Mengatasi hambatan pada aspek hukum dengan Open Source
Makin populer dan diterimanya Open Source pada pulbik menjadikan ``kerahasiaan produk'' dan ``kepemilikan produk'' mendapat definisi dan cara interpretasi baru. Bila sebelumnya orang banyak menganggap bahwa source code dari suatu program adalah ``suatu hal yang harus dijaga kerahasiaannya'' kini pendapat tersebut menjadi bergeser. Beragam lisensi menjadikan definisi ``membajak'', ``melanggar hak cipta'', harus mulai dipertanyakan kembali. Bagaimana suatu software dapat dikatakan dibajak, bila software tersebut telah diberikan secara bebas sejak awal ? Istilah pembajakan (piracy) menjadi kurang bermakna, mungkin yang lebih tepat adalah penyalinan tidak sah (non authorized copy).
Implikasi Open Source pada hukum
Hukum kepemilikan intelektual (intellectual property) yang meliputi copyright, patent, dan hukum tentang trade secret, bertujuan untuk melindungi pekerjaan yang tak kasat mata (intangible works), seperti hasil karya seni, ilmiah, atau aktifitas lainnya. Awal tahun 1970-an software diyakini ``tidak dilindungi oleh hukum intelectual property''. US Patent and Trademark Office secara umum tidak menyetujui patent software hingga awal tahun 1990.
Pada tahun 1976, Copyright Act menambahkan proteksi karya cipta ke program komputer dengan mendefinsikan bahwa suatu program komputer, adalah :
``suatu kumpulan perintah yang digunakan secara langsung atau tidak langung pada satu komputer untuk memberikan hasil tertentu''.
Untuk itulah sistem operasi sendiri pada saat itu tidak termasuk perangkat lunak yang dapat dilindungi hukum ini. Barulah pada tahun 1976 dan 1980 hal itu berubah setelah adanya ``amandement to the Copyright''. Barulah awal 1980-an beberapa keputusan pengadilan meluaskan jangkauan perlindungan hak cipta untuk software komputer, diantaranya kasus Franklin Computer Corporation vs Apple. Sehingga perlindungan hak cipta perangkat lunak meliuputi, sistem operasi, object code, source code, microcode, program structure, sequence, organization dan juga look and feel. (Graham, 1999).
Software proprietary (sebagian besar software), didistribusikan dengan suatu persyaratan, yang melarang dilakukannya, pengkopian, pendistribusian ulang anpa izin perusahaan pembuat perangkat lunak tersebut. Biasanya perangkat lunak ini dibuat oleh suatu kelompok kecil programmer pada suatu perushaan tertentu, yang biasanya bekerja dengan tekanan batas waktu tertentu. Mereka menyelesaikan program dan mencoba menghilangkan kesalahan yang mungkin timbul pada program tersebut. Akan tetapi biasanya tetap ada kesalahan yang terikut sertakan para produk. Membeli produk komersial seperti halnya menjadi ``tester sukarela'', tetapi tanpa kemungkinan memperbaiki, karena linsesi mencegah pengguna untuk memperbaikinya.
Software yang bersifat proprietary dilindungi oleh UU hak cipta. Pada awalnya hak cipta ini digunakan untuk melindungi dan memberikan balas jasa kepada kreatifitas sesorang pada media cetak dalam kepentingan untuk membuatnya dapat digunakan oleh publik secara luas. Akan tetapi seringkali copyrigth ini digsalah gunakan sebagai suatu hak untuk membatasi dan mengatur kreatfitas dalam upaya menekan kompetisi di pasar. Pembuat dapat membatasi orang untuk melakukan pengubahan produk agar sesuai dengan kebutuhannya. Pengguna ``dipaksa'' menerima ketidak sesuaian ini tanpa adanya daya untuk mengubahnya atau menghilankan kesalahan ini.
Seringkali patent dan hak cipta digunakan secara semena-mena, sehingga malah melindungi pribadi (bukannya untuk kepentingan publik), dan malah tidak menghargai standard yang bersifat terbuka yang telah diakui oleh industri, melalukan kendali pada interface yang ada, dan melakukan monopoli pada herahasisaan , dan membuat halangan yang besar untuk kemajuan ekononmi, dan teknologi untuk menghasilkan lapangan pekerjaan yang baru (Lang. 1998). Pada saat ini hukum paten dan hak cipta relatif dikendalikan oleh para konglomerat besar, dan sangat berbeda dengan semangat untuk melindungi kepentingan publik seperti ketika pertama kali hukum ini dicetuskan.
