Teknologi Komunikasi dan Informasi Infrastruktur dan titik akses layanan
Teknologi komunikasi dan informasi dengan infrastruktur dan titik layanannya telah jauh berkembang dengan cukup baik di Indonesia. Mulai dari teknologi yang sederhana dan murah, misalnya telekonferensi audio dengan memanfaatkan telepon melalui layanan PERMATA atau PERtemuan MelAlui Telepon Anda (Telkom, ), korespondensi melalui fax, siaran radio dan televisi, internet dan sampai yang canggih telekonferensi video dengan memanfaatkan satelit misalnya layanan Vidoe Link PT Indosat.
Radio dan Televisi
Di Indonesia terdapat banyak stasiun pemancar radio dan televisi baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta yang dapat dipakai untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan jarak jauh dengan menyiarkan program pendidikan. Dalam hal radio hanya ada satu institusi yang mempunyai daya jangkau secara nasional, yaitu Radio Republik Indonesia. Daya jangkau stasiun radio swasta yang pada umumnya menggunakan gelombang FM pada frequensi 88 – 108 MHz tidak lebih dari radius 100 km (Radio Nederland, 2001). Selain itu dari sisi peraturan, ada pula pembatasan daya jangkau stasiun pemancar radio yang diwujudkan dalam kategori stasiun pemancar mulai dari siaran internasional, nasional sampai pada siaran lokal. (Undang Undang Nomor 4, 1997)
Untuk mengatasi keterbatasan jangkauan, ada beberapa radio swasta yang membangun jaringan dengan anggota di berbagai kota, misalnya Trijaya Network terdiri atas stasiun radio Trijaya Jakarta, SCFM Surabaya, Prapanca Medan dan , Mercurius Top FM Makassar, dan Voice of Papua FM Jayapura (Trijaya, 2002). Dalam jaringan radio ini juga berlangsung pendidikan informal secara jarak jauh dengan mengangkat topik-topik yang menjadi perhatian masyarakat umum mulai dari masalah kesehatan, sosial dan politik.
Dalam hal televisi, di Indonesia terdapat satu stasiun pemancar milik negara (TVRI) dan delapan stasiun televisi swasta. TVRI adalah program nasional sehingga siarannya hampir dapat diterima di setiap pelosok tanah air walaupun masih ada daerah-daerah yang tetap tidak bisa menerima siaran. Dilihat dari proporsi wilayah, siaran TVRI menjangkau hanya 37% dari wilayah Indonesia, namun telah menjangkau 68% dari populasi penduduk Indonesia (Padmo, 2000). Stasiun televisi swasta bervariasi dalam daya jangkau siarannya, namun hampir setiap kota besar di Indonesia dapat menerima siaran dari televisi swasta.
Dari aspek aksesibilitas, radio mempunyai tingkat aksesibilitas yang tinggi. Tingkat pemilikan radio di sembilan wilayah perkotaan dengan angka penetrasi sebesar 40% (Katili-Niode, 2002). Dari sumber yang sama diperoleh bahwa televisi mempunyai aksesibilitas yang sedikit lebih rendah yaitu dengan penetrasi 31%. Dari sisi sasaran peserta jelas bahwa aksesibilitas radio dan televisi tidaklah rendah. Namun kenyataannya televisi dan radio belum besar perannya dalam pendidikan jarak jauh di Indonesia. Beberapa studi dapat dipakai sebagai acuan dalam menjelaskan fenomena di atas.
Studi yang dilakukan Nurul Huda dkk (2000) menunjukkan bahwa radio mempunyai keterbatasan dalam daya jangkau dan untuk memperluas daya jangka diperlukan stasiun relay atau kerjasama dengan radio lokal. Lebih jauh studi tersebut menyatakan bahwa kesediaan radio lokal untuk mengalokasikan waktu untuk siaran pendidikan pada umumnya (53 % dari responden) maksimum 60 menit per minggu. Sedangkan yang bersedia mengalokasikan waktu antara 20 – 60 menit per hari hanya sebesar 20 % dari total stasiun pemancar radio yang dijadikan sampel. Kendala pengalokasian waktu lebih banyak bagi siaran program pendidikan adalah biaya siaran dimana satuan biaya siaran radio per jam siaran per peserta untuk sejumlah 500 peserta masih sekitar 6 USD atau 1.5 USD untuk 1250 peserta (Bates, 1995). Hal inilah yang menjadi kendala bagi penyiaran siaran pendidikan yang secara spesifik mengacu kepada matakuliah tertentu.
