Pengertian Umum Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi
mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan
dari penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan
siswa selama belajar. Model pembelajarn itu pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara
khas oleh guru. Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode dan teknik
pembelajaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimakdud dengan model
pembelajaran adalah “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
maksud di dalam ilmu pengetahuan, cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan”. (Depdikbud, 1988: 580).
Dengan demikian sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar
Mengajar, bahwa model pembelajaran adalah cara mengajar, artinya
menciptakan situasi belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran
(Depdikbud, 1994: 4).
Menurut Dorin, Demmin dan Gabel (1990: 12) dalam Ella Yulaelawati (2004:
50) “Sebuah model merupakan gambaran mental yang membantu kita
menjelaskan sesuatu yang lebih jelas terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat
atau dialami secara langsung.”
Sedangkan menurut Ryder (2003: 33) dalam Ella Yulaelawati (2004: 56),
“Model seperti mitos dan metaphor yang dapat membantu kita memahami
sesuatu. Apakah model itu diturunkan oleh seseorang atau merupakan hasil
dari penelitian, setiap model menawarkan pemahaman tertentu secara lebih
mudah.”
Selanjutnya menurut Trianto (2007: 3) model pembelajaran merupakan
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu
dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru
dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola
pemikiran yang disajikan secara utuh. Model dapat berupa skema, bagan,
gambar dan tabel, karena didalam sebuah model menjelaskan keterkaitan
berbagai komponen dalam suatu pola pemikiran yang disajikan secara utuh
dan dapat membantu kita melihat kejelasan dan keterkaitan secara lebih cepat,
utuh, konsisten dan menyeluruh.
Model Pembelajaran PKn
Proses pembelajaran adalah konteks interaktif dimana paras siswa terlibat
dalam berbagai pengalaman belajar (learning experiences) yang
memungkinkan perkembangnya kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik dengan pengarahan guru. Dalam proses tersebut sekurangkurangnya
terpaut dua persoalan pokok kurikuler yakni “apa yang dapat
dipelajari” dan “bagaimana hal itu dapat dipelajari”. persoalan pertama
menunjuk pada isi (content) dan kedua menunjuk pada aktivitas (process)
kedua hal tersebut tidak bias dipisahkan. Dalam banyak hal isi menentukan
proses, akan tetapi juga dalam kesempatan lain proses mewarnai isi.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari
penerapan suatu pendekatan, metode dan tehknik pembelajaran.
Esensi tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang didukung oleh model-model
yang berorentasi pada pembinaan pribadi ialah “penghayatan dan pengamalan
nilai-nilai pancasila”. Dalam kerangka konsep “Confluent taxonomy” proses
penghayatan dan pengamalan ini tidak terlepas dari proses penalaran. Karena
itu penerapan model-model pembinaan pribadi merupakan salah satu sarana
bagi terbinanya pribadi siswa yang mencerminkan esensi nilai moral
pancasila.
Sedangkan menurut Udin Saripuddin (1989: 127) dalam Joyce dan Weil
(1986) mengelompokkan model-model pembelajaran sebagi berikut :
- Kelompok model pengolahan informasi atau “The Information
Processing Family”.
Model pembelajaran pengolahan informasi menitik beratkan pada
cara-cara memperkuat dorongan-dorongan internal untuk memahami
dunia ini dengan cara menggali dan mengorganisasaikan data,
merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya
dan mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya.beberapa
model dalam kelompok ini memberikan kepada siswa sejumlah
konsep, sebagian lagi menitikberatkan pada pembentukan konsep,
dan pengetesan hipotesis, dan sebagian lainnya memusatkan
perhatian pada pengembangan kemampuan kreatif.
- Kelompok model personal atau “The Personal Family”.
Model personal beranak dari pandangan kedirian atau “ selfhood”
dari individu. Proses pendidikan sengaja diusahakan untuk
memungkinkan siswa dapat memahami diri sendiri dengan kelompok
model personal memusatkan perhatian pada pandangan perorangan
dan berusaha menggalakkan kemandirian yang produktif, sehingga
manusia menjadi sadar diri dan bertanggung jawab atas tujuannya.
- Kelompok model sosial atau “The Social Family”. Kelompok model sosial ini dirancang untuk memanfatkan kerjasama.
Dengan kerjasama dapat membangkitkan dan menghimpun tenaga
atau “energy” secara bersama yang kemudian disebut “synergy”
- Kelompok model sistem prilaku “ The Behavioral Family”.
Dasar teoritik umum dari kelompok model ini adalah teori-teori
belajar social “social learning theoris”. Model ini dikenal pula
sebagai model modifikasi prilaku atau “Bihavioral Modification”.
