Pengertian Serta Fungsi Etika Dan Moral
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno yakni Ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan.
James J.Spillane SJ berpendapat bahwa etika atau ethics memperhatikan dan mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia :
(1)etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk serta tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
(2)moral memiliki arti: a) ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, asusila; b) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, isi hati atau keadaan perasaan.
Moral merupakan landasan dan patokan bertindak bagi setiap orang dalam kehidupan sehari-hari ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan maupun dalam lingkungan keluarga dan yang terpenting moral berada pada batin dan atau pikiran setiap insan sebagai fungsi kontrol untuk penyeimbang bagi pikiran negatif yang akan direalisasikan.
Moral sebenarnya tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya, setempat yang diyakini kebenarannya. Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Hal tersebut akan lebih mudah kita pahami manakala mendengar orang mengatakan perbuatannya tidak bermoral. Perkataan tersebut mengandung makna bahwa perbuatan tersebut dipandang buruk atau salah karena melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Franz Magnis suseno membahas, ajaran tentang moral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan entah lisan atau tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Ajaran moral bersumberkan kepada berbagai manusia dalam kedudukan yang berwenang, seperti para bijak, antara lain para pemuka agama dan masyarakat, tulisan-tulisan para bijak.
Sumaryono mengklasifikasikan moralitas atas:
1.moralitas objektif
Moralitas perbuatan yang melihat perbuatan manusia sebagaimana apa adanya. Jadi perbuatan itu mungkin baik atau buruk, mungkin benar atau salah terlepas dari berbagai modifikasi kehendak bebas yang dimiliki oleh setiap pelakunya. Contoh: membunuh merupakan perbuatan tidak baik.
2.moralitas subjektif
Moralitas perbuatan yang melihat perbuatan manusia tidak sebagaimana adanya karena dipengaruhi oleh sejumlah faktor pelakunya, seperti emosional,latar belakang, pengetahuan, dsbnya.
3.moralitas intrinsik
Moralitas perbuatan yang menentukan suatu perbuatan atas benar atau salah, baik atau buruk berdasarkan hakikatnya terlepas tidak bergantung dari pengaruh hukum positif, contohnya berilah kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Hal tersebut pada dasarnya sudah merupakan kewajiban. Meskipun kemudian diatur dalam hukum positif, tidaklah memberikan akibat yang signifikan.
4.moralitas ekstrinsik
Moralitas perbuatan yang menentukan suatu perbuatan benar atau salah, baik atau buruk berdasarkan hakikatnya bergantung dari pengaruh hukum positif. Hukum positif dijadikan patokan dalam menentukan kebolehan dan larangan atas suatu perbuatan.
EY. Kanter tidak hanya membahas etika pada wilayah individu akan tetapi terdapat pendapatnya, bahwa moralitas individu mendapat ruang gerak dalam wilayah moralitas masyarakat (publik). Moralitas publik adalah moralitas yang terwujud dan didukung oleh wilayah publik, artinya didukung oleh struktur kekuasaan politik, ekonomi dan ideologi. Mutu moralitas publik banyak ditentukan oleh pelaksanaan kepemimpinan dalam suatu negara, misalkan cara pengambilan keputusan dibuat dengan etis ataukah tidak. Etika merefleksikan mengapa seseorang harus mengikuti moralitas tertentu atau bagaimana kita mengambil sikap yang bertanggung jawab ketika berhadapan dengan berbagai moralitas.
Pengertian moral, menurut Bartens yang dikutip oleh Abdul Kadir Muhammad menyatakan bahwa kata yang sangat dekat dengan etika adalah moral. Kata ini berasal dari bahasa latin “mos”, jamaknya mores yang juga berarti adat kebiasaan. Secara etismologis kata etika sama dengan kata moral yang mengandung pengertian adat kebiasaan. Perbedannya dari bahasa asalnya yakni etika berasal dari bahasa Yunani,sedangkan moral berasal dari bahasa latin.
Pemahaman persamaan antara etika dan moral dapat diartikan sebagai suatu nilai dan norma yang berfungsi sebagai patokan dan panutan bagi setiap person ataupun kelompok, maupun dalam sosial kemasyarakatan dalam mengatur tingkah lakunya.