Perangkat lunak Open Source memungkinkan hal sebaliknya. Kemungkinan melihat ke source code adalah suatu elemen penting pada open source. Dari sisi hukum Linux adalah ``free''. Perkembangan Open Source ini menunjukkan keterbatasan konsep copyright yang ada saat ini, yang tidak mengenali insentif bentulk lain dari ekspresi seni atau kreatifitas. Pengakuran oleh masyarakat dan prestige yang ada pada komunitas gift culture tidak dihargai dalam kerangka hukum copyright yang lama. Sehingga dibutuhkannya dikembangkan pola hukun yang melindungi motivasi ini pada masyarakat dan mengakuinya dari titik pandang hukum.
Hal positif lain dipandang dari sisi hukum dari penggunaan Open Source ini, adalah mencegah adanya ``kerahasiaan penyelewangan protokol standard untuk kepentingan monopoli pasar (decomoditizing protocol)''. Sebab pada proprietary software penyelewangan ini dengan mudah disembunyikan dalam code yang tak dapat dievaluasi oleh orang banyak (Stoltz, 1999).
Lebih jauh lagi ternyata Open Source memberikan dampak kepada cara pandang dan praktek hukum secara luas. Hal ini ditunjukkan oleh suatu inisiatif yang dilakukan oleh Profesor Lawrence Lessing dari Harvard Law School (Kriz, 1999). Dengan diinspirasikan proses peer-review secara terbuka, maka hal yang sama dapat pula digunakan dalam proses pelaksanaan hukum. Ini yang dikenal dengan inisiatif Open Law,.Cara yang diinspirasikan oleh pengembangan secara Open Source ini dicoba diterapkan pada kasus Eldred vs Reno. Langkah ini didukung oleh mahasiswa dari Harvard dan Intellectual Property Clinic di Universiy of California at Berkeley's Boalt Hall Scholl of Law. yang juga didukung oleh Berkman Center for Internet and Society. Menurut para ahli hukum hal ini memberikan dampak konsitutisional yang cukup luas.
Definisi Open Source
Tujuan dari definisi Open Source adalah untuk melindungi proses Open Source dan menjamin bahwa perangkat lunak yang didistribusikan dengan menggunakan lisensi open source akan tersedia untuk peer review secara bebas, dan secara kontinyu mengalami perbaikan secara evolusi, seleksi dan mencapai suatu tingkat kehandalan serta menjaga kemungkinan menjadi produk yang closed source. Lisensi ini harus menjamin mencegah orang mengunci software sehingga hanya orang tertentu yang dapat membaca source code dan memodifikasinya. Definisi ini bukan perangkat untuk mengumpulkan biaya lisensi. Penggunaan merk ini bebas dan tetap bebas bagi siapapun yang memenuhi persyaratan. Definisi Open Source sendiri bukanlah lisensi, dan tidak dimaksud sebagai dokumen bernilai hukum (legal document). Untuk menjadi Open Source semua syarat dalam definisi Open Source harus dipenuhi bersama pada semua kaseadaan.
Open Source sendiri menjamin hak untuk (Perens, 1999):
- Untuk membuat salinan program, dan mendistribusikan program tersebut
- Untuk mengakses source code, sebelum melakukan perubahan
- Melakukan perbaikan pada program
Definisi di bawah ini mengacu pada The Open Source Definition Version 1.3. yang awalnya ditulis oleh Bruce Perens dan dikenal sebagai `The Debian Free Software Guidelines', setelah diperbaiki dan batasan yang spesifik terhadap Debian dihilangkan maka diperkenalkan sebagai Open Source Definition. Berikut ini disertakan tulisan asli definisi Open Source dan penjelasan singkat.
1. Free Redistribution
The license may not restrict any party from selling or giving away the software as a component of an aggregate software distribution containing programs from several different sources. The license may not require a royalty or other fee for such sale.