Terapi prilaku atau “Behavioral The Therapy”, dan Sibernetika atau
“Cybernetics”. Dasar pemikiran dari kelompok model ini ialah
sistem komunikasi yang mengoreksi sendiri yang memodifikasi
prilaku dalam hubungannya dengan bagaimana tugas-tugas
dijalankan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, model ini
memusatkan perhatian pada prilaku yang terobservasi atau “overt
bahavior”, dan metode dan tugas yang diberikan dalam rangka
mengkomunikasikan keberhasilan.
Khusus mengenai pendidikan kewarganegaraan (PKn) Simon, Howe, dan
Kirchenbaum (1972), ( dalam Udin Saripuddin 1989: 130) mengajukan empat
model umum yakni :
1. Model Penanaman Moral atau (Moral Inculcation).
Secara langsung dengan asumsi bahwa dalam setiap masyarakat terdapat
nilai atau moral yang secara terus menerus telah dipraktekkan dan dites
melalui pengalaman. Atas dasar asumsi itu, maka para pemuda atau
generasi baru harus dibekali dengan paket nilai-nilai moral itu melalui
proses transfer secara langsung.
2. Moral Transmisi Nilai
Asumsi dibalik model ini adalah tidak ada sistem nilai yang baik bagi
setiap orang, karena manusia harus menguji dan memilih sendiri perangkat
nilai yang dianggap cocok. Atas dasar itu maka para pemuda seyogyanya
diberi kebebasan untuk berfikir dan menetapkan sendiri apa yang mau
dilakukannya tanpa campur tangan orang dewasa.
3. Model Tauladan atau Modeling
Dengan asumsi penting sebagai orang sewasa harusnya menampilkan
dirinya sendiri sebagai tauladan. Para pemuda akan melihat sendiri prilaku
dan nilai yang dijunjung tinggi oleh orang dewasa dan pada akhirnya akan
mengadopsi nilai dan prilaku itu melalui proses imitasi secara sadar.
4. Model Klarifikasi Nilai
Yang bertolak dari proses “Valuing” dimana manusia memegang
kepercayaan dan membangun prilaku atas dasar kepercayaan itu.
Model
ini memiliki 7 (tujuh) proses sebagai berikut :
a. Bangga atas kepercayaan dan prilaku :
1. Menunjukkan rasa senang dan bangga
2. Menyatakannya pada orang lain
b. Memilih kepercayaan dan prilaku
3. Memilih dari berbagai alternatif
4. Memilih setelah menguji dan mempertimbangkannya
5. Memilih dengan leluasa/bebas
c. Bertindak atas dasar kepercayaan itu
6. Bertindak
7. Bertindak atas dasar suatu pola secara berulang-ulang dengan tetap/
konsisten.
Dari berbagai alternatif model tersebut di atas, dapat dikelompokkan lagi
model-model itu menjadi :
A. Model Yang Berorientasi Pada Penalaran Moral
Esensi tujuan pendidikan kewarganegaraan yang didukung oleh kelompok
model belajar mengapa yang berorientasi pada penalaran moral ialah
“pemahaman dan penghayatan nilai-nilai pancasila”. Dimensi pemahaman
yang merupakan bagian integral dari proses penalaran atau proses kognitif
merupakan salah satu prasyarat bagi tumbuhnya proses penghayatan
nilai/moral. Yang termasuk atau dapat dimasukkan kedalam model
kelompok ini ialah model-model pengolahan informasi dengan
menekankan pada konsep dan nilai moral pancasila, model-model
klarifikasi nilai dan model-model lain yang menitikberatkan pada proses
penalaran mengenai isu moral dalam kehidupan sehari-hari.
Secara singkat model-model yang termasuk kategori di atas, adalah
sebagai berikut :
- Model pencapaian konsep nilai/moral
- Model berfikir induktif mengenai nilai moral atau “Indicutive
Thinking”
- Model latihan penelitian masalah nilai moral atau “Inquiry Training”
- Model pemandu awal atau “ Advence Organizers”
- Model memorisasi “ Memorization”
- Model pengembangan intelek “Developing Intelect”.
- Model penelitian ilmiah “Scientific inquiry”.
B. Model Yang Berorientasi Pada Interaksi Sosial.
Esensi tujuan pendidikan kewarganegaraan yang didukung oleh modelmodel
interaksi sosial ini ialah ” penghayatan dan pengamalan nilai-nilai
pancasila”. Tentu saja tujuan ini tidak dapat dipisahkan dari esensi proses
pemahaman/penalaran.
Lebih-lebih karena secara konseptual progmatik
pendidikan kewarganegaraan telah menerapkan konsep “Confluent
taxonomy”.
Yang perlu dicatat bahwa titik berat model-model interaksi sosial ini
adalah pada proses latihan menghayati hakikat nilai/moral melalui proses
perlibatan langsung dalam proses-proses simulatif atau situasi sebenarnya.
