Pengertian Gaya Bahasa
ngertian Gaya Bahasa
Dalam karya sastra, istilah gaya bahasa
mengandung pengertian cara seorang
pengarang menyampaikan gagasannya dengan
menggunakan media bahasa yang indah dan
harmonis serta mampu menuansakan makna
dan suasana yang dapat menyentuh daya
intelektual dan emosi pembaca ( Aminuddin,
1991:72).
Istilah gaya bahasa diangkat dari istilah
style yang berasal dari bahasa latin stilus dan
mengandung pengertian leksikal alat untuk
menulis. Gaya bahasa adalah hiasan, sebagai
suatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah
dan lemah gemulai serta perwujudan manusia
itu sendiri. Scharbach (dalam Kaharuddin,
2006:5).
Wiyanto (dalam Komara, 2010)
mengatakan bahwa gaya bahasa adalah cara
menyampaikan pikiran dan perasaan
sedangkan Keraf (2009:113) mengemukakan
bahwa gaya bahasa adalah cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara
khas yang memperlihatkan jiwa dan
kepribadian penulis. Tarigan (1990:72)
mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah
cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa
bahasa khas yang memperlihatkan jiwa dan
kepribadian penulis, itulah sebabnya gaya
bahasa harus mengandung tiga unsur sebagai
berikut: kejujuran, sopan santun, dan menarik.
Sujiman dalam kamus istilah sastra (1990:11)
mengemukakan bahwa gaya bahasa atau style
adalah
- Cara menyampaikan pikiran dan
perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan,
- Cara khas dalam penyusunan dan
menyampaikan pikiran dan perasaan dalam
bentuk tulisan atau lisan,
- Ciri-ciri suatu
kelompok karya sastra berdasarkan bentuk
pernyataan (ekspresinya) dan bukan
kandungan isinya.
Dale (dalam Tarigan,
1985:5) mengemukakan bahwa gaya bahasa
adalah bahasa yang indah yang dipergunakan
untuk meningkatkan efek dengan jalan
memperkenalkan serta memperbandingkan
suatu benda atau hal tertentu dengan benda
atau hal lain yang lebih umum.
Gaya bahasa adalah cara menggunakan
bahasa agar daya tarik akan bertambah
(Sumarjo dan Saini, 1984:127).
Berdasarkan beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli, maka penulis
menarik kesimpulan bahwa gaya bahasa
adalah suatu susunan perkataan yang terjadi
karena adanya perasaan yang tumbuh, yang
membuat suatu karya sastra bernlai hidup.
Berjiwa serta indah, menarik dan mudah
dipahami.
Jenis Gaya Bahasa
Hendy (1985:100) membagi gaya bahasa
dalam empat kelompok yaitu:
(1) Pleonasme, yaitu penegasan dengan
menggunakan kata yang sama maksud
dengan kata mendahuluinya.
Misalnya:
- Majulah ke depan. (ke depan sudah
berarti maju)
- Mundur segera ke belakang (mundur
sudah berarti ke belakang)
(2) Repetisi, yaitu penegasan dengan jalan
mengulang kata yang dipakai dalam
pidato atau karangan prosa.
Misalnya:
- Tidak ada kata lain selain berjuang,
berjuang dan terus berjuang
- Selamat datang pahlawanku, selamat
datang pujaanku, selamat datang bunga
bangsaku.
(3) Klimaks, yaitu melukiskan keadaan yang
menaik.
Misalnya:
- Semua jenis kendaraan,
mulai dari sepeda, motor, sampai mobil berjajer di
halaman.
- Baik itu RT, Kepala Desa,
Camat, Bupati, Gubernur,
maupun Presiden memiliki
kedudukan yang sama di mata
Tuhan.
(4). Antiklimaks, yaitu melukiskan keadaan
yang makin menurun.
Misalnya: Orang tua, dewasa, remaja,
dan anak-anak semuanya
hadir dalam kegiatan bakti
sosial itu.
(5) Personifikasi, yaitu kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau
barang yang tidak bernyawa seolah-olah
memiliki sifat kemanusiaan.
Misalnya:
- Nyiur melambai memanggil
beta ke pantai.
- Awan hitam menebal
diiringi halilintar bersahut-sahutan.