Ini berarti orang boleh membuat salinan tak terbatas, menjual atau memberikan bebas, dan pengguna tak perlu membayar untuk melakukan hal tersebut. Dengan membatasi lisensi ini sehingga membutuhkan kebebasan mendistribusikan ulang, maka dicegah kemungkinan orang untuk mengambil keuntungan singkat dari penjualan yang berdasarkan usaha yang dilakukan orang dalam waktu lama.
2. Source Code
The program must include source code, and must allow distribution in source code as well as compiled form. Where some form of a product is not distributed with source code, there must be a well-publicized means of downloading the source code, without charge, via the Internet. The source code must be the preferred form in which a programmer would modify the program. Deliberately obfuscated source code is not allowed. Intermediate forms such as the output of a preprocessor or translator are not allowed.
Jelas pengaksesan source code menjadi syarat utama, sebab program tak dapat berevolusi bila tidak dimodifikasi. Karena tujuan dari Open Source membuat agar evolusi berlangsung mudah, maka dibutuhkan modifikasi dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan tersedianya source code. Source code adalah syarat utama untuk melakukan modifikasi atau perbaikan. Tujuan dari klausa ini adalah agar source code didistribusikan dalam bentuk awal dan pekerjaan yang diturunkan darinya.
3. Derived Works
The license must allow modifications and derived works, and must allow them to be distributed under the same terms as the license of the original software.
Hanya keberadaan source code saja tidak cukup untuk mendorong peer review dan seleksi evolusi secara cepat. Agar terciptanya evolusi yang cepat, orang harus dapat mencoba dengan dan meredistribusi modifikasi yang dilakukannya.
Software akan berkurang manfaatnya bila tidak dapat dirawat, misal untuk memperbaiki bug, memport ke sistem baru, membuat perbaikan, dan melakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhan lokal. Tujuan dari klausa ini bertujuan agar segala bentuk modifikasi diperbolehkan. Harus diijinkan melakukan pekerjaan modifikasi dan didistribusikan dengan lisensi seperti pekerjaan aslinya. Tetapi tidak disyaratkan bahwa semua jenis hasil kerja turunan harus menggunakan lisensi yang sama. Ini bergantung pada jenis lisensi yang digunakan, BSD memungkinkan hal tersebut, tetapi GPL tidak.
4. Integrity of The Author's Source Code.
The license may restrict source-code from being distributed in modified form only if the license allows the distribution of "patch files" with the source code for the purpose of modifying the program at build time. The license must explicitly permit distribution of software built from modified source code. The license may require derived works to carry a different name or version number from the original software.
Mendorong dilakukannya banyak perbaikan adalah hal yang baik, tetapi pengguna harus memiliki hak untuk mengetahui siapa yang bertanggung-jawab terhadap program yang mereka gunakan. Penulis software dan perawat memiliki hak yang sama untuk menjaga reputasi mereka. Lisensi open source harus menjamin ketersediaan source code,yang memungkinkan perbaikan dengan menggunakan patch. Dengan cara ini perubahan ``tidak remsi'' dapat dilakukan tetapi tetap dapat dibedakan dengan hasil karya utama.
5. No Discrimination Against Persons or Groups.
The license must not discriminate against any person or group of persons.
Agar mendapatkan keuntungan maksimum dari proses open source, maka kemajemukan dari pengguna, dan kelompok pengguna harus diusahakan tercapai, sehingga setiap orang atau kelompok memiliki hak yang sama untuk melakukan kontribusi pada open source. Dengan cara ini lisensi open source mencegah dilarangnya seseorang untuk terlibat dalam proses. Sehingga tidak bisa dilakukan pelarangan berdasarkan sentimen politis, ataupun juga berdasarkan perkiraaan keinginan mereka untuk menggunakan program tersebut.
6. No Discrimination Against Fields of Endeavor.
The license must not restrict anyone from making use of the program in a specific field of endeavor. For example, it may not restrict the program from being used in a business, or from being used for genetic research.
Hal utama dari klausa ini adalah tetap adanya kemungkinan open source digunakan secara komersial. Diinginkan agar dunia komersial juga bergabung dengan komunitas Open Source sehingga tidak merasa dikucilkan. Oleh sebab itu dibuat tidak ada keterbatasan penggunaan Open Source untuk dunia bisnis atau pun untuk kegunaan lainnya.