Liliana Tedjosaputro membagi moralitas kedalam dua bagian yakni:
(1)moralitas dapat bersifat intrinsik, berasal dari diri manusia itu sendiri sehingga perbuatan manusia itu baik atau buruk terlepas atau tidak dipengaruhi oleh peraturan hukum yang ada;
(2)moralitas yang bersifat ekstrinsik, penilaiannya didasarkan pada peraturan hukum yang berlaku, baik yang bersifat perintah ataupun larangan. pelaksanaan peraturan hukum membutuhkan moral dari pelaku. Hukum meskipun harus mengacu pada kepentingan sosial kemasyarakatan agar tercapai suatu kepastian dan keadilan hukum, namun produk hukum itu sendiri tidak dapat lepas dari produk politik yang tidak dapat mengcover seluruh kehendak masyarakat, sehingga pelaksanaan hukum dengan baik dan ikhlas sesungguhnya bergantung pada moral setiap individu, bukan bergantung pada sifat memaksa dari hukum. Guna memudahkan pengertian tersebut maka dapat diberikan suatu gambaran manakala seseorang tidak melaksanakan suatu peraturan ataupun etika maka orang tersebut merasa sebagai beban moral.
Shidharta mengemukakan, setiap manusia yang sehat secara rohani pasti memiliki sikap moral dalam menghadapi keadaan-keadaan yang menyertai perjalanan hidupnya. Sikap moral ini ada yang hadir begitu saja tanpa harus disertai pergulatan atas pilihan-pilihan dilematis,namun ada pula sikap moral yang perlu direnungkan secara mendalam sebelum ditetapkan menjadi suatu keputusan. Sikap moral itulah yang pada umumnya dijadikan pedoman bagi manusia ketika mengambil suatu tindakan. Renungan terhadap moralitas tersebut merupakan pekerjaan etika. Dengan demikian,setiap manusia siapapun dan apapun profesinya membutuhkan perenungan-perenungan atas moralitas yang terkait dengan profesinya. Dalam konteks inilah lalu timbul suatu cabang etika yang disebut etika profesi.
Etika merupakan hasil perenungan dari moralitas yang dirasakan perlu adanya etika dalam kehidupan, karena merupakan kewajiban moral untuk mewujudkan sesuatu yang baik baik bagi diri sendiri, kelompok, masyarakat, maupun bangsa dan negara.
Pendapat Imanuel Kant, diterjemahkan oleh Lili Tjahjadi tentang membedakan moralitas menjadi dua:
(1)moralitas hetronom, sikap dimana kewajiban ditaati dan dilaksanakan bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak sipelaku sendiri, misalnya karena mau mencapai tujuan yang diinginkan ataupun karena perasaan takut pada penguasa yang memberi tugas kewajiban itu;
(2)moralitas otonom, kesadaran manusia akan kewajiban yang ditaatinya sebagai suatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sebagai hal yang baik. Didalam moralitas otonom orang mengikuti dan menerima hukum bukan lantaran mau mencapai tujuan yang diinginkannya taupun lantaran takut pada penguasa, melainkan itu dijadikan kewajiban sendiri berkat nilainya yang baik. Moralitas demikian menurut Kant disebut sebagai otonom kehendak yang merupakan prinsip tertinggi moralitas, sebab ia berkaitan dengan kebebasan, hal yang hakiki dari tindakan mahluk rasional atau manusia
Pendapat lain menyatakan moral berasal dari dalam relung hati yang terdalam sehingga perbuatan baik ataupun buruk sebenarnya dirinya sendiri sebagai penilai utama, sedangkan etika merupakan manifestasi dari moral yang berasal dari adat kebiasaan dan sosial kemasyarakatan yang telah berproses menjadi suatu bentuk etika sebagai pedoman bertindak baik ranah formal maupun non formal sehingga sering dikatakan suatu perbuatan baik bila dilaksanakan maka telah beretika serta sebaliknya dikatakan tidak beretika.
Mengutip dari Srisumantri, bahwa Nilai-nilai etika dan moral harus diletakkan sebagai landasan atau dasar pertimbangan dalam setiap kegiatan di bidang keilmuan. Tahap tertinggi dalam kebudayaan moral manusia, ujar Charles darwin, adalah ketika menyadari bahwa kita seyogyanya mengontrol pikiran kita.
