Faktor Penjunjang Efektivitas Implementasi Restrukturisasi
Efektivitas implementasi Organisasi Perangkat Daerah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 di Provinsi Nusa Tenggara Timur khususnya di lingkup Setda, dipengaruhi oleh sejumlah faktor:
Sumber Dayan Manusia
Untuk pemenuhan kebutuhan sumberdaya aparatur sesuai kualifikasi pendidikan dan pelatihan, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terus berupaya untuk meningkatkan dan melakukan pembinaan administrasi kepegawaian, penyusunan program, pengembangan kepegawaian, mutasi, tata usaha kepegawaian, Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah.
Untuk mendukung tugas tersebut, urusan peningkatan kapasitas sumber daya aparatur Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur didukung 3 program yaitu :
1. Program Pendidikan Kedinasan.
2. Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur.
3. Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur.
Pada tahun 2009, dua sasaran telah dicapai dalam urusan kepegawaian yaitu meningkatnya kompetensi pegawai sesuai bidang tugas pelayanan administrasi kepegawaian dan meningkatnya kompetensi SDM dalam penyelenggaraan tugas.
Peningkatan kompetensi pegawai sesuai bidang tugas pencapaiannya dapat dilihat dari beberapa indikator yakni, jumlah pegawai yang telah mengikuti pendidikan dan latihan (struktural, fungsional, dan teknis); prosentase jumlah pegawai sesuai dengan kebutuhan nyata dan; prosentase pegawai berpendidikan Sarjana ke atas.
Kegiatan di atas dibiayai oleh APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam Tahun Anggaran 2010 melalui Program Pembinaan Pengembangan Aparatur dengan menelan anggaran sebesar Rp.10.746.906.950,- (Sepuluh miliar tujuh ratus empat puluh enam juta sembilan ratus enam ribu sembilan ratus lima puluh rupiah). Pada tahun 2010 tercatat informasi kinerja dengan tingkat capaian cukup tinggi yaitu mencapai angka 96,19%.
Jumlah pegawai berpendidikan S1 ke atas pada tahun 2009 tercatat jumlah pegawai berpendidikan minimal Sarjana (S-1) sebanyak 2.481 dari total 6.603 pegawai atau sedikit meningkat menjadi 37,57 % dari tahun sebelumnya. Indikator kegiatan ini dibiayai oleh APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam Tahun Anggaran 2010 melalui Program Pendidikan Kedinasan dengan menelan anggaran sebesar Rp.673.903.900,- (Enam ratus tujuh puluh tiga juta sembilan ratus tiga ribu sembilan ratus rupiah).
Pada tahun 2010 jumlah ini meningkat menjadi 2.744 dari total 6.744 orang, terdiri dari S-1 berjumlah 2.407 orang, S-2 berjumlah 327 orang dan S-3 berjumlah 10 orang. Pemerintah Provinsi terus berupaya memotivasi seluruh PNS untuk mengembangkan kemampuan dirinya melalui program tugas belajar dan ijin belajar untuk S1, S2, hingga S3 baik melalui Program Tugas Belajar, Ijin Belajar hingga kesempatan belajar ke luar negeri. Harapan akan ketersediaan aparatur lingkup Provinsi Nusa Tenggara Timur yang professional di masa mendatang tentunya semakin banyak untuk menjawab kebutuhan publik secara tepat.
Meskipun demikian, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur terus berupaya melakukan pembenahan terhadap pola pembinaan karir PNS lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk diketahui bahwa saat ini, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur tengah berupaya membenahi sistem manajemen kepegawaian salah satunya dengan mengupayakan tenaga asesor pada unit kepegawaian (assesment center). Sementara itu, penataan administrasi bidang kepegawaian melalui penataan manajemen pembinaan karier berbasis sistem manajemen Kepegawaian (SIMPEG) terus dilakukan. Analisa kebutuhan aparatur (Man Power Planning) yang kajiannya juga melibatkan pihak universitas setempat tetap dijadikan dasar analisis kebutuhan sumber daya aparatur yang terus disempurnakan dari waktu ke waktu.
Disamping upaya peningkatan sumber daya manusia tersebut di atas, ada beberapa faktor penunjang lain menurut hasil wawancara peneliti dengan Sekertaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dikemukakan bahwa faktor penunjang pelaksanaan Organisasi Perangkat Daerah di lingkup Setda dan dinas daerah adalah:
Ø Disiplin pegawai semakin meningkat (baik) sejak diterapkannya absensi sidik jari dan apel setiap hari senin serta apel kesadaran setiap awal bulan. Pelanggaran terhadap ketentuan yang baru ini, bagi pegawai yang terlambat selama enam kali dalam sebulan maka, akan dikenai sanksi dengan pemotongan tunjangan kesejahteraan.
Ø Struktur organisasi yang ramping, rentang kendali yang semakin pendek sehingga lebih mudah menerima dan memberi informasi disamping koordinasi lebih mudah. Sekretaris Daerah sebelum pemberlakuan ketentuan ini memiliki 13 biro namun setelah diberlakukan mengalami penyusutan menjadi 10 biro sehingga lebih mudah dalam melakukan fungsi koordinasi baik dalam interen maupun antara biro dengan instansi luar.
Ø Dukungan dana yang cukup dalam memperlancar pelaksanaan tugas-tugas operasional pada masing-masing unit kerja atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Ø Pembagian tugas dan pemahaman bidang tugas menjadi lebih jelas sehingga tidak adanya tumpang tindih pekerjaan, program dan kegiatan.
Ø Semangat kebersamaan, kekompakan, dan komitmen yang kuat dari pegawai pada semua lini untuk melaksanakan tugas dan fungsi sesuai regulasi yang telah ditetapkan karena suasana kerjanya kondusif.