7. Distribution of License.
The rights attached to the program must apply to all to whom the program is redistributed without the need for execution of an additional license by those parties.
Lisensi ini bersifat otomatis, jadi tidak membutuhkan tanda tangan, jadi berbeda dengan perjanjian seperti pada non-disclosure aggreement. Memang ini masih dipertanyakan pada beberapa pengadilan. Akan tetapi mengingat makin umumnya Open Source hal ini akan berubah di kemudian hari. Beberapa pihak menganggap bahwa lisensi adalah bagian dari perjanjian kontrak, dan ada yang berpendapat sebagai pernjanjian hak cipta.
8. License Must Not Be Specific to a Product.
The rights attached to the program must not depend on the program's being part of a particular software distribution. If the program is extracted from that distribution and used or distributed within the terms of the program's license, all parties to whom the program is redistributed should have the same rights as those that are granted in conjunction with the original software distribution.
Ini berarti tak ada pembatasan suatu produk yang dinyatakan sebagai Open Source menjadi bebas selama hanya menggunana merk distribusi tertentu saja. Program tersebut harus tetap bebas jika dipisahkan dari program distribusi yang menyertainya.
9. License Must Not Contaminate Other Software.
The license must not place restrictions on other software that is distributed along with the licensed software. For example, the license must not insist that all other programs distributed on the same medium must be open-source software.
Pada model Open Source suatu lisensi tidak bisa mensyaratkan agar diletakkan bersama-sama dengan program dengan lisensi tertentu. Harus dibedakan antara prinsip ``derivation'' dan ``aggregation''. Derivation terjadi ketika suatu program memasukkan program lain ke dalamnya program tersebut. Aggretation terjadi ketika suatu program menyertakan program lain dalam suatu media yang sama (misal pada CD ROM). Klausa ini membahasa permasalah aggregation bukan derivation, derivation dibahas pada klausa nomor empat.
10. Conforming Licenses and Certification.
Any software that uses licenses that are certified conformant to the Open Source Definition may use the Open Source trademark, as may software explicitly placed in the public domain. No other license or software is certified to use the Open Source trademark.
Klausa ini dijelaskan pada sub bab berikutnya.
Lisensi Open Source
Suatu kesalah-pahamanyang masih timbul pada masyarakat luas adalah pengertian bahwa free software adalah public domain (Perens, 1999). Suatu program public domain adalah program, yang penulisnya menyerahkan hak ciptanya (copyright) kepada publik. Dengan demikian siapapun dapat melakukan apapun terhadap program yang bersifat public domain. Bahkan dapat mengubah lisensi dari public domain menjadi komersial, mengubah nama penulis dan sebagainya. Perlu diketahui proram yang memiliki copyright adalah hak milik pemegang copyright. Suatu program memberikan beberapa hak kepada penggunanya bergantung lisensi yang diterapkan.
Beberapa contoh a lisensi yang memenuhi Open Source Definition adalah
- The GNU GPL, GNU General Public License. Bertujuan untuk membatasi kemungkinan developer dapat menjadikan software yang memiliki lisensi ini menjadi produk komersial yang tak memberikan kontribusi balik kepada ke komunitas. GPL ini menggunakan Copyright untuk menjamin agar program tetap ``free'' dibawah lisensi GPL. Setiap orang boleh mengcopy, mendistirbusi dan memodifikasikannya. Akan tetapi setiap distribusi dari softaware yang termodifikasi harus dengan GPL juga.
- The LGPL, Library GNU GPL
- The BSD license, Berkeley Software Distribution License. Lisensi relativ memiliki lebih sedikit kterbatasn pada apa yang boleh dilakuakn oleh developer. termasuk boleh membuat produk turunan yang bersifat proprietary.
- The X Consortium license, yang digunakan oleh distribusi X Window. Lisensi ini juga hampir membolehkan modifikasi apapun.
- The Artistic, yang digunakan oleh Perl. memodifikasi beberapa aspek yang bersifat kontroversial pada GPL. Lisensi ini melarang penjualan perangkat lunak, tetapi membolehkan penyertaan program lain yang dijual.
- The MPL and , Mozilla Public License, yang digunakan oleh Netscape ketika melepaskan source code browser Netscape. Juga membolehkan para developer untuk membuat karya derivatif yang bersifat proprietary.