Pikiran merupakan faktor penentu dan pemutus suatu tindakan yang akan kita lakukan, pikiran yang baik dapat menghasilkan moral atau etika yang baik sedangkan pikiran yang buruk akan menghasilkan tindakan yang buruk, yang perlu dipahami bahwa segala gerakan organ tubuh merupakan pikiran sebagai pemimpin. Pada kondisi manusia yang telah mampu mempergunakan pikiran sebagai filter atau alat kontrol bagi perbuatannya maka hal yang buruk dapat ditiadakan minimal dapat ditekan.
Pendapat Alvin Tofler yang diterjemahkan Koesdyantinah memberi gambaran betapa manusia dewasa ini dan dimasa-masa mendatang akan mengalami indeks kesementaraan, yang mengakibatkan manusia terjebak dalam keanekaragaman gaya hidup dan banyak kepribadian. Menurutnya,”Apabila keanekaragaman bertemu dan berpadu dengan kesementaraan dan kebaruan, masyarakat akan meroket kesuatu krisis adaptasi yang historis. Kita akan menciptakan lingkungan yang demikian sementaranya asingnya dan kompleksnya sehingga mengancam jutaan orang dengan kehancuran adaptif. Kehancuran ini adalah kejutan masa depan”.
Ajaran-ajaran moral guna meningkatkan moralitas agar manusia menjadi baik, sedangkan etika bertugas memberikan argumentasi rasional dan kritis guna mendukung ajaran moral. Dalam perkembangan jaman yang makin kompleks timbullah tantangan yang dihadapi oleh ajaran-ajaran moral makin kompleks. Indoktrinasi dalam ajaran-ajaran moral akan sering dipertanyakan jika tidak lagi mampu memberikan orientasi yang jelas bagi penganutnya. Kekaburan orientasi itu muncul justru karena bertambah banyaknya ragam orientasi yang ada. Salah satu dari keragaman itu ditandai oleh berbagai ideologi yang saling menawarkan diri sebagai pilihan terbaik. Padahal apa yang baik menurut satu pihak sering dianggap buruk oleh yang lainnya. Etika yang telah disepakati oleh setiap kelompok akan menepis kehilangan orientasi sehingga kebenaran sebenarnya bersifat relatif karena kebenaran merupakan produk pikiran masing-masing sehingga perlu adanya kesepakatan yang tentunya tidak dapat melepaskan diri dari kebenaran universal.
Lilana memaparkan bahwa,dalam perkembangannya kajian etika, terdapat banyakaliran-aliran didalamnya. Beberapa aliran penting dalam etika adalah sebagai berikut:
1.etika naturalisme ialah aliran yang beranggapan bahwa kebahagiaan manusia itu didapatkan dengan menurutkan panggilan natura (fitrah) kejadian manusia sendiri;
2.etika hedonisme ialah aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu adalah perbuatan yang menimbulkan hedone (kenikmatan dan kelezatan);
3.etika utilitarianisme ialah aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia itu ditinjau dari kecil dan besarnya manfaatbagi manusia (utility=manfaat);
4.etika idealisme ialah aliran yang berpendirian bahwa perbuatan manusia janganlah terikat pada sebab musabab lahir, tetapi haruslah berdasarkan pada prinsip kerohanian (idea) yang lebih tinggi;
5.etika vitalisme ialah aliran yang menilaibaik buruknya perbuatan manusia itu sebagai ukuran ada tidak adanya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu;
6.etika theologis ialah aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia itu dinilai dengan sesuai dan tidak sesuainya perbuatan itu dengan perintah Tuhan (Theos=Tuhan).
Franz Magnis Suseno mengemukakan pendapat tentang, etika berfungsi untuk membantu manusia mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan. Etika adalah pemikiran sistematis dan yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. Pengertian ini perlu dicari dengan landasan pemikiran sebagai berikut:
1.kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral. Dalam keseharian kita banyak bertemu dan bergaul dengan berbagai orang dan karakter yang serba berbeda dari suku yang beragam, daerah asal yang bervariasi, agama berbeda, dan sebagainya. Kita ada ditengah-tengah pandangan mengenai etika dan moral yang beraneka ragam bahkan tidak jarang saling bertentangan sehingga kita bingung mengikuti moralitas yang mana. Untuk menentukan pilihan itulah perlu refleksi kritis etika.
