhan ethnodiversity sebagai pengakuan keragaman kondisi lokal
Diversity (kemajemukan) dapat dipandang sebagai suatu kelebihan tetapi dapat juga dianggap sebagai suatu kerugian. Banyak pihak yang mengorbankan diversity demi konsep ``integrasi semu''. Sebagai contoh yang ditunjukkan oleh Microsoft yang cenderung mengiklankan ``diversity'' sebagai hal yang buruk (Orliaguest, 1999) :
People want more integration..... They want to take a bar chart from Exel and put it in Word. On the server side they want strong queueing and security. This is all done through integration. Linux has a low degree of integration. Linux is basically a big step backward for those two reasons plus others.
Pada kutipan di atas ``diversity'' lebih diinterpretasikan sebagai ``uniformity''. Secara teoritis memang suatu sistem haruslah memiliki ``interface yang konsisten'' tetapi bukan diterjemahkan sebagai ``keseragaman look and feel''. Metaphora yang seragam dan sama terkadang sangat tidak cocok pada kultur yang berbeda. Dalam hal ini kultur diterjemahkan sebagai kelompok ethnik dan juga kelompok masyarakat berpola kerja tertentu.
Sebagai contoh pengguna yang ekspert akan merasa sangat terbatas dengan adanya Graphical User Interface. Mereka akan lebih suka mengekspresikan aksi yang akan dilakukan kedalam ekspresi kata atau perintah, bukan sekedar aksi dialog. Diversity pada user interface sangat dibutuhkan pada saat ini. Bukan hanya satu GUI yang harus digunakan oleh semua orang. Pilihan untuk berpindah antara Command Line Interface (CLI) dan Graphical User Interface (GUI) haruslah tersedia pada sistem. Jadi kebebasan tetaplah harus berada pada user, bukan didikte oleh perusahaan besar.
Keterbatasan produk komersial memenuhi ethnodiversity
Bahasa adalah suatu gerbang ke budaya suatu bangsa, bahkan itu merupakan suatu gerbang ke pola pikir bangsa tersebut. Setiap bahasa memiliki alur pikir yang berbeda. Hal ini sesuai dengan suatu hipotesis yang dikenal dengan hipoteis Sapir-Whorf(hipotesis Whorfian). Yang mengatakan bahwa bagaimana cara seseorang memandang dunia bergantung pada bahasa yang tersedia pada dirinya. Sehingga kemampuan suatu perangkat lunak menyediakan dalam berbagai bahasa menjadi penting untuk dipertimbangkan dalam mempertimbangkan cultur fit dari perangkat lunak tersebut.
Kepedulian orang terhadap ethnodiversity pada perangkat lunak ini timbul ketika perusahaan besar Microsoft yang mengabaikan keinginan masyarakat Islandia [Tersedia di untuk menyediakan Windows berbahasa Islandia. Keberatan Microsoft hanya karena terlalu sedikitnya pangsa pasar tersebut. Kejadian ini menunjukkan suatu contoh ketakberdayaan user dterhadap keinginan vendor. (Vermeer, 1999). Walaupun Mendikbud Islandia telah berusaha mendekati Microsoft akan tetapi tetap tidak berhasil. Pihak masyarakat Islandia bersedia membayar tenaga programmer untuk melakukan hal tersebut, tetapi hal ini tidak dimungkinkan untuk dilakukan karena sifat yang Closed Source.
Untungya Linux dan KDE sekarang telah menyediakan dukungan terhadap bahasa Islandia. Ini merupakan suatu contoh nyata tentang kemampuan sistem operasi Linux memenuhi kemajemukan budaya (ethnodiversity). Di sini tampak bahwa untuk membandingkan suatu perangkat lunak perlu juga kita perhatikan kemampuannya untuk mendukung berbagai jenis bahasa, dan alfabet. Arti kemajemukan dan kebebasan benar-benar ada di Linux.
Masyarakat terdiri dari budaya yang berbeda, sehingga sudah sewajaranya harus adanya kebebasan untuk memilih. Kemajemukan adalah sesuatu yang baik bukan sesuatu yang buruk seperti dikatakan oleh Microsoft pada kutipan di atas. Jadi memang tidak akan ada satupun GUI atau desktop yang bisa memenuhi selera pengguna di seluruh dunia, Pada Linux pengguna dapat memilih apa yang cocok bagi dia. Kemajemukan hanya dapat diperoleh dengan adanya suatu standard yang terbuka dan dapat berfungsi.
Usaha Open Source untuk memenuhi ethnodiversity
Dengan metoda pengembangan Open Source, maka publik dapat dengan mudah turut berpartisipasi, dan bahkan melakukan perubahan terhadap sistem untuk menyesuaikan dengan kondisi lokal. Sebagai contoh adalah bahasa pengantar, karakter yang digunakan dan sebagainya. Bila kita bandingkan dengan produk sistem operasi lainnya, misal Windows yang memiliki pengguna terbesar di dunia, dukungan terhadap bahasa lokal relatif ditemui lebih banyak di Linux (versi Thailand, Jepang, Israel, Portugis, Spanyol, Jerman, Perancis, INDONESIA, China, Rusia, Hongaria dan sebagainya). Ini menunjukkan dengan pola Open Source akan lebih mudah memenuhi kebutuhan lokal. Tanpa perlu menunggu permisi atau izin dari suatu perusahaan pusat yang mungkin memiliki kepentingan yang berbeda dengan kebutuhan lokal tersebut.