Dalam konteks Indonesia agak sulit bagi sebuah stasiun radio swasta lokal untuk mendapatkan 1250 pendengar bagi setiap siaran pendidikannya. Isu ini mungkin tidak terlalu relevan bagi pembelajaran pada sekolah dimana siswa pada tingkat dan jenjang yang sama mengikuti program pembelajaran yang sama. Berbeda halnya dengan pendidikan tinggi yang menerapkan sistem kredit semester. Dalam sistem ini variasi pengambilan matakuliah bisa sangat beragam, terlebih bagi pendidikan terbuka dan jarak jauh yang mempunyai ciri fleksibilitas dalam proses pembelajarannya.
Siaran pendidikan melalui televisi mempunyai konsekuensi pembiayaan yang lebih besar lagi. Berdasarkan hasil riset selama lebih dari delapan tahun, satuan biaya untuk penyiaran program pendidikan per peserta per jam siaran untuk 500 peserta masih lebih besar dari 25 USD. Bahkan untuk jumlah 1250 mahasiswapun biaya satuannya masih lebih besar dari 10 USD (Bates, 1995).
Kendala lain bagi pemanfaatan siaran radio dan televisi adalah media ini adalah sekali tayang bila pada waktu penayangan para peserta tidak menyaksikan maka mereka kehilangan (Huda dkk, 2000). Untuk mengganti yang hilang, maka harus ada siaran ulang yang memerlukan biaya penyiaran yang sama. Selain itu, media siaran ini pada dasarnya adalah media satu arah. Materi yang disiarkannya sebagian besar sudah terekam sehingga interaksi dalam media umumnya tidak ada. Jadi media ini mampu mengatasi kendala ruang dalam penyampaian program pendidkan jarak jauh dengan biaya yang relatif mahal namun masih terikat pada kendala waktu.
Telekonferensi,
Telekonferensi adalah suatu pertukaran informasi secara langsung antara dua orang atau lebih yang berada pada dua atau lebih lokasi yang berbeda dengan memanfaatkan suatu sistem telekomunikasi. Pada dasarnya telekonferensi adalah sarana komunikasi dua arah sehingga dalam pendidikan jarak jauh berperan untuk menjembatani komunikasi antara peserta ajar dengan nara sumber, khususnya dalam pemberian layanan bantuan belajar.
Ada dua jenis telekonferensi, yaitu telekonferensi audio dan telekonferensi video. Dalam telekonferensi audio, informasi yang dipertukarkan berupa suara sedangkan dalam telekonferensi video informasi yang dipertukarkan dalam bentuk suara dan gambar hidup yang sinkron dengan suara. Oleh karena itu dalam telekonferensi video dibutuhkan pita komunikasi (bandwidth) lebih besar dari telekonferensi audio.
Ada beberapa sarana telekomunikasi yang bisa dipakai untuk mendukung telekonferensi audio, yaitu: telephone, satelit, dan internet. Penyelenggaraan telekonferensi audio dengan memanfaatkan telepon dapat dilakukan dengan memanfaatkan layanan PERMATA (Pertemuan Melalui Telepon Anda) dari PT Telkom. Layanan Permata telah tersedia diberbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Ujung Pandang, Menado dan Medan (Telkom, 2002). Dengan layanan PERMATA, sebanyak 30 nomor sambungan dapat dihubungkan sehingga terjadi konferensi. Partisipasi dalam PERMATA dapat dilakukan dari telepon yang ada di rumah, kantor, wartel, atau bahkan dari telepon umum. Walaupun hanya mampu menghubungkan 30 sambungan telepon secara simultan tidak berarti bahwa konferensi hanya bisa diikuti oleh 30 peserta. Peserta yang tinggalnya berdekatan dapat bersama-sama menggunakan satu speaker phone yang dilengkapi dengan mic sehingga setiap orang dapat mendengar pembicaraan dan dapat berpartisipasi dalam telekonferensi.