2.Kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang kian lama menuju modernisasi. Meski masih belum dijumpai batasan baku tentang makna modernisasi, konsep ini membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang akibatnya menentang pandangan-pandangan moral tradisional.
3.Proses perubahan sosial budaya dan moral ternyata tidak jarang digunakan berbagai pihak untuk memancing di air keruh. Adanya pelbagai ideologi yang ditawarkan sebagai penuntun hidup, masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup. Etika dapat dijadikan tatanan untuk mengkritisi secara objektif dan memberi penilaian agar tidak mudah terpancing, tidak naif, atau ekstrem untuk cepat-cepat menolak hanya karena masih relatif baru dan belum biasa.
4.Etika juga diperlukan oleh kaum agama yang disatu pihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, dilain pihak sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu
Refleksi kritis etika tidak hanya untuk menentukan moralitas mana yang dipakai karena terdapat norma yang bertentangan. Refleksi kritis etika merupakan alat untuk memecahkan permasalahan moral, seperti perubaham moral yang diakibatkan oleh proses transformasi menuju modernisasi yang menentang keberadaan pandangan moral tradisional.
Etika yang berkaitan dengan etika profesi merupakan etika yang senantiasa mengikuti perkembangan modernisasi yang tak dapat dibendung, sehingga perlunya etika yang kritis untuk mengatasi kendala yang ada. Tidak dapat dipungkiri penyandang profesi, pemuka masyarakat/adat, filosof, hukum yang berfungsi sebagai salah satu faktor penentu etika yang kritis.
Keadilan, kepastian hukum, equality before the law merupakan harapan moral masyarakat yang masih terus diperjuangkan.
ETIKA CABANG DARI FILSAFAT
Filsafat dapat dimaknai sebagai pandangan hidup, tentunya pandangan hidup yang cinta akan kebijaksanaan, disis lain filsafat dapat diartikan sebagai ilmu yang selalu mencari hakekat yang terdalam.
Filsafat sebagai pandangan hidup merupakan suatu produk nilai atau sistem nilai yang diyakini kebenarannya dan dapat dijadikan pedoman perilaku oleh individu, kelompok, masyarakat.
Pada prinsipnya cabang filsafat dapat dikelompokkan pada tiga cabang filsafat yaitu:
(1) ontologi;
(2)epistemologi;
(3)aksiologi.
Ontologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang keberadaan sesuatu. Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang asal, syarat susunan, metode, dan validitas pengetahuan. Aksiologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki tentang hakikat nilai, kriteria, dan kedudukan suatu nilai. Pada kelompok aksiologi dapat dimasukkan cabang-cabang filsafat etika dan estetika. Dapat disimpulkan etika merupakan cabang dari filsafat tentang hakikat nilai atau aksiologi yang merupakan nilai berkaitan dengan sikap dan perilaku manusia atau kelompok manusia. Etika membahas tentang nilai-nilai yang baik bagi manusia dan nilai inilah dikenal sebagi moral.
Menurut EY.Kanter : Etika sama artinya dengan filsafat moral atau ilmu tentang moralitas. Etika bukan sumber tambahan bagi ajaran moral melainkan filsafat atau pemikiran rasional-kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Jadi etika bukan sebuah ajaran melainkan sebuah ilmu.
Filosof Plato mengungkapkan filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada. Filsafat merupakan ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang didalamnya mencakup empat persoalan sebagai berikut:
A)apakah yang dapat kita ketahui ? Pertanyaan tersebut dijawab oleh metafisika (ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal yang non fisik atau tidak terlihat).
B)apakah yang boleh kita kerjakan ? Pertanyaan tersebut dijawab oleh etika.
C)sampai dimananakah pengharapan kita ? Pertanyaan tersebut dijawab oleh agama.
D)apakah yang dinamakan manusia ? Pertanyaan tersebut dijawab oleh antropologi (ilmu tentang manusia).
