Mencari ilmu wajib bagi setiap muslim
Kita menyadari betul, bahwa kita ummat Islam jauh tertinggal dengan ummat lain, dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sungguh jelas bahwa sebab-sebab kemunduruan masyarakat muslim pada abad-abad terakhir ini adalah karena kita menyerahkan studi ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut kepada orang lain, padahal kita sendiri harus lebih mempelajari, dan ini membuat kita sendiri tergantung kepada orang-orang lain. Sudah waktunya kita harus mulai memusatkan perhatian pada masalah perlunya mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi dalam prospektif Al-Qur’an dan Al Sunnah.
Dalam hal ini ada beberapa alasan yang harus dikemukakan pada tulisan ini;
- Jika pengetahuan dari suatu ilmu merupakan persyaratan pencapaian tujuan-tujuan Islam sebagaimana dipandang oleh syariah, maka mencarinya merupakan kewajiban, karena ia merupakan kondisi awal untuk memenuhi kewajiban syariah.
- Masyarakat yang dikehendaki oleh Al-Qur’an adalah masyarakat yang agung dan mulia, bukan masyarakat yang takluk dan bergantung kepada orang-orang kafir, seperti bisa dilihat dalam ayat Al-Qur’an dibawah ini;
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman (An Nisaa’, 141).
Agar dapat merealisasikan tujuan yang dibahas oleh Al Qur’an ini, masyarakat Islam benar-benar-benar harus memiliki kemerdekaan kultural, politik dan ekonomi. Pada gilirannya, hal ini membutuhkan pelatihan. Pendidikan para spesialis kaliber tinggi di dalam segala lapangan dan penciptaan fasilitas-fasilitas ilmiah dan teknik dalam masyarakat Islam. Sungguh jelas sebab-sebab kemunduran masyarakat kaum muslim pada abad-abad terakhir ini adalah karena kita menyerahkan studi ilmu-ilmu tersebut kepada orang lain, padahal kita harus lebih mempelajarinya, dan ini membuat kita sendiri tergantung kepada orang lain. Tidak haruskah kaum muslim memperalat dirinya dalam setiap hal untuk untuk mempertahankan diri dari orang-orang kafir, sebagaimana ditekankan oleh ayat di bawah ini?
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka dengan kekuatan apa saja yang kamu sanggupi ….. sehingga kalian dapat menggetarkan musuh Allah dan musuh kalian …” (Al Anfal, 60).
Dan tidakkah benar bahwa dalam dunia kita sekarang ini, memiliki alat-alat pertahanan untuk menghadapi musuh-musuh Islam memerlukan seluruh bentuk know-how(ketrampilan), keilmuan dan teknis? Lantas kenapa kita orang-orang Islam tidak memberikan perhatian penuh terhadap masalah persiapan diri kita secara cukup untuk pertahanan diri?
Di abad modern, kehidupan manusia tak dapat dipecahkan kecuali dengan upaya pengembangan ilmiah, dan kunci untuk sukses di dalam seluruh urusan bersandar pada ilmu. Karena itu, adalah kewajiban sarjana muslim dan para peneliti yang terlibat dalam bidang pendidikan untuk meraih pengetahuan tehnik dan ilmiah yang lengkap dan mutakhir. Jika tidak masyarakat kita benar-benar akan di bawah dominasi satu adikuasa atau yang lain. Peringatan yang diberikan oleh Imam Ja’far Al Shadiq perlu kita renungkan: “Seorang yang sadar akan zamannya tidak disibukkan oleh masalah-masalah yang tidak diinginkan”.
3. Al Qur’an menyuruh manusia mempelajari sistem dan skema penciptaan, keajaiban-keajaiban alam, sebab-sebab dan akibat-akibat seluruh benda-benda yang ada, kondisi-kondisi organisme hidup; pendeknya, seluruh tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di alam eksternal dan kedalaman-kedalaman batin jiwa manusia. Al Qur’an menyuruh berfikir dan merenungkan seluruh aspek-aspek penciptaan dan menuruh manusia menggunakan nalar dan fakultas-fakultas lainnya untuk menemukan rahasia-rahasia alam (QS 50:6-8; QS 88:17-20; QS 29:20; QS 51:20-21, QS 3:190-191; QS 2:164).
