Sifat Mukjizat Al-Qur'an
alhikmah.com -Jika yang dimaksud dengan mukjizat dari pertanyaan sebelumnya adalah mengubah tongkat menjadi ular, menghidupkan orang mati, atau hal-hal sejenis lainnya, maka bukan itu jawabannya. Mukjizat-mukjizat yang demikian bersifat inderawi. Ia dapat diketahui cukup melalui indera-indera kita yang lima. Berarti, mukjizat seperti ini bersifat terbatas. Terbatas pada ruang dan waktu tertentu saja, di saat mukjizat itu terjadi, sehingga kurang diyakini bagi mereka yang ragu, karena tidak dapat merasakan atau setidaknya melihat secara langsung. Sebaliknya, mukjizat al-Quran tidak dapat diketahui hanya dengan indera saja, tetapi keterlibatan akal lebih dominan. Hal-hal yang demikian inilah yang membedakan sifat mukjizat Nabi Muhammad SAW (al-Qur’an) dengan mukjizat nabi-nabi sebelum beliau. Mukjizat al-Quran dapat kita lihat pada isi kandungannya.
Tingkat kemukjizatan yang ada pada al-Quran ini seakan menandaskan bahwa mukjizat al-Quran hanya dapat dirasakan oleh mereka yang mempergunakan akal. Dapat kita baca kembali, bagaimana respon orang-orang kafir itu (Gibb, A.J. Arberry, dan lainnya, lihat tulisan sebelumnya) terhadap al-Quran setelah mengetahui isi kandungannya, tentunya dengan akal pikiran mereka sendiri. Oleh karena itu, ayat-ayat yang ada di dalamnya menunjukkan bahwa segmen al-Quran adalah orang-orang yang mempergunakan akalnya, bukan orang-orang yang hanya mengandalkan sarana inderawinya saja.
Dengan sifat kemukjizatannya yang sedemikian rupa ini, maka ia tidak saja dapat diketahui oleh banyak manusia, tetapi juga tidak terikat pada waktu, sebagaimana mukjizat-mukjizat yang terdahulu. Namun demikian, bukan berarti Nabi Muhammad SAW tidak pernah memperoleh mukjizat lainnya. Hal-hal luar biasa yang pernah nabi alami dapat kita ketahui melalui shirah kehidupannya. Awan yang membuat beliau tetap merasa teduh meski udara panas, air yang keluar di antara sela jari-jarinya, atau makanan sedikit namun mengenyangkan banyak orang, dan lain-lain adalah sebagai peristiwa yang pernah dialami beliau. Tetapi tujuannya bukan untuk menentang mereka yang ragu terhadap tugas kerisalahannya, atau untuk membuktikan kebenaran kenabiannya, melainkan lebih pada sebagai anugerah Allah kepada Nabi dan bantuan bagi ummat Islam.
Mukjizat Nabi Musa berupa tongkat yang dapat berubah menjadi ular diberikan di tengah-tengah masyarakatnya yang memiliki kemampuan di bidang sihir. Begitu pula kemampuan mukjizat mengembalikan penglihatan orang yang buta, menyembuhkan penyakit sopak dan menghidupkan orang mati dianugerahi oleh Allah kepada Nabi Isa untuk menghadapi ummatnya yang amat mahir dalam bidang pengobatan. Apa sebenarnya yang ingin diungkap ? Bahwa ternyata Allah memberi mukjizat pada utusannya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing ummatnya, untuk menantangnya—dan mereka sudah pasti tidak mampu menandinginya—agar mengakui dan mengikuti misi risalah nabi yang diutus. Akan lebih memudahkan, bila kita pahami satu perumpamaan berikut. Seorang pelari kuat yang ingin membuktikan kebenaran anggapannya—ia adalah pelari handal—tentu tidak akan menantang orang-orang yang cacat kakinya. Dengan menandingi mereka yang sama kemampuan larinya bahkan lebih, dan ia berhasil mengalahkannya, otomatis kebenaran anggapannya terbukti.
Keindahan dan Ketelitian Bahasanya
Demikian pula halnya dengan al-Quran. Masyarakat arab ketika itu mempunyai kehebatan dalam membuat kalimat-kalimat indah, pepatah dan syair atau puisi. Mereka saling berlomba untuk menciptakannya, dan menjadi suatu kebanggaan. Maka mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad adalah pernyataan-pernyataan (firman Allah) dengan kadar keindahan bahasanya yang luar biasa, sehingga tidak mungkin tertandingi, di samping muatan pesan dan perintah yang ada di dalam mukjizat itu—al-Quran. Al-Quran sendiri memberi tantangan kepada siapapun yang meragukan kebenarannya. Bahkan, secara telak ia (al-Quran) telah memastikan ketidakmampuan manusia, juga jin, untuk menandingi keagungannya. “Katakanlah : ‘Seandainya manusia dan jin berhiimpun untuk menyusun semacam al-Quran ini, mereka tidak akan mampu melakukannya, walaupun saling membantu” (QS. 17 : 88)
Di antara aspek utama kemukjizatan al-Quran ada tiga, aspek keindahan dan ketelitian bahasa, isyarat ilmiah dan pemberitaan ghaib. Dari kenyataan di atas, dapat dikatakan, bahwa keunikan dan keistimewaan al-Quran dari segi bahasa, merupakan mukjizat pertama dan utama, karena aspek isyarat ilmiah dan pemberitaan ghaib tidak dapat mereka (masyarakat arab di zaman nabi) pahami kecuali setelah beberapa abad kemudian.