Mengamati pemikiran plato maka makin mendukung opini bahwa etia merupakan bagian dari filsafat hal tersebut merupakan jawaban terhadap tujuan utama dari filsafat yang berarti cinta akan kebijaksanaan adalah untuk kebaikan umat manusia yang bijaksana penuh dengan kedamaian. Guna mendukung pendapat Plato dapat kita padukan dengan pendapat Aristoteles yang dikutip dari I Gede A.B.Wiranata sebagai berikut:
“ Pembagian filsafat menurut Aristoteles
a. Filosofia teoritika/spekulatif
Filsafat yang bersifat objektif, yang terdiri atas:
1.fisika (mengkaji tentang dunia materiil);
2.matematika (mengkaji tentang barang menurut kuantitasnya);
3.metafisika (mengkaji tentang “ada”).
b. Filosofia praktika (Filsafat yang memberi petunjuk dan berbagai pedoman mengenai tingkah laku hidup dan kesusilaan yang seharusnya dilakukan/diperbuat), yang meliputi:
1.etika (mengkaji tentang kesusilaan dalam hidup perseorangan);
2.ekonomia (mengkaji tentang kesusilaan dalam hidup kekeluargaan);
3.politika (mengkaji tentang kesusilaan dalam tantanan hidup kenegaraan).
Filosofia produktiva (pencipta) (filsafat yang mengkaji dan membimbing serta menuntun manusia tentang pengetahuan sehingga menjadikan manusia produktif melalui sebuah ketrampilan yang bersifat khusus)”.
Aristoteles merupakan tokoh filsafat yang menempatkan etika sebagai pembahasan utama dalam tulisannya “Ethika Nichomachela” dengan pendapatnya, tata pergaulan dan penghargaan seorang manusia, yang tidak didasarkan oleh egoisme atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan kepada hal-hal yang alruistik, yaitu memperhatikan orang lain.
Menurut Srisumantri yang dikutip dari Liliana, filsafat dalam perkembangannya antara lain mencakup:
1.epistimologi (filsafat pengetahuan);
2.etika (filsafat moral);
3.estetika (filsafat seni);
4.metafsika;
5.filsafat politik;
6.filsafat;
7.filsafat agama;
8.filsafat pendidikan;
9.filsafat hukum;
10.filsafat sejarah;
11.filsafat matematika.
Sebagai bagian filsafat dan bahkan sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua, maka etika juga dikembangkan sebagai bagian dari kajian ilmu pengetahuan.
Filosof H.De Vos juga menyatakan etika sebagai bagian dari filsafat.
Etika dapat dibedakan menjadi, etika umum dan etika khusus. Etika umum membahas tentang prinsip moral, pengertian dan fungsi etika, tanggung jawab, suara hati. Etika khusus merupakan etika yang sudah dikaitkan dengan konteks bidang tertentu, kehidupan pribadi, antar pribadi.
Etika dapat dikaji dari berbagai aspek, akan tetapi secara garis besar terdapat tiga aspek yang dominan dalam mempelajari etika yaitu:
1)aspek normatif
aspek normatif ialah aspek yang mengacu pada norma-norma/standar moral yang diharapkan untuk mempengaruhi perilaku, kebijakan, keputusan, karakter individual, dan struktur profesional. Dengan aspek ini diharapkan perilaku dengan segala unsur-unsurnya tetap berpijak pada norma, baik norma-norma kehidupan bersama ataupun norma-normamoral yang diaturdalam standar profesi bagi kaum profesi;
2)aspek konseptual
diarahkan pada penjernihan konsep-konsep/ide-ide dasar, prinsip-prinsip, problema-problema dan tipe-tipe argumen yang dipergunakan dalam membahas isu-isu moral dalam wadah kode etik. Kajian konseptual ini juga untuk mempertajam pemahaman-pemahaman kode etik dengan tetap menekankan pada kepentingan masyarakat dan organisasi profesi itu sendiri;
3)aspek deskriptif
kajian ini berkaitan dengan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dan spesifikasi yang dibuat untuk memberikan gambaran tentang fakta-fakta yang terkait dengan unsur-unsur normatif dan konseptual. Aspek ini memberikan informasi tentang fakta-fakta yang berkembang, baik di masyarakat maupun dalam organisasi profesi, sehingga penanganan aspek normatif dan konseptual dapat segera direalisasikan.
Etika merupakan cabang filsafat sebagai ilmu yang merupakan philosopical study of morality, sehingga subyek yang melakukan etika adalah manusia, dengan demikian etika sebagai filsafat manusia.