Tentunya, tidak harus setiap orang mampu membaca “kitab” alam. Al Qur’an memandang hanya orang-orang yang berilmulah yang dapat mengambil manfaat dari kitab alam itu, sebagaimana dapat dilihat pada Surat Faatar, 27-28. Al Qur’an hanya menghargai orang-orang berilmu, yang dapat menunjukan keagungan dan kehebatan ciptaan Allah dan yang memiliki kerendahan hati, yang dihasilkan oleh ilmu mereka tentang kekuatan Ilahi dan kebesaran-Nya. Hal ini ditekankan oleh ayat-ayat lain dalam Al Qur’an:
Dan perumpamaan-perumpamaan, ini kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu (QS 29:43)
Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim (QS 29:43).
Tentunya, sebagaimana disebutkan oleh ayat-ayat tersebut di atas, memahami “tanda-tanda” Pencipta, hanya mungkin bagi orang terdidik dan bijak yang berjuang menggali rahasia-rahasi alam dan yang telah mendapatkan ilmu di dalam bidang-bidang studi mereka. Jika tidak, pengenalan superfisial terhadap “kitab penciptaan” ini saja tidak akan cukup mengungkapkan hal yang sebenarnya. Suatu awal pemahaman kitab alam yang tepat hanya bisa dicapai lewat ilmu-ilmu semacam matematika, fisika, kimia,a stronomi, botani, zoologi dan biomolekuler (yang bisa kita sebut sebagai ilmu kealaman). Dengan pertolongan ilm-ilmu tersebut dan ilmu rasional kita dapat menyimak hukum-hukum alam membuka keajaiban aturan (order) dan skema penciptaaan yang mengatur alam.
4. Alasan lain untuk mempelajari fenomena-fenomena alam dan skema penciptaaan alam adalah bahwa ilmu tentang hukum-hukum alam dan karakteristik-karateristik benda-benda serta orgnisme dapat berguna untuk perbaikan kondisi hidup (QS 16:12-16; QS 31:20; QS 45:13).
Menurut Al Qur’an, mempelajari kitab alam akan mengungkapkan rahasia-rahasianya kepada manusia dan menampakkan koherensi (keterpaduan), konsistensi dan aturan di dalamnya. Ini akan menungkinkan manusia untuk menggunakan ilmunya sebagai perantara untuk menggali kekayaaan-kekayaan dan subber-sumer yang tersembunyi di dalam alam dan mencapai kesejahteraan material lewat penemuan-penemuan ilmiahnya. Allah SWT telah menunjuk manusia sebagai wakil dan khalifah-Nya di atas bumi dan diberinya kesempatan-kesempatan yang tidak terbatas. Ia harus mengenal potensi-potensi dirinya, memanfaatkan kesempatan-kesempatan itu, dan meperoleh kekuatan dan kebijaksanaan yangs esuai dengan peranannya sebagai wakil Allah di muka bumi idan sebagai buah “tanda” kebijaksnaaan dan kemahatahuan Allah.
Tujuan utama hidup manusia adalah mendekatkan diri pada Allah dan mendapatkan ridha-Nya; aktivitas-aktivitasnya harus difokuskan pada arah ini. Segala sesuatu yang mendekatkan diri kepada Allah atau petunjuk-petunjuk pada arah tersebut adalah terpuji. Jadi, ilmu hanya berguna jika dijadikan alat untuk mendapatkan pengetahuan tentang Allah, keridhaan dan kedekatan kepada-Nya. Jika tidak, ilmu itu sendiri akan menjadi penghalang yang besar, apakah ia tercakup dalam ilmu-ilmu kealaman maupun ilmu-ilmu syariah.
Jelaslah bahwa menyembah Allah tidak sekedar lewat shalat, puasa dan lain sebagainya. Nyatanya, suatu gerakan menuju taqarrub (kedekatan) kepada Alllah selalu dianggap sebagai ibadah. Salah satu cara untuk menolong manusia dalam perjalanannya menuju Allah adalah ilmu, dan dalam hal semacam inilah ilmu dipandang bernilai. Dengan bantuan ilmu, seorang muslim, dengan berbagai cara dan upaya ber-taqarrub kepada Allah., yaitu:
(1) dia dapat meningkatkan pengatahuannya akan Allah,
(2) dia dengan efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan merealisasikan tujuan-tujuannya,
(3) dia dapat membimbing orang lain,
(4) dia dapat memcahkan berbagai problem masyarakat.
Ilmu yang digunakan dalam cara-cara di atas dipandang bermanfaat, jika tidak, ia tidak akan memiliki nilai yang nyata. Setiap ilmu yang tidak menolong manusia di jalannya menuju Allah adalah sama dengan muatan buku yang dibawa di atas punggung keledai.