Struktur biaya hanya mempunyai satu komponen yaitu pulsa telepon selama mengikuti telekonferensi. Pemanfaatan PERMATA untuk penyelenggaraan telekonferensi dalam rangka pembelajaran jarak jauh ini dari segi biaya tidaklah terlalu memberatkan bagi peserta yang tinggal di kota tempat penyelenggaraan telekonferensi karena mereka tidak harus membayar tarif interlokal. Bagi peserta yang harus membayar biaya pulsa interlokal tentunya hal ini memberatkan bagi sebagian peserta karena mahalnya tarif interlokal di Indonesia.
Walaupun penetrasi telepon di perumahan hanya 2.5% (Titan, 1997), namun pada kalangan berpenghasilan menengah ke atas penetrasi telepon sebesar 70% (Marketing Intelligence Corporation, 2000). Sekalipun demikian akses pada telepon bagi kalangan ekonomi lemah sangat terangkat dengan hadirnya warung telekomunikasi yang berjumlah tak kurang dari 180.000 buah (Tjokrosudarmo, 2001) yang tersebar diseluruh pelosok tanah air. Wartel ini menyediakan layanan telepon bagi masyarakat umum. Sarana telepon ini mempunyai aksesibilitas yang tinggi karena selain jumlah wartel yang sangat banyak, tarifnyapun lebih murah dari tarif telepon bagi perumahan. Sayangnya layanan PERMATA masih terbatas pada enam kota tersebut di atas sehingga pemanfaatan dalam skala besar akan sulit karena akan ada peserta yang harus menanggung biaya interlokal.
Telekonferensi video memungkinkan penyelenggaraan perkuliahan secara jarak jauh dimana pengajar dapat menyaksikan aktivitas peserta ajar di tempat lain dan sebaliknya peserta ajar dapat menyaksikan aktivitas pengajar dan peserta ajar di tempat lain. Pada setiap ruang penyelenggaraan telekonferensi video terdapat sekurang-kurangnya satu set televisi untuk menampilkan aktivitas di lokasi lain dan satu kamera video yang berfungsi untuk mengambil gambar hidup dari aktifitas ruang tersebut dan mengirimkan ke ruangan lain dan satu peralatan yang berfungsi untuk mengirim citra aktivitas ke lokasi lain dan menerima citra aktivitas dari lokasi lain. Investasi peralatan untuk telekonferensi video sekitar 20.000 USD atau sekitar Rp 200 juta lebih per lokasi (Moore & Kearsley, 1996)
Selain biaya investasi peralatan yang mahal, biaya operasi telekonferensi video juga mahal karena membutuhkan pita komunikasi yang lebih lebar . Hal ini disebabkan karena selain mengirimkan informasi dalam bentuk suara juga mengirimkan informasi dalam bentuk gambar bergerak. Biasanya diperlukan saluran komunikasi melalui satelit yang tarif non-komersial mencapai 100 USD/jam untuk kecepatan 112 Kbps dan 150 USD untuk 336 Kbps (LVC, 2002). Di Indonesia, tarif penyelenggaraan konferensi video melalui Indosat Video Link diatur berdasarkan jarak yang diklasifikasikan dalam tujuh zone. Tarif zone I (termurah) adalah Rp 705.600 untuk kecepatan 128 Kbps dan Rp 2.116.800 untuk kecepatan 384 Kbps. Biaya tersebut baru mencakup biaya telekomunikasinya dan belum mencakup biaya sewa ruang dalam gedung milik Indosat yang minimal sebesar 80 USD per jam untuk ruangan berkapasistas 12 orang. (Indosat 2002).
Pengiriman data video satu arah yang bagus untuk ukuran 15 frame per detik 248 x 200 pixel memerlukan memerlukan bandwidth sebesar 167 kbps (Sorenson, 2002). Karena telekonferensi video merupakan komunikasi dua arah, maka diperlukan bandwidth sebesar dua kali 167 kbps atau 334 kbps. Bandwith kurang dari 300 kbps akan menyebabkan gerakan gambar video tidak tampak mulus namun terputus-putus dan tidak enak dipandang.
Selain itu, karena mahalnya investasi dan biaya operasionalnya, fasilitas telekonferensi video ini tidak banyak yang memiliki. Akibatnya, peserta telekonferensi video harus datang pada tempat tertentu pada jam tertentu untuk mengikuti perkuliahan jarak jauh. Hal ini jelas akan menurunkan taraf fleksibilitas dari penyelenggaraan program pendidikan jarak jauh.