Dengan Linux dimungkinkan terciptanya"ethnodiversity". Pengakuan kekuatan lokal dengan pola pengembangan ala Linux inilah bisa lebh diwujudkan, karena tidak dibatasi oleh perusahan manapun. Jadi dengan konsep Open Source pengguna bisa dan memiliki hak untuk menyesuaikan sistem sesuai dengan kebutuhan. Pengguna tidak menerima sistem dalam bentuk ``black box" yang tidak bisa dikutak-katik. Sudah barang tentu hak ini datang bersama dengan kuajiban yang menyerahkan tanggung jawab pengelolaan terhadap perubahan di tangan pengguna sendiri.
Beberapa proyek yang mendorong proses pemenuhan kebutuhan lokal banyak dilakukan oleh tenaga lokal dikenal dengan istilah proyek ``internationalization'' dan juga ``localization''. Beberapa orang telah memulai usaha untuk bahasa Indonesia, beberapa hasil yang mencapai tahap final adalah distribusi Linux SuSE, Linux RedHat, dan juga halaman dokumentasi Linux berbahasa Indonesia. Proyek untuk membuat sistem Window berbahasa Indonesia juga sedang berjalan yaitu dengan cara melakukan penterjemahan KDE, dan GNOME.
Open Source tidak saja memiliki implikasi teknologi tetapi juga ekonomi, politik dan budaya (Berckman, 1999). Salah satu akibat yang jelas adalah Open Source secara total melakukan ``empowerment'' (pemberdayaan) user, dan membantu membangun budaya demokratis, memperbaiki pendidikan, mengkatalis pola ekonomis dengan konsumen yang lebih responsif, serta menjadikan pelaksanaan sistem yang lebih terbuka. Pola pengembangan open source memberikan inspirasi bagaimana suatu komunitas memerintah diri mereka sendiri, dan mendorong perbaikan kualitas SDM, serta mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi dan melindungi kepentingan warga negaranya. Bisa dikatakan pada saat ini konsumen tak berdaya untuk mempengaruhi ditail disain dari berbagai produk yang digunakannya.
Open Source ini memungkinkan pengguna memiliki kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan komputasi yang digunakannya. Bukan saja untuk mengkustomisasi aplikasinya, tetapi juga untuk merubah fungsi dasar dari aplikasi tersebut. Jadi produk open source tidak saja sebagai suatu produk tetapi lebih sebagai suatu ``pengetahuan baru dan infrasktruktur pembangun komunitas (Backman 1999). Aristektur masyarakat global dapat dikatakan memiliki dukungan dari perangkat lunak, komputer dan telekomunikasi. Teknologi ini mengubah kerangka, dan pola kendali dari sistem ekonomi, organisasi demokrasi, dan juga kehidupan masyakarat banyak . Juga perlu disadari bahwa disain suatu perangkat lunak secara strategis dapat digunakan untuk membentuk dan mengendalikan pasar dan bahkan mengendalikan kultur suatu bangsa.
Berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Sproull dan Kiesler (1991), yang menyatakan komputer relatif memberikan informasi yang kurang memiliki emosi sosial dan sangat sedikit memberikan interaksi sosial pada para penggunanya, ternyata masyarakat virtual yang terbentuk melalui jaringan Internet ini terlibat secara sukarela, dan seringkali mengalami transformasi keterikatan yang informal ini menjadi suatu intensi sub-kultur yang tersendiri (Baym 1995). Masyarakat virtual ini ternyata memiliki interaksi sosial dan ikatan emosi yang cukup tinggi.
Pada dasarnya perubahan pengembangan dari Kathedral ke Bazaar ini seperti gambaran terjadinya perubahan pola pandang pada sistem politik, dari pola ``closed world'' menjadi ke ``open world'' (Edwards, 1995). Pola pengembangan komputer yang merupakan cerminan dari pola sistem politik ini ditambarkan dengan jelas pada operasi Iglo White di perang Vietnam yang serba tersentralisasi. Sistem komputer dan perkembangannya kini berubah menjadi terdistribusi yang saling dihubungkan dengan jaringan dan bersifat open serta berpusat pada pengguna. Sama seperti halnya terjadi perubahan dari pola tersentralisasi ke desentralisasi pada jaringan ini menyebabkan perubahan dari pola otokrasi ke demokrasi (Turkle, 1996).
Seperti yang diargumentasikan oleh Michael Foucault, bahwa pada masyakat modern ini kekuatan bukan diatur oleh keberadaan seseorang atau penggunaan kekuatan oleh kelompok elit tetapi oleh cara bagaimana tiap individu belajar melakukan swa pengawasan alias disiplin sendiri. Masyarakat modern haruslah mampu mengatur masyarakat dalam jumlah besar. Kekuatan tak akan pernah cukup didistribusikan. Lebih baik digantikan dengan pola lain yang lebih efektif bekerja ketimbang memikirkan pendistribusian kekuatan secara konvensional.