Dengan demikian penerapan model-model interaksi sosial ini juga
merupakan sarana dan media penerapan konsep “confluent taxonomy”
dalam pendidikan kewarganegaraan.
Secara singkat model-model yang termasuk kategori model di atas,
sebagai berikut :
- Model investigasi kelompok “Group Investigation”
- Model bermain peran “Role Playing”
- Model penelitian yurisprudensi “Jurisprudential Inquiry”
- Model latihan laboratoris “Laboratory Training”.
- Model penelitian sosial “Social Science Inquiry”.
C. Model Yang Berorientasi Pada Pembinaan Pribadi
Esensi tujuan pendidikan kewarganegaran yang didukung oleh modelmodel
yang berorientasi pada pembinaan pribadi ialah “penghayatan dan pengamalan nilai-nilai pancasila”. Dalam kerangka konsep “Cofluent
taxonomy” proses penghayatan dan pengamalan ini tidak terlepas dari
proses penalaran. Karena itu penerapan model-model pembinaan pribadi
merupakan salah satu sarana bagi terbinanya pribadi siswa yang
mencerminkan esensi nilai moral pancasila.
Jika dikembalikan kepada postulat pendidikan kewarganegaraan dari
Piaget yang dipakai juga oleh Kohlberg (1975), model pembinaan pribadi
akan memberi andil besar dalam membina keadaan bahwa prilaku manusia
terikat akan norma yang berlaku . oleh karena itu harus ditumbuhkan
dalam diri siswa, kualitas pribadi, dalam hal ini konmitmen individu
terhadap nilai-nilai moral.
Disamping kategori model ini meliputi model-model personal menurut
Joyce dan Weil (1986) juga dapat ditambahkan model tauladan/Modeling
dari Simon et-al (1972), “Observation and Ivolvement in Model Issues dari
Arbuthnot dan Faust (1981: 200-203).
Beberapa model yang termasuk dalam kategori model di atas, adalah
sebagai berikut :
- Model pembelajaran tanpa arahan “Non Directive Teaching”.
- Model sinektiks “Synectics Model”.
- Model latihan kesadaran “Awareness Training”.
- Model Pertemuan kelas “ Classroom meething”.
D. Model Yang Berorientasi Pada Sistem Prilaku
Esensi tujuan pendidikan kewarganegaraan yang didukung oleh modelmodel
yang berorientasi pada sistem prilaku ialah ”pengamalan nilai-nilai
pancasila” yang tentunya dilandasai oleh pemahaman dan penghayatan
atas nilai moral pancasila. Walaupun dinyatakan bahwa prilaku moral
tidaklah konstan kerana bersifak konstekstual, akan tetapi prilaku yang
dilandasi pemahaman dan penghayatan tentu dapat dianggap lebih utuh.
Oleh karena itu pembinaan prilaku sama pentingnya dengan pembinaan
kognisi dan sikap.
Beberapa model yang termasuk model ini dengan memberi konteks
pendidikan kewarganegaraan sebagai berikut :
- Model belajar tuntas, pembelajaran langsung, dan teori belajar sosial
“Master Learning, Direct Instruction, and Social Learning Theory”.
- Model belajar kontrol diri “Learning Self-Control”.
- Model latihan ketrampilan dan pengembangan konsep “ Training for
Skills and Concept Development”.
- Model latihan Asertif “Assertive Training”.
Menurut Bruce Joyce dan Marsha Weil (dalam Abdul Aziz Wahab 2007:
59) ada 4 modifikasi tingkah laku model pembelajaran, yaitu :
1. Model Interaksi Sosial
Model ini menunjukankan pentingnya hubungan sosial yang
berkembang pada proses interaksi sosial diantara individu. Model
interaksi sosial adalah dimaksudkan sebagai upaya memperbaiki masyarakat dengan memperbaiki-memperbaiki hubungan interpersonal
melalui prosedur demokrasi.
2. Model Pengolahan
Informasi
Model-model tersebut menekankan pada cara siswa memperoleh
informasi.Tujuan utama dari model-model kategori ini adalah
membantu siswa mengembangkan metode atau cara-cara memproses
informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Model-model ini juga
menjelaskan cara memproses informasi dengan pendekatan yang
berbeda.
3. Model Personal Humanistic
Model-model dalam kelompok ini memusatkan perhatiannya pada
individu dan kebutuhannya. Individu dibantu melalui upaya
menciptakan lingkungan yang merangsang agar indivudu tersebut
merasa nyaman untuk melaksanakn tugas-tugasnya dan
mengembangkan kemampuannya sampai pada tingkat yang optimum
bagi kesejahteraan masyarakat. Keseluruhan model-model tersebut
berusaha memahami sifat-sifat individu guna meningkatkan pribadi
dan kemampuannya serta menghubungkan dengan hal-hal produktif
lainnya.