Disadari, untuk memahami mukjizat keindahan dan ketelitian bahasa al-Quran, dibutuhkan kemampuan dan pengetahuan berbahasa arab yang cukup tinggi. Meskipun demikian, kita dapat melihat sisi-sisi lain dari mukjizat al-Quran untuk aspek yang satu ini :
Nada dan Langgamnya.
Ketika membaca al-Quran, maka hal pertama yang dirasakan adalah nada dan langgam dari tiap ayat yang dibaca. Keunikannya dapat dilihat pada ritme dan irama ketika diucapkan. Satu contoh, yang ada dalam surat an-nazi’at: Di saat selesai pada ayat kelima, diteruskan pada ayat selanjutnya, namun dengan nada lain, berbeda dengan lima ayat pertamanya, sehingga tidak terasa adanya suasana bacaan yang monoton. Jika kita membuka lembaran-lembaran al-Quran pada halaman lainnya, niscaya akan ditemukan pula irama-irama ayat dengan keindahan lainnya. Simaklah juga rentetan al-asmaul husna dalam surat al-Hasyr ayat 22-24, dan demikian seterusnya, “al-Quran mempunyai simfoni yang tidak ada taranya, di mana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita”. Kalimat terakhir ini merupakan ungkapan seorang cendekiawan Inggris, Marmaduke Pickthall dalam The Meaning of Glorious Quran. Penulis ini memeluk Islam sebelum menterjemahkan al-Quran, dan kita tidak dalam sebuah posisi untuk membuktikan apakah ia menulis pengaruh nada al-Quran tersebut sebelum atau sesudah keIslamannya. (Deedat, Ahmed, The Choise, Dialog Islam-Kristen,Pustaka Alkautsar, Jakarta, 1999, hal. 184).
Keseimbangan Kata-Katanya
Tidak ada kata “kebetulan” untuk perimbangan kata-kata yang ada dalam al-Quran ini. Keseimbangan kata-kata tersebut begitu pas dan sama sekali tidak dibuat-buat. Berikut ini kami kutipkan sebagian apa yang telah diringkas oleh Dr. Quraish Shihab mengenai keseimbangan itu.
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya :
- Al-hayaah / kehidupan dan al-Maut / kematian masing-masing sebanyak 145 kali.
- An-naf’ / manfaat dan al-fasaad / kerusakan masing-masing sebanyak 50 kali.
- A-harr / panas dan al-bard / dingin masing-masing sebanyak 4 kali.
- Ash-shalihat / kebajikan dan as-sayyiat / keburukan masing-masing sebanyak 167 kali.
- Ath-thuma’ninah / kelapangan atau ketenangan dan ad-dhiiq / kesempitan atau kekesalan masing-masing sebanyak 13 kali
- Ar-rahbah / cemas atau takut dan ar-raghbah / harap atau ingin masing-masing sebanyak 8 kali.
- Al-kufr / kekufuran dan al-Iman / iman masing-masing sebanyak 17 kali (dalam bentuk definite).
- Kufr dan Imanmasing-masing sebanyak 8 kali (dalam bentuk indefinite).
- Ash-shaif / musim panas dan asy-syitaa’ / musim dingin masing-masing sebanyak 1 kali.
Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonim atau makna yang dikandungnya :
- Al-harts / membajak sawah dan az-ziraa’ah / bertani masing-masing 14 kali.
- Al-‘ujub / membanggakan diri dan al-ghurur / angkuh masing-masing 27 kali.
- Adh-dhaalluun / orang sesat dan al-mauta / mati (jiwanya) masing-masing 17 kali.
- Al-quran, al-wahyu dan al-islam, masing-masing 70 kali.
- Al-aql / akal dan an-nuur / cahaya masing-masing 49 kali.
- Al-jahr / nyata dan al-‘alaaniyah / nyata masing-masing 16 kali.
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya :
- Al-infaaq / menafkahkan dan ar-ridhaa / kerelaan masing-masing 73 kali.
- Al-bukhl / kekikiran dan al-hasrah / penyesalan masing-masing 12 kali.
- Al-kaafiruun / orang-orang kafir dan an-naar / neraka masing-masing 154 kali.
- Az-zakaah / penyucian dan al-barokaat / kebajikan yang banyak mesing-masing 32 kali.
- Al-faahisyah / kekejian dan al-ghadhab / murka masing-masing 26 kali.
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan penyebabnya :
- Al-israaf / pemborosan dan as-sur’at / ketergesa-gesaan masing-masing 23 kali.
- Al-mau’izhah / petuah atau nasihat dan al-lisaan / lidah masing-masing 25 kali.
- Alasraa / tawanan dan al-harb / perang masing-masing 6 kali.
- As-salaam / kedamaian dan ath-thaayyibaat / kebajikan masing-masing 60 kali.