(6) Metonimia, yaitu Melukiskan arti yang
mengkhusus karena telah merupakan
istilah yang tertentu dan telah bergeser
dari arti yang semula.
Misalnya:
- Ayah baru saja membeli
zebra, padahal saya ingin kijang (mobil)
- Parker jauh lebih mahal
daripada pilot.
(7) Hiperbola, adalah gaya bahasa yang
dipakai untuk melebih-lebihkan sesuatu.
Misalnya:
- Ayah bekerja membanting
tulang demi kami.
(membanting tulang=kerja keras)
(8) Antitesis, yaitu pemakaian kata-kata yang
berlawanan arti, untuk lebih menghidupka
pernyataan. Misalnya: Tua-muda, besarkecil,
pria-wanita, berduyun-duyun pergi
ke lapangan.
- Pengertian Novel dan Roman
Istilah novel sering dikaitkan dengan
istilah roman.
Selama ini masih sering terjadi
kesimpangsiuran mengenai hakikat roman
dan novel. Masih banyak pembaca sastra yang
menganggap bahwa roman dan novel berbeda
padahal hakikatnya sama.
Dalam istilah novel tercakup pengertian
roman, sebab roman merupakan istilah yang
muncul pada zaman sebelum perang dunia
kedua di Indonesi. Istilah roman waktu itu
wajar karena sastrawan Indonesia umumnya
berorientasi ke negeri Belanda yang lazim
menamakan istilah roman untuk novel.
Istilah
novel mulai populer setelah sastrawan
Indonesia banyak membaca yang berbahasa
inggris.
Sekalipun demikian ada juga ahli yang
membedakan novel dan roman dengan batasan
bahwa novel mengungkapkan satu konsentrasi
kehidupan pada suatu saat yang menegangkan
dan pemusatan kehidupan yang tegas,
sedangkan roman dikatakan menggambarkan
kronik kehidupan yang lebih luas yang
biasanya melukiskan dari masa kanak-kanak
sampai dewasa dan meninggal dunia.
Kata novel berasal dari kata latin
“novellus” yang diturunkan pula dari kata
“novies” yang berarti baru. Dikatakan baru,
karena jika dibandingkan dengan karya sastra
lainnya seperti puisi, drama, maka jenis novel
ini muncul kemudian (Tarigan 1985:164).
Mengenai jumlah kata, Tarigan (1985)
mengatakan bahwa biasanya suatu novel
mengandung kata-kata yang berkisar antara
tiga puluh lima ribu sampai tak terbatas
jumlahnya. Dengan kata lain, jumlah
minimum kata-katanya adalah tiga puluh lima
ribu buah. Kalau kita pukul-ratakan
sehalaman kertas kuarto jumlah barisnya ke
bawah tiga puluh lima buah dan jumlah kata
dalam satu baris sepuluh buah, maka jumlah
kata dalam satu halaman adalah tiga ratus lima
puluh ribu buah.
Hal tersebut dapat dipahami bahwa novel
dan roman sukar untuk dibedakan. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah objek yang dibicarakan dalam novel
dan roman sama. Selain itu, wujud dari roman
dan novel sama. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa novel dan roman hanya
berbeda dari segi penggunaan istilah, namun
wujudnya tetap sama.
Jenis-jenis Novel
Nurgiyantoro (2009:17) membagi novel
dalam dua jenis yaitu:
1) Novel Populer
Novel populer adalah novel yang
populer pada masanya dan banyak
penggemarnya, khususnya pembaca
dikalangan remaja. Ia menampilkan
masalah-masalah yang aktual dan selalu
menzaman. Novel populer tidak
menampilkan permasalahan kehidupan
secara lebih intens, tidak berusaha
meresapi hakikat kehidupan. Contoh
novel popular ini adalah “Mihrab
Cinta.”
2) Novel serius
Novel serius adalah novel yang
menampilkan pengalaman dan
permasalahan hidup sampai ke inti
hakikat kehidupan yang universal.
Novel serius disamping memberikan
hiburan, juga terimplisit tujuan
memberikan pengalaman yang berharga
kepada pembaca, atau paling tidak,
mengajaknya untuk meresapi dan
merenungkan secara lebih sungguhsungguh
tentang permasalahan yang
dikemukakan. Contoh novel serius ini
adalah “Salah Asuhan.”