Ø Motivasi kerja yang semakin kompetitif untuk menunjukkan kinerja yang tinggi sehingga berpeluang untuk dipertahankan dalam jabatan bahkan dipromosikan.
Ø Kesejahteraan (tunjangan kesejahteraan) untuk pegawai telah ditingkatkan mencapai tingkat kelayakan.
Faktor Penghambat Efektivitas Implementasi Penataan Kelembagaan
Selain faktor penunjang efektivitas implementasi restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah sebagaimana penulis kemukakan di atas, dalam pelaksanaan operasional tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan layanan kemasyarakatan masih ditemui sejumlah faktor yang menghambat efektivitas restukturisasi di lingkup Setda dan dinas-dinas daerah. Faktor yang terindenfikasi yang menjadi penghambat implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Perda Nomor 8 Tahun 2008 adalah:
1. Pola pikir dan budaya Pegawai Negeri Sipil
Pola pikir dan budaya sejumlah Pegawai Negeri Sipil belum sejalan dengan tuntutan perubahan organisasi dan struktur organisasi Organisasi Perangkat Daerah yang baru, terutama yang terkena dampak langsung dari penerapan aturan ini, dari hasil wawancara peneliti dengan 20 orang pegawai memiliki angka prosentase yang cukup tinggi yaitu 40% tidak melaksanakan tugas dengan baik sebagaimana dikemukan diatas. Hal ini disebabkan, masih adanya pegawai yang merasa lebih senior, memehuni syarat baik itu pendidikan maupun berpengalaman namun tidak terakomodir dalam jabatan, sehingga sangat berpengaruh pada hubungan sikologis antara atasan dengan bawahan. Situasi demikian sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga sehingga proses pelaksanaan program kerja lembaga menjadi terhambat dalam pencapaian tujuannya. Untuk itu, kondisi ini perlu mendapat perhatian yang serius, misalnya dengan memberikan skala prioritas pada saat proses mutasi untuk menduduki jabatan;
2. Sumber daya manusia baik intelektual maupun karakter.
Hal yang paling penting dalam mencapai tujuan organisasi adalah apabila tugas dan tanggung jawab dilaksanakan dengan sepenuh hati. Aparatur yang memiliki kemampuan intelektual yang memadai namun tidak diimbang dengan akrakter diri yang baik juga menjadi kendala dalam penyelenggaraan pemerintahan. Untuk itu, salah satu cara adalah Pemda berusaha untuk terus melakukan perbaikan karakter aparatur Pegawai Negeri Sipil melalui pembinaan rohani setiap hari Jum'ad yang wajib diikuti oleh semua pegawai lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Selain Sumber Daya Manusia dalam hal karekter tersebut di atas, sumber daya manusia dalam hal peningkatan taraf pendidikan juga perlu secara terus menerus dan berkesinambungan ditingkatkan, mengingat data tingkat pendidikan Pegawai Negeri Sipil pada lingkup Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur masih menunjukan angka yang cukup tinggi yaitu untuk lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur berjumlah 2734 atau 40% dari jumlah keseluruhan PNS sebanyak 6905 orang dan Sekretariat Daerah sebanyak 259 atau sebesar 35% tinggi kedua setelah Sarjana (SI). Dengan melihat pesatnya perkembangan saat ini dan tuntutan masyarakat yang semakin kompleks, maka untuk menjawabnya pemerintah perlu terus meningkatkan sumber daya aparatur melalui program pendidikan dan pelatihan untuk menghadapi tantangan tersebut.
Disamping dua faktor penghambat tersebut, dari hasil wawancara dengan Sekertaris Daerah, penulis mengidentifikasikan beberapa faktor penghambat lain yang juga berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Sekretariat Daerah saat ini adalah:
a. Rendahnya disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil yang non jabatan mempengaruhi efektivitas kerja unit yang bersangkutan.
b. Kurangnya kerjasama antara pegawai yang dimutasikan dengan pegawai yang lainnya pada unit kerja yang baru.
c. Penggabungan Biro Humas kedalam Biro Umum menyebabkan pelak-sanaan tugas dan fungsi kehumasan terutama dalam mengekspose kegiatan gubernur dan pembangunan kurang berjalan secara efektif.
d. Adanya trauma kehilangan jabatan, tunjangan dan fasilitas, SDM aparatur belum semuanya siap menerima perubahan.
e. Penempatan sejumlah pejabat struktural tidak sesuai kompetensi, Ketersediaan tenaga/ Pegawai Negeri Sipil yang non struktur yang tidak ditunjang dengan kualitas SDM yang memadai untuk mengemban tugas tertentu.
Dari semua faktor penghambat implementasi Organisasi Perangkat Daerah di lingkup Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana dikemukakan di atas ternyata yang dominan adalah hambatan Individu. Adanya prasangka buruk terhadap perubahan, pengangkatan dan mutasi pejabat pasca restrukturisasi dapat mempengaruhi persepsi individu para pegawai terhadap suatu situasi yang dapat menyebabkan mereka menginterprestasikan perubahan sesuai dengan keinginan mereka untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Alasan lain adalah adanya stress dan ketidaknyamanan dalam bekerja dalam unit yang digabungkan, baik untuk pejabat maupun pegawai terutama mereka yang dimutasikan dan non jabatan. Pegawai mengembangkan kebiasaan-kebiasaan rutin yang dapat mempermudah mereka untuk mengendalikan situasi dan membuat keputusan- keputusan yang sudah terprogram. Ketika rutinitas terganggu maka pegawai mengalami stress sehingga pegawai cenderung kembali pada kebiasaan-kebiasaan lama dan tidak fokus pada pekerjaan dan target hasil yang ditetapkan.