- The QPL, Q Public license, yang digunakan Troll Tech ketika melepaskan library Q.
Lisensi-lisensi tersebut memiliki perbedaan pada hak redistribusi, modifikasi dan beberapa hak minor lainnya. Bagi pihak yangtertarik ingin mengetahui apakah lisensi yang dibuatnya dapat memenuhi kriteria Open Source, cukup dilakukan dengan cara menulis email ke certification@opensource.org. Tetapi dengan cara melihat lisensi yang telah ada akan lebih mudah lagi, sebab proses review tidak perlu dilakukan.
Dampak pada hak cipta dan paten
Konsep dasar yang melatar-belakangi Hak atas kekayaan intelektual (HAKI), merk dan patent adalah untuk menyediakan suatu monopoli secara sah yang melindungi hasil usaha kreatif sebagai suatu bentuk insentif bagi orang untuk melaksanakan atau melanjutkan usaha kreatif tersebut. (Alsop, 1999). Konsep ini berdasarkan pandangan bahwa masyarakat tak termotivasi untuk menghasilkan sesuatu bila hasilnya dapat ditiru dengan bebas (pandangan ini memang timbul dari masyarakat ``West'').
Hukum ``copyright'' melindungi ekspresi fisis dari suatu ide, misal tulisan, musik, siaran, software, dan lain-lain. Hukum ``trademark'' melindungi nama dagang dan logo perusahaan. Hukum ``patent'' melindungi suatu pendemonstrasian suatu idea baru, sehingga nilai ``kebaruan'' tersebut dilindungi untuk tidak disalin secara tidak sah. Hukum ``copyright'' berevolusi di dunia ini sehingga hal apa yang dapt dilindungi. Hukum ``copyright'' ini memang tumbuh ketika proses penyalinan dapat dibatasi.
Pada saat ini, memang sulit untuk mencegah dilakukannya penyalinan tersebut. Sehingga usaha untuk menerapkan monopoli pada usaha kreatif menjadi tidak beralasan lagi. Pada era tahun 1980-1986 ketika perusahaan software sangat khawatir dengan masalah penyalinan ini, mereka memanfaatkan teknik proteski disk yang membuat orang sulit menyalin disk atau program. Tetapi hal ini menjadikan kustomer sulit dan program makin sulit digunakan. Setelah perusahaan perangkat lunak menyadari bahwa mereka tetap memperoleh keuntungan yang besar dari hal lain seperti, manual, service, dan pempelian perangkat lunak asli tetap tinggi, mereka meniadakan mekanisme proteksi penyalinan ini.
Secara umum memang tidak ada yang salah dengan konsep keterbukaan source code demi kepentingan publik pada Open Source ini. Sebab konsep hak cipta dan patent pun pada dasarnya diterapkan untuk melindungi kepentingan publik. Mengacu pada 1909 House of Representative yang menyertai Copyrigth Act(Cunard, 1995):
The enactment of copyrigth legislation by Congress under the terms of Consititution is note based upon any natural right that the author has in his writings, for the Supreme Court has held that such rigths as he has are purely statutory rights, but upon the ground that the welfare of the public will be served and progress of science and useful arts will be promoted.... Not primarily for the benefit of the author, but primarily for the benefit of the public, such rights are given. Not that any particular class of citizens, however, worthy, may benefit, but because the policy is believed to be for the benefit of the great body of people, in that it will stimulate writing and invention, to give some bonus to authors and inventors.
Hak intelektual, suatu sistem hukum yang memberikan dampak hasil penemuan dan kreatif dibatasi demi memberikan upah pada penciptanya, memberikan suatu pengaruh yang besar pada pasar, telah mengurangi pengadopsian suatu idea baru dan inovasi. Hukum paten memberikan keuntungan bagi para pencipta, akan tetapi sering dalam bentuk pembelian hak untuk menguasai siapa yang dapat menggunakan tekhnologi ini. Perusahaan besar cenderung lebih menerima manfaat daripada rakyat banyak. Perusahaan besar biasanya akan membatasi ini dan mengendorkannya pelan-pelan hingga investasi telah terbayar kembali.
Berdasarkan acuan di atas, maka proteksi terhadap penggunaan tanpa izin, reproduksi atau distribusi karya kreatif tidak akan bekerja untuk karya yang bersifat public domain. Begitu juga tak ada monopoli dapat diberikan berdasarkan prinsip kepentingan publik pada cuplikan di atas. Sebab pada hakekatnya peraturan hak cipta adalah bertujuan untuk kepentingan publik.
Karena Open Source ini tidak saja bisa diterapkan pada perangkat lunak (pada saat ini banyak buku atau terbitan yang sudah memberikan lisensi ala GPL), maka dunia penerbitan pun cepat atau lambat akan terkena imbasnya.
Dengan diinspirasikan oleh gerakan Open Source pada perangkat lunak, maka vendor perangkat keraspun sekaran mulai melakukan hal yang sama. Ini tampak dengan prakarsa Sun Microsystem untuk mengeluarkan secara terbuka spesifikasi prosesor terbarunya. Gerakan para vendor ini bernaung di bawah organisasi Open Hardware.
Sama seperti pada Open Source, tujuan dari gerakan ini adalah kepentingan publik. Artinya publik mendapatkan kesempatan untuk memperoleh apa yang terbaik dari yang mereka bayarkan. Di samping juga untuk mempercepat proses penemuan kesalahan dan pengembangan perangkat keras. Sebagai contoh akibat dari ketertutupan rancangan hardware ini adalah, error yang terjadi pada Pentium II. Bug pada Pentium II ditemukan oleh pengguna, bukan perancang sistem. Bukankah error-error semacam ini akan lebih mudah ditemukan apabila detail dari disain terbuka untuk diuji masyarakat luas ? Sebab yang akan menanggung akibat dari produk yang memiliki error adalah masyarakat.
Model Linux ini cenderung akan mengurangi keterlibatan hukum pada tingkat kepemilikan hak cipta. Terjadi pergeseran pada pandangan hukumnya. Dengan Linux ini kepemilikan perangkat lunak menjadi kurang penting, sedangkan layanan menjadi bagian yang lebih penting. Sehngga diprediksikan pengaruh popularitas Linux menjadikan mengurangi kebutuhan penasehat hukum bidang hak cipta, tetapi akan meningkatkan kebutuhan para penasehat hukum bidang kontrak. (Slind-Floor, 1999). Pergeseran dari penjualan produk menjadi pemberian layanan, juga menjadikan perubaan cara pandang terhadap perhitungan ``damage'' pada bisnis, yang biasanya terhitung dari ``lost royalties'' akan berubah menjadi ``lost profit'', misal kehilangan kontrak service seperti dukungan teknis.
Salah satu contoh menarik dari perubahan pandangan hukum yang makin menjadi berpihak pada kepentingan publik, bukannya pada kepentingan pengembang teknologi adalah kemungkinan timbulnya ``class action'' dari para pengguna yang merasa dirugikan karena kebijaksanaan produsen. Sebagai contoh adalah kasus pengguna komputer yang menghendaki pengembalian uang pembelian (lebih dikenal dengan Windows Refund). Tampaknya posisi penasehat hukum pada kerangka bisnis Open Source ini akan menjadi lebih kepada public-interest lawyer.
Pandangan konvensional bahwa, orang wajar memperoleh uang dari kepemilikan hak cipta sebagai insentif untuk inovasinya menjadi tidak ada tempatnya dalam kerangka Open Source. Pada awal terbitnya virtual realitiy, e-commerce, dan infomrasi digital, bukankah sudah saatnya mempertanyakan kembali cara perlindungan atas usaha kreatif yang selama ini dilaksanakan melalui asumsi monopoli tersebut ?. Memang sebagian besar penasehat hukum (terutama di Indonesia) masih belum menanggapi dengan perubahan cara pandang ini.
Pergeseran pandangan terhadap nilai hukum dari suatu ``source code'' pun telah terjadi. Bahkan secara ekstreem beberapa orang telah mulai menghubungkan kebebasan terhadap source code ini setara dengan kebebasan berbicara. Dalam hal ini mereka menerapkan pendekatan semiotics pada source code tersebut. Memang perkembangan dari sisi hukum terhadap pola pandang yang cenderung filosofis ini akan masih sulit diterima oleh pihak praktisi hukum yang cenderung melakukan pandangan pragmatis. (Hannibal, 1999).